“Kau cantik,” kata Ryu.
“Apa… Kau waras atau tidak? Aku baru saja menyebut banyak hal, dan hanya itu yang bisa kau katakan?” Kyoko mendesis—terpaksa mendesis karena tidak bisa berteriak
Mereka sedang ada di tengah pesta yang kemarin disebut Kyoko. Pesta dimana Ryu seharusnya tidak ada, karena pesta itu hanya untuk para pemegang saham di MOL, dan juga beberapa pegawai pada tingkat manajemen yang cukup tinggi.
Kyoko tadi mendapat kejutan saat melihat Ryu dengan santai melenggang masuk. Tentu saja Ryu memakai dalih menjadi wakil dari Hide untuk datang. Tidak ada yang berani melarangnya jika sudah seperti itu.
“Kau sudah bersusah payah untuk masuk ke pesta ini, dan hanya itu yang ingin kau bahas?!” Kyoko kembali mendesis jengkel.
Sebelum Ryu memujinya tadi, Kyoko sudah me
“Kau mengenal Sato–san dengan akrab?” tanya Murakami saat meninggalkan ruangan tempat pesta terlaksana. Ia tentu sedikit heran melihat Kyoko bisa mengobrol akrab dengan Ryu.Mereka menyusuri lorong menuju pintu, melewati lobi cantik dan mewah yang bernuansa temaram. Pesta itu mengambil tempat di aula salah satu hotel besar di Tokyo, dan Kyoko tidak akan heran jika hotel itu milik Kuryugumi.“Tidak terlalu. Kami bertemu beberapa kali karena Hi… Sandaime.” Kyoko nyaris saja hanya menyebut nama Hide. Ryu tidak akan mempermasalahkan, tapi untuk Murakami tentu akan sangat aneh.“Oo, Ya, mereka biasanya sering bersama.” Murakami mengangguk.“Apa kau sudah lama bekerja untuk Sandaime?” tanya Kyoko.“Belum lama. Baru sekitar tiga tahun ini,” j
“Aku hanya ingin kau membantuku memeriksa apartemen apakah sudah aman atau tidak.”Kyoko memprotes selama perjalanan dan mengulangnya selama perjalanan menuju rumah Ryu. Bahkan saat mobilnya telah berhenti.“Tidak. Jika aku membantu memeriksa apartemenmu, maka akan ada kemungkinan siapapun yang masuk ke sana akan melihat kita bersama. Apa gunanya kau kita saling menghindar selama ini jika akhirnya ada orang yang melihat kebersamaan kita? Semua kerja keras yang kau lakukan akan percuma.” Ryu menjelaskan dengan lebih panjang, karena seluruh penjelasan versi pendek yang sebelumnya telah di dibantah oleh Kyoko.“Kalau begitu antar aku ke tempat lain! Aku tidak mau berada di rumahmu!” Kyoko masih bersikukuh, meski saat ini mobil Ryu sudah masuk ke dalam garasi rumahnya.“Tidak mau. Bukan si
Kyoko terbangun dan mengeluh, kakinya terasa nyeri. Ia terlalu memaksakan diri berlari kemarin. Kyoko duduk di ranjang dan memandang sekitar.Tadi malam, begitu masuk ke kamar, ia langsung merebahkan diri dan hampir saat itu juga jatuh tertidur. Hal yang disesalkan saat ini, karena seharusnya ia tidak selengah itu saat ada di tempat asing.“Aku lelah… aku hanya lelah.”Kyoko mengajukan alasan agar otaknya tidak dengan berani membentuk alasan jika dirinya merasa aman karena keberadaan Ryu. Kyoko lebih menyukai alasan yang menyebut dirinya terlalu lelah. Ia tidak ingin rasa aman itu berasal dari orang lain.Kyoko beranjak bangun, membuka pintu dengan hati-hati. Hari sudah cukup siang. Seharusnya Ryu sudah bangun juga. Tapi suasana masih terlihat sepi. Kyoko melangkah ke ruang tengah, dan terperanjat saat mende
Kyoko menatap bisu keributan yang terjadi di depannya—keributan yang bahkan melibatkan fisik karena Yui membalas kejengkelan Ryu dengan pukulan sumpit lain.Kyoko menatap tanpa bisa mengatakan apapun, karena sedang mengalami shock. Kyoko tidak menyangka dirinya bisa begitu salah dalam menyimpulkan. Dan tentu Kyoko bisa menemukan penyebabnya dengan mudah.Ini karena ia menyimpulkan menggunakan hati, bukan pikirannya. Kyoko menyimpulkan dengan tergesa tanpa menimbang bukti maupun kemungkinan lain yang masuk akal. Ia dengan mudahnya percaya jika Yui adalah kekasih atau mungkin istri dari Ryu, meski ada banyak hal yang patut dipertanyakan.Bahkan Ryu sudah pernah menyebut jika ia mempunyai seorang kakak, meski hanya sekilas dan tidak menyebut gender, tapi kemungkinan itu tidak nol. Kebodohan yang sangat jarang dilakukan Kyoko. Dan sumb
Kyoko menatap bisu keributan yang terjadi di depannya—keributan yang bahkan melibatkan fisik karena Yui membalas kejengkelan Ryu dengan pukulan sumpit lain.Kyoko menatap tanpa bisa mengatakan apapun, karena sedang mengalami shock. Kyoko tidak menyangka dirinya bisa begitu salah dalam menyimpulkan. Dan tentu Kyoko bisa menemukan penyebabnya dengan mudah.Ini karena ia menyimpulkan menggunakan hati, bukan pikirannya. Kyoko menyimpulkan dengan tergesa tanpa menimbang bukti maupun kemungkinan lain yang masuk akal. Ia dengan mudahnya percaya jika Yui adalah kekasih atau mungkin istri dari Ryu, meski ada banyak hal yang patut dipertanyakan.Bahkan Ryu sudah pernah menyebut jika ia mempunyai seorang kakak, meski hanya sekilas dan tidak menyebut gender, tapi kemungkinan itu tidak nol. Kebodohan yang sangat jarang dilakukan Kyoko. Dan sumber kebobodohan itu adalah Ryu. Kyoko tahu benar jika Ryu tidak hanya meresahkan, tapi juga membuatnya bodoh sekarang. Maka piki
“Kau mau kemana?” tanya Hide, saat melihat Ayu mengikutinya keluar dengan pakaian rapi. Hide akan bekerja, dan biasanya Ayu di rumah.“Mengantar ini ke Miura-san.” Ayu mengangkat macrame yang akhirnya selesai dibuatnya.“Dia akan menggodamu lagi. Lihat saja nanti.” Hide tertawa pelan sambil duduk di kursi yang ada di samping pintu untuk memakai sepatunya.Ayu langsung cemberut, karena memang benar. Miura tidak pernah bosan menggoda setiap kali bertemu dengannya. Upacara pernikahan itu telah lewat hampir tiga minggu yang lalu, tapi Miura masih terus membahas soal ciuman yang yang dilakukan Ayu di hadapan umum.Banyak foto yang dan video yang diambil oleh tamu saat kejadian, jadi Miura dengan mudahnya bisa menunjukkan kenekatan Ayu saat itu.“Kau seharusnya menghentikanku buka
“Tunggu! Itu mungkin bukan apa-apa. Sudah berhenti!” Ayu mencoba menghentikan Hide yang terus berlari kencang ke arah klinik yang ada di samping kantor kepala desa.Tapi Hide sudah tidak mendengar. Ia menghambur ke dalam klinik, mengejutkan perawat wanita yang duduk di meja pendaftaran. Klinik itu sudah sepi.“Hide–kun? Ada apa?” Ia bertanya dengan heran, memandang Ayu yang juga langsung beralih memandangnya seketika itu juga. Panggilan 'Hide-kun' itu menggelitik rasa tidak suka Ayu.Ayu memandang untuk mengukur berapa usia perawat itu. Kemungkinan sekitar tiga puluhan, lebih tua darinya, tapi jelas satu-satunya wanita muda yang pernah dilihat Ayu setelah sampai di desa ini.“Mimisan,” kata Hide, sambil menurunkan Ayu pada kursi tunggu. Napasnya terengah dan keringatnya tentu bercucura
Hide tertawa pelan saat melihat Ayu meletakkan mangkuk dengan suara keras di atas meja, begitu mereka sampai di rumah.“Jangan katakan kau masih marah,” kata Hide.“Hmm…” Ayu menjawab dengan dengusan.“Aku sama sekali tidak peduli padanya. Aku bahkan hanya tahu namanya Nishimura, entah apa nama depannya.” Hide memang tidak pernah bertanya karena merasa tidak perlu.Mata Ayu menyipit memandang Hide, tapi kemudian kembali berpaling ke arah wastafel. Membersihkan sayuran yang akan dipakainya untuk membuat sup.Hide juga menyipitkan mata. Menebak apa yang dipikirkan Ayu. “Sekarang kau marah karena apa?” tanya Hide.Hide tadi paham jika Ayu marah karena cemburu, tapi kemudian Ayu beralih, ia marah tentang hal lain. Dan hal lain ini yang Hide tidak tahu.Ayu mendesah. Ia biasanya takjub pada kenyataan dimana Hide bisa menebak jalan pikirannya, tapi kali ini sebal, karena merasa Hide men