Waktu terus berjalan hari pun terus berganti kini sudah dua bulan sejak kepulangan Ricard dan Miranti dari bulan madu. Semua kembali ke aktivitas semula. Ricard pergi ke Mini market dan Miranti pergi ke butik setelah sekian lama di handle oleh orang kepercayaannya. Mami Yuliana juga sudah kembali ke rumahnya setelah lama menemani cucunya juga mendaftarkan cucunya sekolah.Saat ini Desy sudah sekolah di taman kanak kanan. Setiap pagi pergi ke sekolah di antar oleh pengasuhnya.Hari sudah menunjukkan pukul tujuh tapi Miranti belum juga bangun, dia masih meringkuk di bawah selimut. Ricard yang baru pulang olah raga pagi kaget karena ngga biasanya istrinya masih bermalas malasan. “Sayang, kok belum bangun, katanya mau ke butik sana mandi dulu nanti kita sarapan bareng, kasihan Desy sudah nungguin di meja makan,” kata Ricard sambil mengoyang goyangkan tubuh istrinya. “Aku lagi kurang enak badan, kelapa ku pusing dan perutku mual,” jawab Miranti kemudian menarik selimut menutupi s
“Assalamualaikum,” salam yang diucapkan oleh bi Idah saat memasuki gerbang rumah bu Hilda. “Waalaikumsalam, eh Saidah, sama siapa?” tanya bu Ismi yang berjalan tergopoh gopoh membukakan pintu. Desy yang sedang asyik makan es cream cuek saja mendengar sapaan dari bu Ismi.Bu Ismi melihat keberadaan cucu yang di rindukannya di depan mata, beliau tidak menyangka akan di pertemukan kembali. “Desy!.. cucu nenek, apa kabar sayang?” tanya Bu Ismi berjongkok dihadapan cucunya itu. Namun Desy bukannya menyambut sapaan neneknya malah bersembunyi di belakang tubuh bi Idah. “Bi dia siapa,kenapa panggil Desy cucu?, Desy ngga kenal Desy takut bi,” rengek Desy sambil menarik tangan bi Idah minta pulang. “Sebentar kita kan baru sampai lagian Bunda juga ngga ada di rumah, nanti Desy sendirian”.Melihat tamunya ngambek bu Ismi yang tidak lain adalah nenek Desy mengajaknya duduk di sofa. “Dah ajak Desy duduk dulu,” kemudian Bu Ismi masuk ke dalam dan mengambilkan puding coklat dari
“Tentang bapakmu?” tebak bu Ismi. “Ya salah satu di antaranya, ada lagi yang ngga kalah penting dari itu bu,” jelas Radit menatap ibunya. “Apa, jangan bikin teka teki Radit, ibu lagi pusing,” Tegas bu Ismi, dirinya kecewa atas sikap Radit yang tidak bisa merayu anaknya untuk bisa lebih dekat dengannya. “Bahrudin tertangkap, dan semua harta miliknya jatuh pada saya, Radit,” ucap Radit bangga sambil membusungkan dada. “Ibu ngga percaya, bukannya kamu selalu bikin kecewa ibu?, sudahlah jangan berhalu,” Ibu beranjak dari tempat duduknya , tapi Radit menarik tangan bu Ismi untuk duduk kembali. “Apalagi ibu memanggilmu ke sini agar bisa bertemu dengan anakmu dan kalian bisa lebih dekat tapi nyatanya apa?, kau hanya diam saja,dan tak berbuat apa apa. Sudah lah Radit ibu masih banyak pekerjaan,”ucap ibu kesal. “Bu dengerin Radit dulu. Aku mau mengajak ibu menemui bapak karena hari ini bapak bebas.” “Benarkah bapak bisa bebas?, alhamdulillah akhirnya kita bis
“Pertanyaan Desy sontak membuat Miranti gelagapan. Ricard juga kaget dengan apa yang ditanyakan anaknya itu.Miranti dan Ricard tidak menyangka Desy akan memberikan pertanyaan yang sangat mengejutkan. “Sayang dari mana kau tahu itu semua. Nenek Desy itu omah Yuli,” jawab Miranti berusaha untuk menyembunyikan permasalahan yang sebenarnya. Belum waktunya anak sekecil Desy tahu kemelut rumah tangga orang tuanya. “Tapi Bun, beliau ngaku neneknya Desy bahkan nunjukin fotonya sama bunda dan dede bayi, kata nenek itu Desy waktu masih bayi. Apa bener Bun Desy yang merawat nenek Ismi,” cerocos Desy. Alih alih menjawab pertanyaan anaknya Miranti langsung muntah muntah lagi.Kepalanya pusing dan napasnya tersengal sengal.Melihat keadaan istrinya Ricard panik dan langsung menghubungi dokter. “Non Desy kita keluar dulu yuk, jalan jalan ke taman, kasihan bunda muntah muntah lagi,” suster Lina menggandeng tangan mungil Desy keluar dari ruangan. Melihat keadaan bundanya Desy diam dan
Pagi pagi Miranti sudah bangun,dia melihat kesebelahnya yang biasa ditempati suaminya kini kosong kemudian dia turun dari ranjang pelan pelan, melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri sekaligus mengambil air wudhu untuk sholat subuh.Walaupun keadaan perutnya yang semakin membuncit membuat geraknya sedikit kesulitan tapi tidak menyurutkan niat Miranti untuk tetap beribadah. Setelah selesai sholat dan melipat sajadahnya kemudian menaruhnya diatas nakas, dia bergegas ke dapur untuk membuat sarapan. “Kamu sudah bangun nak?” tanya ibu mertuanya yang sudah lebih dulu berada didapur. “Iya bu maaf miranti bangun kesiangan”, jawab Miranti lirih sambil meringis memegangi perutnya. “Ngga apa apa, kamu duduk saja biar ibu yang bikin sarapan”, jawab ibu mertunya dengan lemah lembut. Miranti merasa bersyukur mempunyai ibu mertua yang baik, tidak seperti yang selama ini dia lihat di sinetron sinetron. Walaupun kehidupan yang dia jalani selama berumah tangga dengan Radit ekonominya pas p
“Apa menyesal?, seharusnya aku yang menyesal, aku yang sedang bekerja dengan penghasilan yang lumayan harus menikahimu dan dikeluarkan dari kerjaan. Aku kira menikah dengan orang kaya hidupku akan enak, tapi ternyata malah sebaliknya.Harapan dan impianku hancur berantakan, semua ini gara gara kamu, kamu yang membuat hidupku jadi seperti ini”,kata suamiku . Aku menggigit bibirku untuk menahan sakit yang ku rasa saat ini. “ Aku harus kuat”, gumamku dalam hati. Aku tidak mengindahkan omongan suami ku yang semakin ngelantur kemana mana. Dan bergegas ke kamar. Aku berpikir sejenak untuk mengambil langkah selanjutnya. Kemudian bergegas mencuci muka dan memoles sedikit make up diwajahku agar bisa menutupi wajahku yang sembab kemudian berganti baju dan mengambil tas. Memasukkan semua perhiasan yang masih ku miliki untuk dijual. “Tapi dengan siapa aku ke toko perhiasan, sedangkan perutku semakin sering kontraksi”. Diluar terdengar suara deru motor yang menjauh.Ku tengok dari jendela
“Aauuw sakit”, jeritku saat perut terasa melilit. Ibu dan Laura langsung berlari ke kamar. “Kamu kenapa nak, sakit?” tanya ibu mertuaku melihat keadaanku. Aku mengangguk sambil meringis menahan sakit keringat sudah membasahi seluruh tubuh dan dahiku. “Ranti kita ke rumah sakit sekarang ya”, kata Laura meringis seolah ikut merasakan apa yang aku rasakan. Laura memegang tanganku dan memeluk pinggangku membantuku berjalan tapi tetap saja kesulian karena aku sulit untuk berdiri. Satrio yang berdiri diambang pintu langsung sikap meraih pingang dan mengangkat tubuhku. Aku tak kuasa menolak karean kondisi darurat.Laura berlari membukakan pintu mobil. Ibu menenteng tas berisi perlengkapan bayi mengikuti dari belakang. “Ibu masuk dulu biar miranti tidur dipangkuan ibu”, kata Laura merebut tas yang dibawa bu Ismi dan mempersilahkan perempuan itu masuk mobil lebih dulu. Kemudian Laura menutup pintu dan duduk disamping Satrio yang menyetir. Mobil melaju dengan kencang menembus kegel
“Alhamdulillah cucuku sudah lahir, di mana mereka sekarang?”, tanya bu Ismi dengan wajah sumringah. Satrio bingung menjawabnya karena dia sendiri belum tahu di ruangan VIP mana Miranti di rawat. “E nanti kita cari bersama sama di mana cucu ibu di rawat yang jelas diruang VIP”, jawab Satrio sambil tersenyum. Mereka berjalan beriringan menyusuri koridor rumah sakit menuju bagian informasi untuk menanyakan di ruang mana Miranti dan anaknya di rawat. “Maaf suster untuk pasien bernama ibu Miranti berada di ruang apa ya?” tanya Satrio pada petugas yang ada. “Oh sebentar ya pak saya lihat dulu “, jawab suster itu kemudian membuka buku besar di hadapannya. “Ibu Miranti pasien paska melahirkan berada diruang VIP Flamboyan 2”. “Terima kasih sus”, ucap Satrio kemudian mengajak bu Ismi untuk segera menuju ruangan tadi. Sepanjang perjalanan menuju ruangan rawat Miranti bu Ismi tidak banyak bicara, beliau lebih banyak diam dan menunduk seakan ada beban berat yang dia tanggung