Abizar masih sibuk dengan ponselnya hingga ia tak melihat sang istri tengah dalam gangguan Excel."Diam saja dan dengarkan ini baik-baik," ucap Excel di telinga Alesha "Apakah kamu sudah menghubungi Mama?"Alesha merasa ada hal yang Excel pasti lakukan pada sang Mama. "Apa yang kamu lakukan pada mamaku?" tanya Alesha."Jika kamu ingin mengetahuinya, segera hubungi aku." Excel tersenyum puas lalu pergi begitu saja setelah menutup kepalanya dengan jaket hoodie hitam yang ia kenakan.Excel memakai masker hitamnya, di saat bersamaan Abizar bangun dari kursi dan berjalan ke arah toko yang Alesha katakan.Excel yang menyadari bahwa saat ini Abizar berjalan ke arahnya, dengan sengaja menabrak bahu Abizar. Excel tersenyum sinis di dalam masker, lalu mengangguk dan terus berjalan lagi meninggalkan Abizar. Sementara Abizar yang tak mengenali Excel hanya memandang punggung laki-laki berjaket hitam itu dan mengabaikannya.Alesha yang melihat Abizar, segera masuk ke toko setelah menenangkan piki
Jatah Sebelum Pernikahanmu (12)***Alesha tak suka mendengar suara Excel memanggilnya sayang. Entah mengapa ucapan yang dulu begitu tersa indah di telinga, kini berubah menjijikan bagi Alesha."Temui aku nanti malam, akan aku beri tahu padamu, bagaimana?" Tawaran dari Excel."Kamu kira aku bodoh, kamu pasti hanya ingin menculikku lagi, bukan?" tegas Alesha."Jangan bodoh, Sayang. Untuk apa aku menculik dirimu? Apakah kamu pikir aku mau berurusan dengan polisi lagi?"Alesha terdiam, ia hanya ingin mengetahui soal mamanya saat ini. Jika memang bertemu dengan Excel bisa membuat bertemu dengan mamanya kenapa tidak."Tunggulah nanti malam aku akan menjemputmu."Seketika Alesha mengerenyitkan dahi."Apa kamu tahu di mana aku tinggal saat ini?" tanya Alesha bingung, sementara di seberang sana suara Excel terdengar nyaring tertawa."Tentu saja! Mudah bagiku untuk menemukan kamu. Walau kamu berada di lubang semut sekali pun."Alesha mengumpat di dalam hati. Kenapa ia harus bertemu dengan mons
Jatah Sebelum Pernikahanmu (13)***Pagi ini seperti biasa setelah lepas shalat Subuh Alesha membantu ibu mertuanya di dapur."Kamu bisa masak, Alesha?" tanya Ummi.Alesha menggeleng. "Alesha gak jago masak, Ummi," jawabnya sambil mencuci sayuran yang telah di potong-potong."Sudah aku duga, lalu kamu bisanya apa?" timpal Arum tiba-tiba."Tidak apa-apa Alesha, kamu bisa belajar masak dari Arum nanti. Saat Fatimah dulu masih ada, ia juga awalnya tidak bisa memasak," ujar Ummi.Setelah tiga cangkir kopi yang Ummi buat selesai, wanita bergamis hitam itu segera keluar dari dapur. Meninggalkan Alesha dan Arum bersama.Alesha yang telah selesai mencuci sayuran memberikannya pada Arum."Apakah yang kamu bisa hanya menggoda pria?" Perkataan Arum sukses membuat Alesha menatapnya tajam."Maksud kamu apa?" Alesha membuka suara."Aneh, aja. Tiba-tiba kamu menikah dengan Abizar." Arum memasukan sayuran ke wajan dan mengaduknya."Sepertinya dari awal kamu melihatku, kamu sudah tak menyukaiku bukan?
Jatah Sebelum Pernikahanmu (14)***Abizar menatap layar ponselnya, ia tersenyum perih melihat foto Fatimah. Masih teringat jelas bagaimana kecelakaan itu terjadi di depan matanya kala itu.Sebuah mobil hilang kendali dan menabrak tubuh wanita berjilbab hitam itu begitu saja, hingga terpental dan darah mengalir di jalan raya. Abizar yang kala itu membawa dua es krim berlari untuk menyelamatkan sang istri, tetapi terlambat. Wanita itu tewas seketika di tempat.Usut punya usut, kecelakaan itu karena sang sopir dalam keadaan mabuk. Sopir yang tak dikenali identitasnya itu segera di bawa ke kantor polisi untuk diproses.Abizar lalu mengalihkan pandangannya ke foto bingkai yang ada di meja kerjanya. Foto pernikahannya dengan Fatimah, anak sahabat sang ayah di pesantren tempat ia menimba ilmu dulu.Fatimah gadis yang pemalu, tak berani mengutarakan isi hatinya. Sampai suatu hari Fatimah dan Arum tak sengaja berpapasan. Membuat keduanya saling menunduk dan tersenyum dalam diam.***Arum menc
"Semua rasa sakit yang selama ini aku derita, pasti akan kamu rasakan juga."Pernikahan KeduaEpisode 15Happy Reading 💞***Abizar mendapatkan telepon dari anak buahnya, ia sudah mengetahui di mana keberadaan Excel kali ini. Tentu saja laki-laki itu sudah menunggu waktu lama untuk melakukan semua itu.Abizar tersenyum dingin sambil melipat ke arah kaca kecil di dalam mobil. "Tunggu dan lihat bagaimana rasa sakit itu akan menggerogoti hatimu," gumam Abizar.Mobil kini melaju menuju di mana Excel dan Alesha berada. ***Sementara itu di rumah mewah itu, Alesha tengah dalam masalah. Excel terus saja mendekati dirinya, hingga ia kini tersudut di pojok kamar. Tante Mutiara yang mencoba menggedor pintu untuk masuk harus berurusan dengan anak buah Excel."Kenapa kamu lakukan ini padaku?" tanya Alesha tak mengerti."Kamu tahu dengan jelas aku sangat mencintaimu, Alesha." Excel mendekat dan menatap wajah Alesha."Cinta kamu bilang!" teriak Alesha. "Jika kamu mencintai kamu tidak akan pernah
Excel menatap Abizar, ia benar-benar tak menyangka bahwa laki-laki yang kini berdiri di hadapannya adalah seseorang yang berasal dari kisah masa lalunya."Tunggu dan lihat saja nanti, setiap detiknya kamu akan merasa seperti tak ingin hidup." Abizar lalu berbalik dan menarik tangan Alesha begitu saja.Alesha yang masih bingung, hanya bisa diam saat sang suami meraih tangannya dan menarik kasar ke luar dari kamar itu."Abi, tunggu sebentar, Nak," ucap Mutiara sembari mengejar langkah menantu dan putrinya.Abizar berhenti dan berbalik, menatap wanita berusia empat puluh tahun itu dengan dingin."Tolong pelan-pelan, Alesha sedang sakit," ucapnya sambil mendekat ke arah sang putri."Alesha baik-baik saja," tegas Abizar lalu menarik tangan istrinya itu."Abi, jangan bersikap seperti itu dengan Alesha, semua yang terjadi bukan karena sengaja, malam itu Mama---"Abizar mengangkat tangannya membuka kelima jemarinya dan mengarah ke sang mertua. "Aku tak ingin mendengar apapun untuk saat ini."
Abizar melepaskan tangan Alesha dari pinggangnya. Laki-laki itu tak memedulikan kehadiran Alesha yang masih berdiri di sana."Maaf," ucap Alesha. "Aku hanya punya kata maaf untuk apa yang terjadi padamu." Abizar terdiam, laki-laki itu memilih meraih baju dari dalam lemari. Mengenakan kaos putih polos lalu menuju meja rias untuk menyisir rambutnya.Alesha tak bisa berbohong tentang rasa sesak yang kini ia rasakan. Hatinya tak terima mendapatkan perlakuan dingin dari Abizar, karena sebelum laki-laki itu begitu peduli padanya hingga benih cinta itu hadir di hatinya."Jika kamu ingin berkata walau kasar, aku akan jauh berterima kasih, tetapi jika kamu hanya diam saja, aku sungguh tak tahan dengan rasa sesak ini," ucap Alesha jujur.Abizar meletakkan sisir, berbalik dan menghadap Alesha. Mata mereka saling bertemu. Untuk beberapa saat keduanya terdiam dan hanya saling pandang."Kamu bilang tak tahan dengan rasa sesak?" Abizar mendengkus. "Apa yang telah ibumu lakukan? Apakah menurutmu tak
"Duduk di sini," pinta Abizar dengan lembut.Alesha memandang heran pada suaminya itu, sikap kasarnya mendadak hilang begitu saja.Abizar segera berdiri dan meraih kotak P3K di laci kerjanya. Ia membuka kotak itu dan mengeluarkan kapas lalu ia basahi dengan cairan pembersih luka. Alesha meringis menahan rasa sakit, saat kapas itu menyentuh kulitnya yang luka. "Tahan, ini tak akan lama," ucap Abizar sambil sesekali melihat ke arah pintu.Arum masih berdiri di sana."Lain kali kamu gak perlu sok perhatian padaku, gak usah peduli dengan apa pun tentang diriku," ucapnya lirih pada Alesha.Tentu saja, rasa sakit menjalar di hati Alesha saat ini. Mungkin Excel mengkhianati dengan sahabatnya, tetapi ia berusaha untuk tetap mendapatkannya kembali. Sementara, Abizar ia datang sebagai pahlawan, tetapi ternyata hanya memberikan kepedihan dalam hidup Alesha."Aku bisa sendiri," ucap Alesha meraih kapas dari tangan Abizar.Abizar membiarkan tindakan Alesha dan memilih untuk memunguti pecahan kac