"Sekali memulai aku tak dapat mengakhirinya."Layla Mumtazah***"Ummi, ini jus untuk Alesha," ucap Arum sembari tersenyum. Wanita berjilbab moca itu meletakkan gelas berisi jus buah di atas meja, akan ada permainan kecil untuk Alesha saat ini. Hal itu tentu saja membuat Arum tersenyum senang."Rum, kamu tahu kan, Alesha tengah hamil saat ini, ia mulai mengalami mual jika mencium bau-bauan. Jadi untuk sementara jangan biarkan dia mencuci baju dan piring untuk menghindari mual yang lebih parah karena mencium sabun-sabun itu," ujar ummi yang tentu saja membuat Arum kesal.Saat ini seisi rumah seakan-akan berpusat pada Alesha, semua orang ingin memperhatikan dirinya sebagai ratu.Arum menatap sembari menggangguk patuh pada sang mertua. "Baik ummi, tenang saja Arum mengerti."Ummi yang telah selesai mencuci piring, menggelap tangganya yang basah lalu menyentuh pundak Arum dan tersenyum. "Semoga kamu dan Ansyar juga disegerakan memilki momongan lagi, ya."Arum mengangguk, ia terpaksa ters
"Biarkan aku membagi rasa ini, rasa yang hampir mati dan menjadi abu."Layla Mumtazah***Arum terbangun dengan keringat dingin yang membasahi wajahnya, ia tak pernah bisa tertidur nyenyak saat wajah pucat Fatimah selalu datang dalam mimpinya. Berkali-kali ia berusaha menenangkan diri karena tak ingin membuat Ansyar terbangun.Perempuan cantik dengan mata indah itu bangkit dari tempat tidur, ia melangkah ke kamar mandi untuk mencuci wajah, tetapi saat ia hendak mencuci muka justru adegan kecelakaan Fatimah seakan-akan terlihat jelas di kaca seperti layar bioskop yang sedang memutar film. Lalu tiba-tiba sosok Fatimah berwajah pucat berdiri di hadapannya, memiringkan kepala dan tersenyum miring dengan tatapan kosong.Tubuh Arum seketika merosot ke lantai, ia tak mampu untuk berteriak karena merasakan sekujur tubuhnya lemas seketika. "Aku mohon berhenti menggangguku," lirihnya sambil memejamkan mata."Apakah kamu tak ingin menebus dosamu padaku, berhentilah mengganggu kehidupan Abizar."
Suara desahan yang memenuhi ruangan tertutup itu membuat langkah kaki Alesha terhenti. Gadis berbaju hitam itu mendekatkan daun telinga pada dinding pintu. Hatinya dipenuhi rasa penasaran. Pasalnya suara yang ia dengar begitu memenuhi otaknya dengan pikiran negatif.Desahan itu semakin jelas terdengar, suara seorang wanita yang seakan-akan tengah menikmati surga dunia. Alesha dengan perlahan-lahan memegang gagang pintu. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum menekannya ke bawah.Dengan sekali dorong pintu itu terbuka. Alesha dengan jelas melihat dua insan manusia yang tak memakai pakaian berada di atas tempat tidur. Dengan cepat wanita berambut panjang itu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.Sementara Excel meraih handuk di atas nakas dan melilitkan di pinggangnya. Ia lalu mendekati Alesha yang masih berdiri mematung dengan kaki yang bergetar. Ia tak menyangka bahwa laki-laki yang akan menjadi calon imamnya itu bermain cinta dengan sahabatnya sendiri. Kyoona.Kyoona gadis blasteran
Entah sudah berapa jam Alesha menangis di mobil, saat ia mulai berhenti menangis Abizar memberinya botol air mineral. Gadis itu meraih botol itu dan segera meminumnya mungkin setelah lelah menangis saat ini ia merasa haus."Apakah sekarang saya bisa mengantarkan kamu pulang?" tanya Abizar yang masih berdiri di samping taxi-nya.Alesha mengangguk."Bisa beritahu aku di mana alamat kamu?" tanya Abizar lagi.Alesha kemudian memberitahu di mana alamat rumahnya. Abizar segera mengantarkan gadis itu sampai di depan rumah. Bahkan, ia memastikan bahwa gadis cantik itu tak sedang membohongi dirinya dan akan melakukan tindakan konyol lagi.Alesha segera masuk ke halaman rumah itu, Abizar sampai harus turun dari taxi demi memastikan gadis itu masuk ke rumahnya. Ternyata benar, penumpang yang sempat ia anggap gila itu bukanlah pasien yang tengah melarikan diri dari rumah sakit jiwa.Alesha masuk ke kamarnya dan mengunci pintu itu rapat dari dalam. Ia bahkan, masih ingin terus menangis walau pun
Di dalam kamar Alesha berdiri di depan cermin dengan balutan gaun putih yang membuatnya tampak begitu cantik. Namun, hatinya menangis. Entah ada apa dengan sang mama yang terus memintanya untuk menikah dengan Excel. Walau sang mama sudah tahu benar bagaimana Excel telah mengkhianati Alesha. Gadis itu bahkan, tak punya pilihan setelah ancaman dari sang mama yang akan bunuh diri karena malu jika sampai pernikahan itu gagal dan jadi gunjingan rekan-rekan kerjanya.Gadis cantik itu tak bisa lagi menahan rasa sakit hatinya. Alesha lalu meraih ponsel dan entah mengapa ia justru menghubungi Abizar. Gadis itu tahu ia tak bisa meminta tolong pada orang yang dikenalnya saat ini, hanya sopir taxi itulah yang bisa membawa dan menyelamatkan hidupnya.Pertemuannya dengan Abizar seminggu lalu itu di saat mengambil ponsel, membuatnya memiliki nomor sang sopir untuk berlangganan taxi padanya.Alesha yang sedang menunggu panggilannya diangkat oleh Abizar harus merasa kecewa karena entah kenapa tak jug
Perbuatan Excel membuat luka yang begitu besar di hati Alesha. Gadis itu menangis di sudut kamar sambil beberapakali membersihkan tangannya dengan kasar seakan-akan ada banyak kotoran menjijikkan di sana.Excel yang duduk di tepi tempat tidur sambil menghisap sebatang rokok, mengembuskan asap putih ke udara. Ia mendengkus lalu menghela napas sambil menatap ke arah Alesha."Jadi, apakah sekarang kita akan menikah?" tanyanya.Alesha tak bisa berkata-kata, gadis cantik itu hanya bisa terus menangis. Pipinya yang putih mulus basah oleh air mata."Bersiaplah, dan jangan berpikir bisa lari dariku setelah apa yang aku lakukan padamu hari ini." Excel membenarkan kemeja putihnya, dua kancing di dadanya belum terkancing dengan benar.Alesha menatap benci kepada laki-laki yang pernah begitu ia cintai. Baginya kini Excel tak lebih dari seorang bajing*n dan pengkhianat."Aku akan membersihkan diri dulu, dan kamu jangan bertindak macam-macam. Di luar sana dua anak buahku tengah menjaga pintu ini."
Abizar berjalan menghampiri Excel yang tak menyadari akan kehadiran laki-laki itu. Saat mata keduanya bertemu barulah ia sadar siapa yang saat ini tengah berdiri di hadapannya."Di mana, Alesha?" tanya Abizar."Kamu lagi, kamu lagi, aku pikir kamu sudah mati dan pergi ke alam baka!" hardiknya sembari menunjuk wajah Abizar."Aku tanya di mana, Alesha? Apa yang kamu lakukan padanya, hah?!" Kali ini Abizar tak bisa lagi mengontrol emosinya."Emangnya kamu mau apa? Dasar sopir taxi!" Ejek Excel lagi.Abizar menarik napasnya, ia ingin sekali memukuli wajah Excel saat ini.Namun, Abizar berusaha menahannya karena tak ingin berubah dari korban menjadi tersangka. Apalagi, ia sudah meminta pengacaranya mengurus semua itu di kantor polisi.Bahkan, Abizar juga sudah meminta pengacaranya untuk membuat laporan akan pengeroyokan dan juga penculikan terhadap temannya. Saat tiba di rumah sakit sebelum kesadarannya menghilang akibat obat bius."Sekarang pergi dari sini!" usir Excel.Namun, bukannya pe
"Kenapa?" tanya Abizar terkejut dengan keputusan Alesha. "Bukankah semua ini terjadi karena kamu ingin berpisah darinya, bukankan semua ini karena kamu tak ingin menikahi laki-laki sepertinya!" protes Abizar.Alesha yang kini duduk di atas tempat tidur, meremas kuat selimut putih yang ia kenakan."Kalau pada akhirnya kamu memutuskan untuk menikah dengannya. Untuk apa semua drama ini tercipta?"'Drama. Apakah ia menganggap kesakitanku ini sebuah drama untuknya?' batin Alesha."Harusnya aku tak harus berbaring di tempat tidur selama dua hari karena pukulan anak buah mantan kekasihmu itu," ucap Abizar tak terima.Sebenarnya, Abizar mengatakan semua itu bukan karena apa yang telah ia alami. Akan tetapi, karena ia tak ingin Alesha menikah dengan Excel. Entah mengapa, ia merasa tak rela jika hal itu sampai terjadi.Alesha menahan air mata yang sedari tadi ingin terjatuh saat mendengar perkataan-perkataan Abizar padanya. Gadis cantik berambut panjang itu merasa disudutkan seketika."Kenapa k