"Kamu membela Arsen!" Shine mendengus marah, membiarkan saja perias menyapukan make up di wajahnya untuk pemotretan hari ini. "Kamu tidak mau menerima pilihanku."Sasha yang duduk di sampingnya menghela napas, menatap dari pantulan kaca rias. "Aku hanya mau kamu bahagia Shine, sama seperti keinginan Mamamu.""Bukan berarti sama Arsen," desisnya."Jadi bersama Zafier?" tanya Sasha, memijit pelipisnya, nampak juga kesal. "Aku tidak begitu percaya padanya. Bagaimana nanti kalau kamu disakitin sama dia?"Shine sudah akan melontarkan kata-kata balasan untuk membela Zaf, tapi tertahan di ujung lidah, dikatupkannya lagi bibirnya saat melihat tatapan kesedihan juga khawatir Sasha di sana hingga membuatnya sadar, sahabatnya hanya mengkhawatirkannya.Shine menoleh, mengambil telapak tangan Sasha dan menggenggamnya seraya tersenyum. "Aku tidak bisa menjabarkan bagaimana Zafier Gaster saat ini untuk mematahkan anggapanmu kalau dia tidak bisa dipercaya tapi percayalah Sha—" Shine menatap lekat sah
"Pergilah," ucap Zaf, menegak lagi whiskeynya, terlihat sudah mulai kehilangan kesadarannya karena mabuk. "Aku tidak membutuhkanmu." Wanita itu mengacuhkannya, bibirnya yang seksi menjelajah di rahang Zafier yang tanpa sadar menengadahkan kepalanya, menyandar di sofa dan menikmati setiap kecupannya yang tidak hanya berada di satu tempat. Membuat Zaf kehilangan akal, merasakan perasaan terbakar yang tidak bisa ditahannya, melarikan tangannya di sekitar pinggang wanita berambut blonde itu dan meremasnya di sana, meleguh saat wanita itu tidak berhenti menciumi setiap jengkal kulitnya yang terekspos. Zaf sedang berada di dalam pengaruh obat yang sejak awal di campurkan ke dalam minumannya. Tidak lagi bisa mengelak dan mengusir wanita itu yang membangunkan hasratnya. "Sial!!" desis Zaf, menarik tengkuk wanita itu agar mereka bisa saling menatap. "Kamu membahayakan." Wanita itu hanya tersenyum miring dan tersentak kaget saat Zaf menarik tengkuknya dan melumat bibirnya tanpa ampun di bawa
Flashback On "Kamu harus ikut denganku ke pesta!" Shine meletakan tas juga jaket jeans miliknya di sofa, melipat lengan seraya memandangi Arsen yang tiba-tiba saja datang tidak lama setelah menerima pesan singkatnya. Nada memerintahnya jelas membuat Shine meradang. "Aku punya pekerjaan yang lebih penting dari pestamu itu!" Desis Shine. "Jangan mengaturku sesuka hatimu. Kamu sudah janji untuk tidak mencampuri pekerjaanku." "Tapi aku membutuhkanmu di sana." "Untuk apa?" Shine mengangkat dagu. "Untuk pamer atau membuatmu merasa menang dari Zafier. Begitukah?" Arsen mengeraskan rahang mendengar tuduhan Shine, bergerak mendekat dan memegang lengannya. "Jangan membuat seakan-akan akulah penjahatnya di sini." Shine tersenyum miring, "Jadi kamu mau disebut pahlawan?" "Kamu tahu kalau sejak dulu aku berusaha keras untuk menjagamu begitu juga saat ini. Seharusnya kamu bisa mengerti bagaimana pandanganku terhadap si brengsek itu!" "Zaf memang bajingan tapi bukan berarti dia tidak bisa b
Kepulauan Hawai, Kabar pernikahan Arsen dan Shine tentu saja membuat Martin senang. Dia sudah bisa membayangkan bagaimana Zafier akan mengalami patah hati dan hancur perlahan. Hanya tinggal sedikit lagi, dia bisa menyingkirkan Zafier Gaster dan akan kembali berjaya seperti dulu. Martin sudah menyuruh orangnya untuk membantu keponakannya itu mendapatkan Shine tidak peduli bagaimana caranya meskipun Arsen sama sekali tidak tahu apa-apa. Saat ini dia sedang sibuk menikmati liburannya yang berkualitas bersama wanitanya yang setiap hari ada untuk melayaninya sembari menuggu Zaf terjebak dalam permainannya setelah sebelumnya dia gagal menjebloskan Zaf ke tahanan resmi CIA meski butuh dua tahun untuk laki-laki itu kembali. Martin keluar dari kamar mandi hanya mengenakan jubah, membiarkan saja wanita yang memuaskannya tadi masih tergeletak lelah di atas ranjang tanpa sehelai benang pun dan duduk di kursi meja makan yang sudah tersaji dengan aneka makanan berkelas. Martin menyesap kopinya s
Arsen memilih untuk menginap di hotel yang sama karena dia penasaran dengan wanita yang tadi menggoda Zafier. Saat mengikutinya tadi, wanita itu membawa Zaf masuk ke dalam kamar hotel yang berada satu lantai di bawahnya dan menunggu selama beberapa saat tapi tidak ada yang keluar dari sana. Zaf mungkin benar-benar tidak ingat lagi dengan Shine Aurora karena membiarkan dirinya begitu mudah dijerat wanita bitchy itu. Arsen berdiri di balik dinding kaca kamarnya memandangi lampu-lampu di bawah sana, membayangkan reaksi Shine saat dia tahu kalau Zaf tetaplah bajingan brengsek. Sama sekali tidak berubah seperti yang dikatakannya tadi siang saat membelanya. Arsen menghela napas, memijit pelipisnya dengan kepala yang terasa berdenyut. Dia ingin Shine bahagia tapi dia tidak rela jika Zafierlah laki-laki yang dipilihnya. Shine berhak mendapatkan laki-laki lain yang lebih baik. TING TONG TING TONG Arsen menoleh ke arah pintu lalu ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul dua malam. Lima ja
Zafier memacu motor besar yang dikendarainya semakin menjauh dari hotel bersama dengan Shine yang duduk di belakangnya dan memeluk pinggangnya erat. Suara motornya yang diantarkan anak buahnya tadi untuk mengecoh orang-orang yang menguntitnya di hotel menggelegar membelah Jalanan lenggang saat dini hari menuju kelandasan pacu, di mana pesawat jetnya menunggu untuk membawa mereka berdua pergi jauh sebentar dari Indonesia agar bisa kencan tanpa ada yang mengganggu. Zafier tersenyum di balik helm yang dikenakannya, tangan yang satunya mencoba menggenggam tangan Shine , bersyukur Shine Aurora datang untuk menyelamatkannya keluar dari skenario yang sempat meleset dia prediksi dan hampir menjerumuskannya. Zaf merunduk, kembali memegang stang motornya dan melajukan motornya semakin kencang. Dia sudah lelah dan ingin bahagia bersama Shine Aurora. Tapi sebelum itu, dia harus menuntaskan semuanya. Sesuatu yang seharusnya sudah dia lakukan dari kemarin-kemarin. *** Flashback ON "Menjadi
Merlion Park, Singapura Zafier memandangi lekat ekspresi Shine Aurora di sampingnya yang sibuk membaca barisan kata yang ada di layar ponsel dengan efek pelototan mata. Tidak bisa sedetikpun mengalihkan tatapannya meski saat ini mereka berada di salah satu sudut Merlion Park tidak jauh dari Patung Merlion, mengabaikan gemerlap keindahan kota Singapura. Sesaat Shine melotot, merengut lucu dengan bibir monyong ke depan, meniup poni atasnya terlihat kesal, juga memutar bola mata hitamnya dengan dahi berkerut samar. Hingga mampu menciptakan sebentuk senyuman dan kehangatan yang tidak terelakan bagi Zaf sendiri. Betah memandangi apapun yang diukir wajah Shine dan tidak akan pernah bosan. Wanita paling jujur yang pernah Zafier temui karena sikapnya yang tidak dibuat-buat. Sepertinya dia memang harus mengakui sudah menjadi bucinnya Shine, tapi dia jelas tidak akan mengatakannya. Bisa makin sombong dia nanti. "Aku harus membayar denda tiga ratus juta seperti yang tertera di kontrak—" Shin
"Arsen.” Shine menyela, jemari tangannya yang bebas memainkan bulu tangan Zafier dan menarik-nariknya tanpa sadar. "Aku tidak menyangka dia seperti itu." Zaf menatap kejauhan. "Aku mengerti dengan apa yang dia lakukan. Dia hanya khawatir denganmu. Laki-laki mana yang akan suka melihat wanita yang selama ini dijaganya, bersama dengan seseorang sepertiku. Arsen sama seperti orang lainnya yang sudah biasa melihatku berkelakuan brengsek, dan menganggap tidak akan semudah itu berubah." Shine merapat, mengangkat kedua kakinya ke atas pangkuan Zaf dan bertopang dagu, "Tapi Arsen tidak seharusnya ikut menjebakmu seperti ini. Jelas-jelas dia menyuruhku untuk menggodamu bahkan tidak mengenaliku dan memanggilku bitch." Shine nampak kesal. "Aku rasanya ingin menggigit lehernya saat itu juga—" Zafier tertawa. "Untungnya bisa aku tahan dan hanya mencebik. Sepertinya kepalanya perlu dipukul supaya sadar." "Kau merubah semua penampilanmu semalam. Rambutmu, matamu memakai softlense, aroma parfummu,