Los Angeles, California "Pengadilan memutuskan terdakwa Sean Ackerley terbukti bersalah melakukan tindak pidana percobaan pembunuhan terhadap Zafier Gaster, pemalsuan identitas dan surat-surat untuk masuk ke wilayah Negara Indonesia dan penyelundupan senjata tajam. Terdakwa dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, fasilitas rehabilitasi juga denda ratusan ribu dollar untuk kerugian yang telah ditimbulkan." Tok..Tok..Tok.. Zafier menghembuskan napas lega, semingguan ini dia berusaha menahan diri untuk tidak kembali ke Indonesia karena harus memastikan Sean mendapatkan hukuman yang setimpal untuk perbuatannya. Rey berhasil mengumpulkan bukti tindak kejahatan Sean setelah keluar dari penjara untuk menyeretnya kembali ke sana. "Apa menurutmu dia akan menyesal?" "Dia itu gila." Zaf menoleh ke Aldrick. "Sejak dulu." Aldrick memperhatikan Sean yang duduk dengan kepala menunduk. Kedua orang tuanya yang juga orang tua Victoria terlihat terpukul tapi tidak mengajukan banding kerena mereka t
Lima hari kemudian,Zafier sama sekali tidak pernah menyangka akan berdiri di tempat di mana dia berada saat ini. Di depan makam Victoria.Kepergiannya yang tidak terduga membuatnya terpukul dan tidak sanggup menyaksikan wajah sahabat yang dicintainya untuk yang terakhir kalinya. Dia memilih lari seperti pengecut dan menyimpan kenangan Victoria seperti yang terakhir dia ingat meskipun dia dihantui bayangan itu sampai saat ini, setelah beberapa tahun berlalu."Hai, Sunshine." Zaf tersenyum. "Aku membawakanmu bunga matahari favoritmu."Zaf tersenyum sendu, mencoba untuk bersikap tenang tapi emosi dalam dadanya menguasai."Maaf aku terlalu lama datang ke sini." Zaf meletakkan bunga matahari itu di dekat ukiran nama Victoria. Memilih diam dan memandangi makan itu selama bermenit-menit ke depan. Banyak yang ingin dikatakannya tapi tidak ada yang bisa dikeluarkannya jadi dia mencoba menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan."Aku datang untuk mengatakan satu hal—" Zaf memasukkan k
Jakarta, Indonesia."Hai," sapa Shine dengan wajah malu-malu kucing."Hai juga." Putra yang menunggunya di atas motor berjalan mendekat, memperhatikan lekat wajah Shine seraya tersenyum. "Cantik. Kamu terlihat lebih seperti preman sekarang.""Hah?" Buru-buru Shine memperhatikan penampilannya. Celana panjang yang robek di bagian tengahnya, kaos yang dilapisi dengan jaket kulit dan sepatu converse putih. "Kalau gitu aku ganti pake yang berenda-renda deh."Shine nyengir, berniat ganti baju tapi lengannya keburu di tarik ke belakang membuatnya langsung berada di pelukan Putra yang tersenyum."Gak perlu ganti baju. Aku tadi hanya berkata jujur dan lebih senang melihatmu yang seperti ini. Sangat Shine sekali."Shine mengejapkan matanya, berada begitu dekat dengan Putra membuat otaknya rada buntu."Gitu ya? Yakin?" ucapnya seraya berdiri tegak dan mundur."Yakin, Kalau gitu ayo naik supaya kita gak kemalaman."Shine mesem-mesem seraya mengangguk dan menerima uluran helm dari Putra kemudian
"Abigail ada di Italia?" Arsen tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Agam melalui telepon yang mengabarkan tentang perkembangan pencarian Abigail. Beberapa minggu ini dia terlalu sibuk dengan kegiatan kuliahnya supaya bisa lulus tahun ini dan kembali ke tanah kelahirannya, Indonesia, hingga tidak sempat memikirkan hal yang lain. "Susah melacaknya karena dia disembunyikan oleh seseorang tapi menurut orangku dia ada di Italia." Arsen mengusap peluh di wajahnya. "Apa yang selama ini dilakukannya di sana?" "Melayani seseorang, mungkin. Kamu tahu sendiri kalau Italia juga terkenal dengan mafianya. Mereka yang memiliki kekuasaan bisa melakukan apapun termasuk menyembunyikan seseorang." "Tapi itu tidak masuk akal. Kalau itu Shine, aku percaya tapi ini Abigail. Dia kebalikan dari saudara kembarnya itu." "Aku sama sekali tidak tahu tapi aku akan mencoba untuk melacaknya lebih lanjut." Arsen menghembuskan napasnya. "Baiklah. Aku berterima kasih karena kamu sudah memberitahuku inf
Setelah sekian lama sendiri tanpa sandaran seorang kekasih, sekarang Shine Aurora menyandang status relationship dengan perasaan bahagia tidak terkira. Hatinya berbunga-bunga dan tidak ada yang bisa menghancurkannya."Kamu mau makan apa, sayang?"Shine tersenyum malu-malu seraya menutup mulutnya dengan satu tangan sementara tangan yang lain memeluk lengan Putra yang sibuk membalik buku menu dengan wajah serius. Panggilan sayang yang tadi diucapkannya begitu menggelitik telinganya. Rasanya aneh tapi juga menyenangkan. Dia harus terbiasa dipanggil terus seperti itu."Hmm, aku spaghetti aja." Shine menunjuk menu. "Semua makanan yang ada di cafe Sasha ini enak banget kok jadi kamu bisa milih yang mana aja. Kalau aku kebetulan sukanya yang spaghetti."Kebetulan malam ini Shine lagi mode pamer ke Sasha dan sengaja membawa kekasihnya itu ke sana untuk mengenalkan mereka. Sasha sempat kaget dan tidak menduga kalau hubungan mereka sudah secepat ini."Spaghetti ya? Oke." Putra mengangguk. "Kala
"Pak Zafier."Zafier yang baru saja memasuki lobbi kantornya menoleh dan menghentikan langkahnya saat melihat Williem mendekat."Ada apa?" tanya Zafier ketus karena bawahannya yang ini suka nyindir. Untung pintar.Williem menaikkan alisnya. "Pulang dari Amerika sensitive sekali."Zaf melipat lengannya di dada. "Itu bukan urusanmu!""Ya memang bukan. Aku hanya bertanya demi kesopanan. Jadi bagaimana keadaan California?""Panas.""Awalnya aku pikir bos pergi ke California untuk merencanakan pernikahan dengan wanita yang mengaku hamil itu tapi ternyata aku salah. Wanita itu bahkan menghilang entah ke mana saat ini.""Apa kau bahagia kalau aku cepat-cepat menikah?"Keduanya memgobrol di antara para pekerja yang berlalu lalang di lobbi. Bisa menemukan dua lelaki tampan berbeda ras, yang satu lokal dan yang satu import membuat mata para kaum hawa yang melewati mereka tentu saja terpesona. Meskipun duda tapi kharisma seorang Williem tidak bisa dianggap enteng. Sudah banyak yang mendekatinya
Shine terlihat melambaikan tangan, mengiringi kepergian laki-laki itu dengan tatapannya kemudian berbalik dengan senyuman yang masih tertinggal di wajah. Setelah memasuki lobbi kantor, menatap ke depan, langkah kakinya terhenti dan senyuman di wajahnya menghilang saat matanya bersitatap dengan Zafier yang menampilkan ekspresi dingin dan keras. Shine sempat terkejut sesaat tapi kemudian dia bisa menyesuaikan diri, merapikan penampilannya dan berjalan dengan langkah mantap mendekati dua bosnya yang memiliki ekspresi berbeda. "Selamat Pagi Pak Williem." Shine tersenyum dan menganggukkan kepala. "Pagi Shine." "Pagi Pak Japier." Shine nampak malas-malasan menyapanya mengabaikan tatapan Zaf yang terasa berbeda. "Kekasih baru?" tanya Williem. "Mesra sekali?" Shine menutup mulutnya dengan tangan menyembunyikan senyuman lebarnya dan mengangguk. "Bapak melihat aja sih. Iya nih Pak. Kekasihnya Shine." Untuk kalimat yang terakhir, Shine mengatakannya dengan penuh penekanan seraya melirik Za
"Catatannya bersih. Sama sekali tidak ada yang mencurigakan dari laki-laki bernama lengkap Putra Prasetya Wibowo itu." "Kau yakin?" "Yakin bos. Aku sudah menyelidiki semuanya." Zafier duduk di sofa kantornya menghadap ke arah kaca dengan tangan terlipat di dada. Teringat dengan wajah bahagia Shine tadi pagi saat bersama dengan lelaki itu. Zaf tidak suka melihat bagaimana dekatnya mereka. Rey yang diminta untuk menyelidiki hidup laki-laki itu sampai ke akar-akarnya juga tidak membuatnya lebih baik bahkan semakin gusar. Di dalam kepalanya, ada banyak pertanyaan yang membutuhkan jawabannya segera karena dia tidak mau lagi kecolongan. Banyak pihak yang tidak menyukainya dan menginginkan kehancurannya, dan taktik jitu yang banyak mereka gunakan masih sama dengan yang orang-orang zaman kuno lakukan, menggunakan seseorang yang berarti baginya untuk membuatnya menderita. Zaf hanya ingin memastikan kalau Shine tidak lagi diperdaya oleh orang lain apa lagi ini menyangkut tentang hati yang