“Aku adalah malaikat pelindungmu dari kau bayi. Dan aku mengingin kau jadi permaisuri,” jawab sosok tersebut.Dinda tak mampu melihat sosoknya, tapi bisa merasakan bibir dan tubuhnya disentuh oleh sosok tanpa wujud tersebut.“Hentikan! Pergilah!” teriak Dinda yang seketika membangunkan santriwati di kamar sebelah.Santriwati yang mendengar jeritan tersebut mengucek-kucek kedua mata yang masih lengket. Dengan baca bismillah, dia memakai jilbab lalu bangkit dari ranjang. Santriwati ini menekan saklar untuk menyalakan lampu. Tampak jam di dinding menunjukkan 12 malam. Dia membuka pintu lalu berjalan menghampiri kamar Dinda. ‘Tok tok tok!’“Mbak Dinda ...!”Santriwati tersebut berkali-kali mengetuk pintu dan memanggil nama penghuni kamar. Namun, Dinda tak menyahut maupun membuka pintu. Bahkan, jeritan Dinda semakin kencang, hingga penghuni kamar yang lain ikut terbangun.Mereka berbondong-bondong mendatangi kamar Dinda. Dua orang santriwati berinisiatif memanggil ibu pengasuh mereka. Beb
Mereka pun berpisah jalan, rombongan Pak Kiai menuju masjid, sedangkan Ibu Asrama kembali ke belakang langsung menuju musala.••°••°•°••Sehabis Salat ZuhurTerjadi hal mengejutkan dari di halaman masjid. Meja yang dipakai oleh Pak Kiai untuk meletakkan kantung plastik berisi sabun, tiba-tiba terbakar. Asap pembakaran tersebut beraroma wangi kasturi lalu dalam sekejap berbau anyir darah dan busuk bangkai. Bau tak sedap tersebut menguar memenuhi seluruh halaman ponpes bahkan sampai ke belakang, di tempat asrama putri. Pak Kiai segera meminta salah satu santri menyampaikan imbauan ke seluruh penghuni ponpes untuk segera memakai masker.Salah seorang pengurus ponpes segera memberikan masker ke pengasuh asrama. Dalam hitungan menit, seluruh penghuni ponpes telah memakai masker. Pak Kiai segera mengirim pesan ke Ibu Asrama memintanya untuk melakukan rukiah bagi Dinda.Akhirnya para penghuni asrama putri seketika berkumpul di musala. Bu Asrama bersama pengurus yang lain telah bersiap un
“Dari pengasuh baru itu, Kiai. Katanya disuruh Kiai,” ucap pengasuh ini kembali dengan tubuh bergetar.Wanita ini tahu pasti ada sesuatu yang salah. Dia pun segera melangkah masuk lalu meminta botol minuman yang dipegang Dinda. Kemudian dia segera kembali dan memberikan botol tersebut kepada Pak Kiai.Pria ini memegang botol dengan sangat erat lalu memasukkan tasbih dan segera menutupnya. Mulut Pak Kiai tampak komat-kamit baca doa. Tampak telapak tangannya mengelus tutup botol beberapa saat lalu membuka kembali.“Bu, tolong ajak yang lain baca ayat Kursi, termasuk Mbak Dinda. Cukup kita berempat saja,” pinta Pak Kiai sesaat kemudian.“Tanpa pengasuh baru, Kiai?” tanya pengasuh ini dalam hati sudah mulai mengerti arah pembicaraan pria berjenggot putih di hadapannya.“Kita liat, apa yang akan terjadi dengannya,” jawab Pak Kiai dengan kedua mata menatap botol.Pengasuh ini pun segera tanggap lalu berpamitan untuk bergabung dengan yang lain. Wanita tersebut menyampaikan permintaan Kiai da
Pak Kiai melihat wanita setengah umur tersebut telah siuman dan bersiap naik bentor. Pria bersorban ini tersenyum lalu berkata lirih,”Semoga tak dirasuki jin lagi.”Pak Kiai segera memasuki ruangan masjid dan kedua mata awas kepada salah satu santri yang terlihat asing baginya. Pria berjenggot ini segera membetulkan letak sorban lalu perlahan berjalan ke depan.Kegiatan mengaji bersama telah usai. Kini pengikut pengajian telah mulai beranjak satu persatu keluar dari masjid. Namun, santri yang asing bagi Pak Kiai dari awal masuk masjid, masih tampak tenang duduk di pojok ruangan.Pria muda yang terlihat istimewa di mata Pak Kiai ini mengikuti semua gerak-gerik pria bersorban tersebut. Bahkan saat mengaji pun, suara merdunya mendayu di telinga Pak Kiai.Sepertinya santri baru datang hari ini. Dari kemarin belum pernah kudengar suara merdunya,” batin Pak Kiai yang masih melihat pria muda tersebut dengan ekor mata.Sampai langkah kaki Pak Kiai beranjak keluar dari masjid pun, pria muda be
Pak Kiai tersenyum mendengar obrolan keduanya lalu melafazkan ayat Kursi dan seketika hawa mistis berangsur menghilang.“Hanya sekadar mampir lewat saja. Bismillah kita mulai pembahasan berikutnya,” ajak Pak Kiai kemudian demi menenangkan hati keduanya.Akhirnya, pembicaraan selesai dengan kesepakatan bahwa besok lusa Pak Arman akan datang kembali dengan berkas yang sudah ditandatangani oleh Bu Teti. Sang tamu lalu berpamitan kepada Bu Teti dan juga Pak Kiai. Tak lupa Pak Arman berpesan agar Dinda dan Bu Lastri ikut bertanda tangan di berkas.Pak Kiai yang sempat heran dengan permintaan sang tamu lalu bertanya,”Bukankah setelah ini Mbak Dinda diperistri Mas Gito. Kenapa bukan calon suami yang bertanda tangan?”“Saya hanya menyampaikan pesan dari Pak Brahim saja, Pak. Mohon dipahami,” jelas pria jangkung berkumis tipis sembari mengatupkan kedua tangan di depan dada.Pak Arman pun beranjak pergi setelah menjelaskan hal tersebut. Mobil sang tamu telah menghilang di belokan jalan, tetapi P
“Alhamdulillah, sudah sadar. Ayo buruan wudu, persiapan salat Magrib,” imbau Pak Kiai tetap dengan senyum tipis lalu berucap,”Assalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.”“Wa’alaikumussalam.”Selepas kepergian Pak Kiai, Bu Ketua segera masuk kamar menghampiri kedua wanita asuhannya. Dinda yang baru saja siuman, untuk sesaat seperti orang linglung. Sang teman segera memberi air mineral kepadanya. Sementara itu, Bu Ketua mengusap air mata karena haru.Wanita separuh baya ini benar-benar dibuat kalang kabut saat Dinda pingsan setelah dirukiah. Wanita muda ini pingsan lama. Hingga membuat Bu Ketua kepikiran ada hal buruk yang menimpa Dinda dan dia bisa jadi tertuduh jika kemungkinan terburuk terjadi.“Alhamdulillah. Ya, Allah. Ibu sempat cemas barusan. Bahkan berniat panggil ambulans segala,” ucap wanita pengasuh asrama putri ini segera memeluk Dinda.“Terima kasih. Jadi bingung, kenapa sering begini,” ucap Dinda selepas Bu Ketua mengurai pelukan.Wanita muda ini mencium tangan Bu Ketu
Hati Pak Kiai mengisyaratkan bahwa Pak Brahim telah ‘pergi' dan tak mungkin kembali. Namun, hal tersebut hanya disimpan dalam hati saja. Oleh karena hanya sekadar firasat dan perlu pembuktian secara nyata.Persiapan pernikahan telah dimulai, meski hanya acara kalangan keluarga saja. Namun, tentu saja mengikutsertakan para santri dan santriwati ponpes. Semua pelaksanaan proses pernikahan diadakan di ponpes karena memang ijab kabul diadakan di sana juga.•••°•••°•••Hari H PernikahanDari semalam, Dinda dan Gito mengadakan pengajian di tempat berbeda. Dinda mengadakan pengajian di panti asuhan, sedangkan Gito mengadakan acara tersebut di rumahnya. Pengajian pihak calon mempelai wanita sengaja dilakukan di panti asuhan, dengan maksud untuk membersihkan tempat tersebut dari aura negatif. Itu pun atas saran Pak Kiai karena mengingat Dinda sering kesurupan di sana.Pagi ini, dari selepas Subuh, calon mempelai wanita telah dirias dan selalu didampingi seseorang dalam setiap geraknya. Mes
Tanpa disangka dari arah depan datang santri baru yang seketika mendatangi Mustafa yang duduk di atas atap toilet. Keduanya pun menghilang di depan kedua mata Pak Kiai. Yang lain tak melihat kejadian barusan.Oh, ternyata, jin juga, ucap Pak Kiai dalam hati.Pria tua ini, diam-diam berniat ngobrol empat mata dengan santri baru tersebut. Setahu pria bersorban tersebut, jika ada jin yang berniat belajar di ponpes, biasanya akan pergi jika ilmunya sudah tuntas. Pak Kiai merasa ada harapan untuk bertemu dan melaksanakan niatnya.Tak terasa pria berjenggot putih tersebut tersenyum. Ada banyak pertanyaan yang ingin disampaikan kepada santri baru yang sepertinya cukup disegani oleh jin bandel itu. Pak Kiai hanya berharap bisa segera bertemu dengan sosok tersebut. Tak terasa, ufuk timur telah merekah. Aktivitas penghuni ponpes semakin sibuk, terutama bagi kaum wanita karena Dinda diurus oleh ponpes dan tentu saja dibantu pihak panti. Pak Kiai segera menuju rumah utama untuk bersiap-siap.Tep