Selama beberapa waktu, Joseph tercengang. Tubuhnya terasa kaku bagaikan batu. Susah payah pria itu meneguk ludah. Hingga akhirnya terdengar sebuah suara yang telah lama tidak dia dengar. Suara dari orang yang cukup dia rindukan."Joseph? Kaukah itu?" Suara itu terdengar semakin renta. Bibir keriput itu mengucapkan namanya masih dengan suara yang sangat jelas, kendati sedikit bergetar. Tatapan matanya pun masih terasa seteduh dulu."Juan?" Suara Joseph terdengar sangat lirih, hingga Jill yang ada di samping lelaki itu pun nyaris tidak mendengarnya."Kau kenal siapa pria tua itu?" tanya Jill dengan suara berbisik, menoleh pada rekannya itu dengan raut penasaran. Karena dari interaksi yang terjadi, mereka seperti memiliki ikatan emosional yang sangat kuat.Joseph tak menjawab. Pria itu masih terpaku pada sosok tua renta yang dia panggil dengan nama Juan. Lalu, dia lihat pria tua itu bangkit dengan perlahan dan keluar dari balik bangku tempatnya duduk sambil memainkan piano.Sempat tubuh
Mendengar pengakuan Joseph, tentu saja membuat Juan sangat terkejut. Benarkah Julian yang membawa lari istri Joseph? Bagaimana ceritanya bisa terjadi seperti itu? Sedangkan Juan tahu betul bahwa Julian sangat digilai para wanita, hingga mendapat predikat sebagai Cassanova Blight. Ibarat seluruh wanita di Amerika dan negara sekitarnya tergila-gila pada sosok Julian. Lantas, apa maksud ucapan Joseph ini? Apakah ada hubungannya dengan dendam di masa lalu?Sebelum pembahasan ini semakin jauh, Juan terlebih dahulu meminta Esme untuk meninggalkan ruangan tersebut. Karena pria tua itu memiliki firasat bahwa apa yang akan mereka bicarakan selanjutnya adalah sesuatu yang serius. Pria itu lantas memusatkan perhatian pada putra kedua Markus Blight tersebut.“Apa yang kau katakan, Nak?” tanya Juan tak mengerti.Joseph berpaling sekilas sambil menjilat bibir.“Aku tahu kau terikat sumpah untuk setia pada keluarga Blight, Juan. Namun, kuharap kali ini kau bersedia melanggarnya sedikit saja untukku,
Berbeda dengan Jill dan Joseph yang memilih cara halus untuk mendapatkan informasi dari Juan, kedua gladitor yang lain cenderung menggunakan cara brutal untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Jacob dan Helena mendapat tugas untuk mencari informasi tentang Abram Federov dan keterkaitannya dengan The Assassin. Pihak Carnicero, terutama Dreyfus, sangat yakin bahwa Federov dan organisasi tersebut memiliki ikatan yang sangat kuat. Oleh sebab itu, Dreyfus membagi tugas untuk para gladiatornya agar masalah ini segera terpecahkan.“Jadi dia adalah orangnya? Pria dengan jas abu-abu?” tanya Helena seraya menggeser teropong ke arah seorang pria yang baru saja keluar dari sebuah restoran.Tampilannya biasa saja, sama seperti pegawa kantor pada umumnya. Setelan jas rapi, sepatu mengilap, rambut klimis, dan sebuah tas kerja berbahan kulit di tangannya. Oh, dan jangan lupa dengan arloji mahal yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah bisa dipastikan bahwa pria itu memiliki gaji yang cukup
Rintih kesakitan mulai terdengar kala mata pisau itu menyayat lidah James. Rasa asin dan aroma amis darah pun seketika memenuhi rongga mulut saat darah segar meleleh dari luka sayat yang tercipta. Menusuk hingga ke dalam indera penciuman pria itu sendiri. Namun sayang, tak banyak yang dapat James lakukan selain pasrah menerima rasa sakit tersebut. Karena berontak pun percuma. Kedua tangan dan kakinya terikat kuat, yang semakin banyak dia gerakkan maka akan semakin melukai diri sendiri. Ingin memohon untuk dilepaskan, akan tetapi yang keluar dari mulut hanyalah erang kesakitan. James benar-benar tersiksa.“Masih tidak ingin mengatakan apa-apa padaku, hah?” Jill menambah tekanan pisau pada benda lunak yang dia cengkeram, hingga membuat rintih kesakitan James terdengar semakin memilukan.“Eergh!” erang James lebih keras.“Cepat katakan padaku! Karena aku tidak main-main dengan ancamanku, Sialan!” desak Helena.Mulut James terus mengeluarkan suara-suara tidak jelas, namun pria itu tetap t
Dreyfus meminta keempat gladiatornya untuk kembali ke markas, setelah pria berjambang itu menerima laporan bahwa Abram Federov adalah bagian dari The Assassin. Hal yang sebenarnya tidak begitu mengejutkan, namun Dreyfus merasa tetap perlu mengumpulkan gladiatornya untuk membicarakan rencana lebih lanjut terkait masalah ini.Jacob dan Helena tiba lebih dulu di markas, dibandingkan dengan Joseph dan Jill. Dua gladiator itu tengah menuju ke ruang kerja Dreyfus untuk memenuhi perintah.Pemimpin Carnicero itu sengaja mengumpulkan para gladiator di ruang kerja, guna menghindari mata-mata yang mungkin saja sedang mengawasi mereka. Karena hanya Dreyfus seorang yang memiliki akses terhadap kamera pengawas di ruangan tersebut. Meski hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa ada orang yang dengan sengaja meretasnya. Paling tidak, tempat ini cukup aman untuk berdiskusi."Jadi benar, Federov dan The Assassin ada dalam satu kapal yang sama?" Dreyfus bertopang dagu dengan netra menerawang."Dari keter
“Kau yakin orang yang kau lihat adalah Julian Blight?” tanya Dreyfus, meski dia yakin Monica tidak akan jauh-jauh datang ke markas hanya untuk berbohong mengenai masalah ini.“Kau pikir aku buta, hah?!” Wanita itu justru terlihat semakin murka. “Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Dan aku sangat yakin bahwa kedua mataku masih dapat berfungsi dengan normal, Dreyfus Eastwood!” desisnya.Mendengar suara Monica melengking dengan emosi yang meledak-ledak, sama sekali tak membuat Dreyfus goyah. Pria itu masih tetap terlihat sangat tenang, bahkan sempat menyunggingkan senyum samar di sudut bibirnya.“Aku tidak meragukan itu, Monica.” Dreyfus terkekeh renyah. Kemudian, pria itu menarik napas dalam dan berkata, “Kami akan segera menyelesaikannya.”“Bagus! Dan aku tidak ingin mendengar alasan lagi bahwa keberadaan Julian Blight sulit untuk kalian lacak!” desak Monica.“Aku mengerti,” balas Dreyfus.Terkadang, mengalah bukan berarti kalah. Begitu pun dengan yang dilakukan Dreyfus. Untuk
“Benar-benar tidak ada yang berubah dari mansion ini sejak belasan tahun yang lalu,” ujar Joseph seraya terus mengayun langkah mengikuti kaki Esme yang berjalan cepat di depannya.“Tuan Julian melarang kami melakukan apa pun yang dapat mengubah tata letak bangunan ini, Tuan. Jika ada kerusakan, Tuan Julian selalu memerintahkan para pekerja untuk memperbaikinya seperti sedia kala. Harus sama persis, dan Tuan Julian tidak akan menolerir kesalahan sedikit pun. Begitulah yang sering dibicarakan oleh para pelayan di mansion ini,” sahut Esme panjang lebar, tanpa diminta oleh Joseph.Joseph melirik pada gadis belia itu. Diam-diam, pria tersebut menyunggingkan senyum samar. Gadis ini sepertinya mewarisi sifat ceria dan cerewet dari ibunya. Wajah Esme dan Gracia memang tidak begitu mirip, namun pembawaan gadis itu Gracia sekali.Kembali mengedarkan pandangan ke sekeliling, Joseph tertarik untuk mendengar lebih banyak cerita tentang apa saja yang sudah terjadi di mansion ini. Salah satunya adal
“Jangan membuat ekspresi seperti itu!” Joseph menarik satu sudut bibirnya ke atas. “Harusnya kausenang, Juan. Bukankah ini yang kau harapkan? Aku kembali ke sini sebagai Joseph Blight,” ujar Joseph saat melihat raut bertanya-tanya di wajah Juan.“Oh, ya. Tentu saja.” Juan mengangkat alis sambil mengalihkan perhatian dari Joseph. “Aku sangat senang akhirnya kau bersedia kembali ke sini,” lanjut pria tua itu.“Dan karena aku sudah kembali, maka aku mau semua yang ada di sini harus sesuai dengan apa yang kuinginkan,” ucap Joseph lagi.Jika boleh jujur, pria tua itu memiliki firasat yang tidak baik tentang kembalinya Joseph ke mansion tersebut. Bagaimana seseorang yang beberapa waktu lalu masih terlihat sangat membenci keluarga Blight, kini dengan enteng menyatakan bahwa dia akan menyematkan nama itu di belakang namanya. Juan memang sudah terlalu tua untuk berdebat, namun pria itu tidak sebodoh yang dikira sehingga akan percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan Joseph. Kendati demikia