Sesuai dengan petunjuk Nerwin, hari ini Rachel tengah mengemasi barang-barangnya untuk meninggalkan Davian. Dia akan mengikuti Nerwin menemui sosok yang pemuda itu katakan mungkin mengetahui sesuatu tentang ramalan Putri Emerald Kailani. Nerwin juga berpesan agar Rachel tidak membawa terlalu banyak barang, jadi Rachel hanya mengemas beberapa pakaian ganti, mantel, dan juga senjata miliknya. Semuanya dia bungkus rapi dalam sebuah ransel kecil yang dia bawa dari Abendbrise.
Mengingat tentang Abendbrise membuat Rachel merindukan coklat hangat buatan bibi Arwen, hangat perapian rumah mereka, dan suara tawa Aryan yang sangat khas di telinga Rachel. Entah kapan Rachel bisa kembali menemui mereka?
“Apa yang kau pikirkan?”
Suara pelan Nerwin berhasil membuat Racehl terkejut. Gadis itu beralih menatap Nerwin dengan sorotan tajam, tapi pemuda itu hanya mengangkat bahu.
“Apa?” tanyanya.
“Bisakah kau setidaknya bersuara saat kemari atau setidaknya jangan
Rachel berjalan mengikuti Nerwin menuju pantai. Dia sudah selesai dengan segala persiapan dan perbekalan yang diperlukan. Berjalan dengan jarak beberapa meter di belakang Nerwin dengan langkah pelan. Sesekali gadis itu akan berhenti sejenak untuk beristirahat dari hari yang terik. Lalu tak lama, suara teriakan Nerwin akan segera terdengar untuk meminta gadis itu bergegas dan selalu demikian selama beberapa kali. Rachel bahkan sampai menggeleng heran melihat betapa cepatnya langkah pemuda itu hari ini. “Hei! Bisakah kau berjalan sedikit pelan? Kaki ku tidak sepanjang milikmu!” ujar Rachel di tengah nafasnya yang terengah-engah saat mengikuti Nerwin menurun bukit. Rachel tidak ingat dia pernah melalui jalan ini sebelumnya. Jalanan yang lebih terjal dan juga lebih jauh dari yang Rachel lalui di hari pertama dia tiba
Rachel tengah berdiri di ujung geladak kapal memandang lautan luas di depannya. Setelah Nerwin memerintahkan pasukannya berlayar, mereka segera menjalankan kapal ini dan keluar dari dalam lautan. Tepatnya berlayar di atas permukaan laut. Sehingga Rcahel bisa berdiri dengan tenang di sana sendirian sementara Nerwin sedang sibuk dengan awak kapalnya. Malam ini, bulan bersinar sangat terang di atas sana. Purnama pertama yang benar-benar bisa Rachel nikmati. Rachel tidak ingat sejak kapan, namun dia selalu menyukai bulan. Dia selalu menunggu malam tiba dan menantikan kehadiran bulan di atas sana. Sesuatu tentang bulan selalu bisa membuatnya merasa tenang. Hanya dengan melihat kehadirannya, atau memandang pendar cahaya pun bisa membuat Rachel bahagia. Tapi malam ini, Rcahel merasakan hal yang lain. Bulan yang kini sedang ia pandang terasa asing di matanya. Bulan y
Rachel mamandang wanita yang berdiri di depannya dengan tatapan bingung. Wanita yang tiba-tiba muncul di depannya, menyapanya, dan juga memberi salam hormat padanya. Apakah semua elf memiliki sifat yang sopan seperti ini? Sedangkan di beberapa buku yang pernah di abaca, dia hanya tahu bahwa para elf adalah sosok yang sombong yang cenderung enggan untuk berhubungan dengan dunia luar.“Duduklah,” ucap Lady Reagen pada Rachel. Rachel menurut dan duduk disebuah kursi yang terbuat dari tanaman merambat. Rachel melirik kursi tersebut dan melihat beberapa daun masih ada disana.“Jadi, apa yang ingin kamu ketahui?” lanjut Lady Reagen.“Jade Amora, siapa pemilik aslinya?” tanya Rachel, dan segera gadis itu menyesal. Ia berpikir seharusnya dia mencari tahu tentang ramalan sang Emerald, namu
Rachel dan Nerwin berlayar ke wilayah Abendbrise. Selama dalam perjalanan Rachel tak hentinya berjalan mondar mandir di ruangannya. Dia terus menerus menggenggam snowdrop dengan erat. Jika sudah jenuh mondar mandir di kamar, gadis itu akan keluar dan berjalan mengelilingi kapal. Jika seseorang bertanya, dia akan menjawab bahwa dia sedang bosan. Namun bukan itu masalahnya, Nerwin dan beberapa awak kapal melihat gadis itu bertindak demikian selama seharian. Entah apa yang membuat gadis itu gelisah. Ketika senja tiba, angin mulai bertiup dengan lebih kencang, sehingga perjalanan jadi lebih cepat. Ketika bulan muncul kapal mereka telah tiba di dekat pantai Abendbrise. Rachel berdiri di ujung geladak dan melihat kota itu. Senyum gadis itu tidak bisa dia sembunyikan, setelah selama satu bulan penuh meninggalkan kota itu. Dia merindukan keluarga kecil itu di sana, Paman Freden, Bibi Arwen dan juga Aryan.
Semalaman Rachel mencari keluarga paman Freden namun tak kunjung menemukan mereka. Sedangkan Nerwin dan pasukannya membantu penduduk sekitar memadamkan api. Ketika pagi menjelang seluruh api di Abendbrise telah berhasil dipadamkan.. Menyisakan puing-puing rumah yang mengepulkan asap hitam. Bahkan beberapa bangunan tidak bisa diselamatkan dan runtuh begitu saja. Nerwin dan anggota Mermaid Thalassa telah membantu menyelamatkan penduduk dan juga mengobati beberapa penduduk yang terluka. Salah seorang penduduk mengatakan bahwa pasukan Redrock tiba di kota sore itu dan langsung membakar kota dengan membabi buta. Mereka menghancurkan kereta kuda dan membunuh hewan ternak dan juga kuda mereka sehingga tidak ada yang bisa pergi jauh dari kota. Mereka juga telah membunuh walikota Abendbrise sehingga semua penduduk hanya bisa berlari menyelamatkan diri masing-masing. R
Rachel menatap sosok yang berdiri diam di depannya. Masih sosok yang sama dengan yang ada di ingatannya satu bulan yang lalu. Pendiam dan angkuh. Namun dibalik itu, dia juga tetaplah sosok pelindung yang akan membantu siapapun.“Sudah puas menatapku?” tanya sosok itu membuat Rachel tersadar dan segera mengalihkan pandangannya. Gadis itu menggelengkan kepalanya pelan dan beralih menatap rimbun pepohonan yang berada tak jauh dari tempat mereka.“Mengapa kau pergi ke Abendbrise?” tanya sosok itu.Sosok itu tak lain adalah Kenneth Alaric, Komandan Pasukan Vinetree. Pemuda yang dulu pernah menyelamatkannya, namun juga pemuda yang pernah menjerumuskannya dalam sebuah peristiwa berbahaya.Rachel hanya diam tak menjawab pertanyaan Kenneth. Baginya, tidak
Kenneth sedang merapikan pelana kudanya saat dia mendengar suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya. Pemuda itu tetap acuh dan mengabaikan seseorang yang telah berdiri di belakangnya. Ekhm … Sebuah suara deheman terdengar pelan. Tapi Kenneth tetap diam. Dia menarik kencang tali pelana kudanya memastikan dia terikat dengan benar. Mengambil beberapa perbekalan yang dia perlukan dan memasukkannya ke dalam kantong yang ada di sisi pelana kudanya. Memeriksa tapal kuda dari tunggangannya untuk memastikan perjalanannya akan lancar. Ekhm … Sebuah deheman kembali terdengar, namun kali ini lebih keras dan sedikit dipaksakan. Kenneth menarik satu sudut bibirnya sekilas dan berbalik. Dia bersikap seolah terkejut melihat Rachel berdiri di belakangnya.
Malam ini hujan mengguyur Abendbrise. Membawa hawa dingin yang menusuk tulang. Tenda-tenda darurat yang di bangun oleh penduduk mulai bergetar pelan saat angin berhembus sedikit kencang. Cahaya lentera yang menemani mereka pun mulai ikut bergoyang mengikuti sang angina bergerak. Sedangkan orang-orang yang berteduh di dalamnya, hanya bisa diam dan berharap bahwa mereka bisa melewati malam itu dengan selamat. Rachel yang berada di tenda yang sama dengan keluarga Paman Freden hanya bisa menarik selimut miliknya dan berusaha menghangatkan tubuhnya yang mulai menggigil. Sebuah perasaan aneh terus menghantui Rachel sejak siang tadi. Perasaan gelisah atas sesuatu yang tidak bisa Rachel jelaskan. Bahkan berkali-kali dia menanyakan Nerwin apakah pasukan Redrock kembali, tapi pemuda itu tetap meyakinkan Rachel bahwa Redrock tidak akan kembali. Rachel melihat bibi Arwen