Kegelapan itu tak lagi menakutkan. Keheningan itu tak terlalu menghanyutkan. Dingin itu juga tak menusuk seperti sebelumnya. Percayalah, itu yang sedang berusaha Rachel ucapkan dalam benak dan kepalanya. Dia tahu dia harus membuka mata, tapi belum menemukan cara.
Setiap kali Rachel bergerak hanya ada dingin di ujung telapak kakinya. Setiap kali tangannya berusaha menggapai sesuatu hanya ada udara kosong di depannya. Dan setiap kali Rachel berharap menemukan setitik cahaya, ada ada kegelapan di sekitarnya. Ketakutan yang tidak nyata itu secara perlahan membuat Rachel mempercayainya.
“Menyerahlah,” bisik suara Sassafras di telinga Rachel.
Naga itu masih belum lelah merayu Rachel untuk menyerah. Rachel tahu, dia tak memiliki banyak kuasa atas tubuhnya saat ini. Namun, Rachel bukanlah sosok yang bersedia men
Nerwin dan rombongannya membawa penduduk Abendbrise pergi ke barat menuju wilayah Vinetree. Dia telah mendapat kabar dari Elise, adik Kenneth bahwa wilayah tersebut masih cukup aman dibandingkan wilayah lain di kerajaan Crator. Namun, sepanjang perjalanan Nerwin tak bisa berhenti memikirkan sosok gadis di tebing Feilas. Terlebih setelah Ethan menyampaikan berita tentang Sigrid Hatron di tanah Crator.“Tuan Muda, ada apa?” pertanyaan dan tepukan pelan Ervin berhasil membuat Nerwin tersentak dari lamunannya.Pemuda itu menoleh dan melihat Ervin menatapnya sambil menahan tawa setelah melihat reaksinya.“Dimana Tuan Muda Redrock itu?” tanya Nerwin mengabaikan pertanyaan Ervin.“Ada apa mencariku?” suara Ethan terdengar tak jauh di belakang
Baru satu hari berselang, wilayah Abendbrise ternyata benar-benar hampir hancur. Air laut perlahan naik dan menenggelamkan kota itu. Bukit-bukit pasir landai di wilayah itu telah tenggelam sepenuhnya. Ethan dan Nerwin hanya bisa menatap tempat itu tanpa bisa mendekat.“Sepertinya kau mengambil keputusan yang tepat dengan berangkat lebih awal,” komentar Ethan melihat kondisi di depannya.Nerwin mengangguk setuju. “Ayo, kita periksa tempat lainnya.”Nerwin menarik tali kekang kudanya dan berbelok menuju ke hutan. Sebelah timur teluk Feilas adalah hutan lebat dan ditambah itulah Nerwin melihat sosok gadis itu menghilang. Mereka berniat memeriksa, apakah hutan itu telah mati atau tidak. Karena jika benar gadis itu adalah Sigrid, maka jiwa hutan akan terserap olehnya seperti yang perna
“Selamat datang, di gerbang Land of Soul, para Guardians of Jade.” Kalimat itu terdengar bagai sebuah kemustahilan di telinga keempat pemuda itu. Baik itu Kenneth, Nerwin, Ethan, atau bahkan Elise, mereka tak mengenal sosok gadis di depannya juga tak memahami maksud ucapannya. Nerwin-lah yang pertama kali membalas ucapan gadis itu. “Kau, gadis yang aku lihat di teluk Feilas beberapa hari yang lalu.” Gadis itu tersenyum dan mengangguk pada Nerwin. “Mengapa menuntun kami kemari?” Meski suaranya tenang, tapi ada sedikit getar dalam pertanyaan yang disampaikan Elise. Sosok gadis itu maju satu langkah
Ethan pernah membayangkan hal lain sebelum semua peristiwa ini terjadi. Sebuah kehidupan damai di Enver bersama dengan rakyatnya. Pamannya dan Lucinda yang mungkin bersedia mengalah dan menurunkan ego mereka, juga kebebasan yang akan dia miliki untuk menemui teman-temannya. Namun, hingga akhir hari semua itu hanyalah sebuah angan belaka. Bahkan ketika hari berganti, semua pemikiran itu tak pernah terlihat memiliki kesempatan untuk diwujudkan keberadaannya. Kini, setelah sepuluh tahun berlalu Ethan masih berjuang sendiri. Mempertahankan impian dalam benaknya yang terdalam. Menyembunyikan semua ketakutannya dalam topeng kekejaman. Hal yang selalu bisa Ethan gunakan ketika hatinya tak cukup tangguh untuk menghadapi dunia. Akan tetapi, ucapan gadis itu menghantui pikiran Ethan. Mungkinkah selama ini dirinya yang terlalu keras melawan dunia? “Apa yang kalian pikir
Cahaya ungu melingkupi langit kerajaan Crator. Cahaya terang yang tiba-tiba muncul setelah mendung pekat melingkupi mereka. Kilat dan petir menyambar seiring dengan kedatangan cahaya itu. Orang-orang berlarian keluar rumah dan memandang fenomena aneh yang belum pernah terjadi sebelumnya. Cahaya yang lebih terang dari senja namun lebih gelap dari langit biru biasanya. “Apa yang terjadi?”“Kenapa langit berwarna ungu? Apakah sedang ada bencana?”“Langitnya indah tapi juga menakutkan.”“Lihat! Langitnya semakin gelap di sisi utara. Apa yang terjadi?”Gumaman terdengar layaknya dengungan ribuan lebah. Menyelinap diantara udara dan tersalur layaknya gelombang tak terbendung. Fenomena cahaya ungu yang tak pernah terjadi sepanjang keberadaan kerajaan Crator itu terlihat di seluruh langit bahkan di langit beberapa kerajaan terdekat Crator, seperti perbatasan kerajaan Hireith dan Deamflum. Akan tetapi bagi sebagian kecil orang, fenomena langit yang indah itu adalah pertanda buruk untuk merek
Elise berada di tempat baru lagi. Sebuah tebing berbatu dan samudera luas di depannya. Dalam sekali lihat Elise langsung teringat dengan tebing Atiria di pegunungan utara. Sayangnya selain Elise taka da seorangpun di sana. Untungnya hal itu tak berlangsung lama. “Elise!” suara panggilan Nerwin terdengar di kejauhan. Elise menoleh dan melihat pemuda itu berjalan sambil melambai ke arahnya. Tak banyak yang berubah dari sosok Nerwin, tapi Elise bisa merasakan aura yang berbeda yang terpancar dari pemuda itu.“Dimana Ethan dan Kenneth?” tanya Nerwin segera setelah dia berhadapan dengan Elise. Elise tak menjawab karena dia memang tak tahu. Gadis itu hanya menggeleng sambil mengangkat bahunya. Lalu, tak lama sudut mata Elise melihat sesuatu yang melesat dengan cepat di langit. Elise menoleh dan melihat cahaya hijau di kejauhan yang tampak semakin dekat. Elise menoleh pada Nerwin dan melihat pemuda itu menggeleng. Keduanya bersiap dengan senjata masing-masing menanti benda itu turun. Bo
Tebing Atiria, awalnya hanya sebuah tebing kosong yang diabaikan di wilayah utara, tapi sejak beberapa hari yang lalu, puluhan pasukan mayat hidup dan puluhan monster muncul di tempat itu. Tempat yang awalnya sunyi dan dianggap sakral oleh penduduk setempat tiba-tiba menjadi riuh karena banyaknya bahaya yang tiba-tiba muncul.“ETHAN! AWAS!!”Ethan berbalik dan melempar sebuah tongkat besi yang berada tak jauh dari tempatnya ke arah seekor monster yang tiba-tiba terbang melesat ke arahnya. Tongkat besi itu melesat lurus dan menembus leher monster tersebut yang membuatnya jatuh terkapar di atas tebing berbatu. Bunyi bedebum dan getaran samar terasa asat makhluk besar itu jatuh menimpa beberapa monster lain di bawahnya.“Tepat sasaran seperti biasa,” gumam Nerwin dari bawah tebing.Kesenangan singkat itu tak berlangsung lama, karena masih ada ratusan monster lain yang terus mengepung tebing Atiria selama beberapa hari ini, tepatnya sejak cahaya ungu memenuhi langit. Hari dimana The Ameth
Jetstorm adalah sebuah wilayah yang berada di pesisir timur. Dikelilingi dengan hutan hujan di sepanjang perbatasan wilayah nya dan sebuah padang pasir di sebelah baratnya. Padang pasir yang tak pernah dilalui karena terik mataharinya. Juga karena tak ada sumber kehidupan yang ada di wilayah itu untuk bertahan hidup barang sejenak. Perlahan wilayah padang pasir itu menjadi wilayah luar yang diabaikan dan tak dipedulikan serta menjadi tempat terbaik untuk menyimpan pasukan secara diam-diam.Lucinda, berdiri di tempat itu dengan senyum merekah memandang ribuan pasukan mayat hidup yang telah siap untuk digunakan. Para tubuh tubuh tak bernyawa yang dikendalikan oleh mantra. Hanya tinggal menunggu waktu sebelum ribuan pasukan ini digunakan untuk meratakan Crator.Seringai tipis terlintas di wajah Lucinda mengingat rencananya. “Kakak, tunggu aku!”***Malam itu, Samantha diam-diam pergi keluar dari istana. Setelah pertemuan di aula tadi siang semua orang sangat sibuk dengan persiapan perang