Share

Interaksi

"Mom apa daddy marah karenaku?" tanya Gerald polos.

Anna menggeleng, "Tidak. Mungkin daddy sedang lelah setelah seharian bekerja."

"Tapi daddy memang sangat marah jika melihatku Mom," adunya.

Rasanya Anna ingin menangis detik ini juga, melihat wajah polos penuh luka tak kasat mata milik Gerald. Anna menangkup wajah tampan tersebut, "Ingat, sekarang ada mommy yang akan melindungi kamu. Mau daddy marah atau enggak, mommy tetap ada untuk kamu Sayang." Bagaimana ada manusia yang tidak memilki hati malah Tuhan utus untuk menjadi seorang ayah?

"Mommy janji tidak akan meninggalkanku?"

Anna mengangguk, "Mommy berjanji."

Kemudian ia mencium pipi tirus Gerald lalu memeluknya, Anna berjanji akan membuat Gerald bahagia.

Beruntungnya Anna dan Jeremy berbeda kamar, sejak hari pertama menikah Jeremy mengatakan bahwa mereka pisah kamar. Jelas Anna menyetujuinya. Dan sekarang ia bisa membawa Gerald untuk tidur bersamanya.

"Apa Gerald mau tidur bersama Mommy?"

"Gerald mau Mommy!" pekiknya girang. Selama ini bocah laki-laki itu tidur seorang diri, sejak umur Gerald dua tahun Jeremy sudah tidak mau melihat wajah anaknya tersebut. Entah apa alasan Jeremy melakukan hal itu. Gerald kecil juga tidak tau ke mana ibu kandungnya, tau-tau ia hanya sendiri di kamar sempit nan gelap itu.

"Ya sudah. Makannya dihabiskan dulu, terus nanti gosok gigi lalu tidur. Mengerti?"

Gerald mengangguk, "Mengerti Mom."

"Anak pintar,"

Anna kembali menyuapi Gerald sampai makanan itu benar-benar habis tak tersisa. Gerald makan dengan sangat lahap, membuat Anna senang melihatnya. Setelah piring tersebut bersih. Anna mengajak Gerald untuk menggosok gigi dan membasuh kaki tangan bocah tersebut. Barulah ia menemani Gerald untuk tidur. Tidak butuh waktu lama untuknya tertidur. Tetapi Anna masih tetap mengelus kepala Gerald sampai benar-benar ia tertidur nyenyak.

Karena Gerald sudah nyenyak dalam tidurnya, Anna turun dari ranjang lalu beranjak menuju dapur sambil membawa piring kotor bekas Gerald. Anna juga belum makan malam, ia berniat untuk sekalian makan di bawah.

Anna mendengus saat melihat Jeremy ternyata ada di meja makan juga. Mau menghindar juga percuma, Anna tidak mau Jeremy merasa bahwa dirinya takut sekarang. Anna mengambil nasi seperti biasanya, seolah tidak melihat keberadaan Jeremy yang kini menatapnya tajam.

Menyuapkan nasi ke mulutnya dengan santai, tatapan intimidasi Jeremy bukan apa-apa bagi Anna. Karena Anna yang seakan tidak menganggapnya ada, Jeremy membanting sendok dan garpunya.

"Kenapa?" Tanya Anna mengangkat kedua alisnya.

Jeremy tidak menjawab ia pergi begitu saja. Ia merasa bahwa kali ini ada orang asing yang berani kepadanya. Selama ini tidak ada orang yang tidak bertekuk lutut pada Jeremy. Sial! Baru ia temukan wanita seperti Anna.

Jeremy beberapa kali mengumpat, ia keluar dan mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Padahal malam ini Jeremy ingin tidur dengan tenang, namun pemandangan yang ia temui membuat moodnya memburuk. Entah emosinya memuncak saat melihat Anna dekat dengan Gerald, Jeremy tidak suka melihat Gerald. Ia benci dengan anak dari wanita murahan itu.

Jeremy membenci ibu dari Gerald, yang merupakan mantan istrinya. Cintanya habis ia berikan semua kepada Maureen. Tetapi sayang, Maureen mengkhianatinya. Saat ia masih menikah dengan Jeremy, wanita itu tidur dengan laki-laki lain. Hingga akhirnya Mauren hamil Gerald. Ya, Gerald ternyata bukan darah daging Jeremy. Itu sebabnya Jeremy sangat benci melihat wajah Gerald.

Kesetiaan dan ketulusannya pada Mauren dibalas dengan pengkhianatan. Mauren berselingkuh sampai menghasilkan benih yang kini menjadi sosok bocah laki-laki itu. Jadi jangan anggap Jeremy jahat, ia sudah baik membesarkan anak tersebut meski Jeremy benci dengan hadirnya Gerald.

Dan itu alasan Jeremy tidak lagi mempercayai wanita, menurutnya semua wanita sama saja. Hanya mau harta Jeremy saja. Anna juga seperti itu dimata Jeremy, wanita yang hanya butuh harta Jeremy, tidak lebih. Nyatanya tidak ada wanita yang benar-benar tulus mencintainya. Persetan dengan cinta!

Jeremy mengendarai mobilnya menuju rumah Frans, yang merupakan satu-satunya teman Jeremy sejak kecil dulu. Frans sudah hafal dengan kelakuan Jeremy.

Sesampainya di depan pintu apartemen Frans, tanpa aba-aba Jeremy masuk begitu saja. Frans sudah tidak heran dan ia juga sudah tau itu Jeremy.

"Ada apa lagi?" tanya Frans bangkit dari kasurnya beranjak ke depan.

Frans melihat wajah Jeremy yang tampak menahan amarah. Frans sudah biasa melihat Jeremy seperti, "Kenapa?"

"Sialan! Wanita itu sekarang dekat dengan Gerald,"

"Ya bagus. Kenapa kau marah?"

"Aku tidak suka melihat dia dekat dengan bocah ingusan itu,"

Frans memicingkan matanya, "Apa kau cemburu Jer?"

Mendengar itu Jeremy langsung menyiratkan tatapan membunuh, "Shit! Apa yang kau katakan!" emosinya semakin membludak.

Selain Robert dan juga Anna ada manusia lain yang juga tidak takut dengan kemarahan Jeremy. Ya dia adalah Frans. Berteman dengan Jeremy sejak kecil membuat Frans terbiasa melihat kemarahan Jeremy, bahkan ia sering melihat Jeremy membunuh orang dengan kedua tangannya.

Menurut Frans sebenarnya Jeremy orang baik, ia tidak akan seperti iblis jika tidak ada orang yang memancing amarahnya. Buktinya Frans betah berteman dengan pria tersebut.

"Persetan dengan cinta! Kau tau aku sudah tidak mempercayainya Frans?" lanjut Jeremy.

"Apa aku bisa memegang omonganmu? Menurutku Anna berbeda, dia tidak seperti wanita lainnya yang mendekatimu hanya karena harta,"

Jeremy tersenyum simpul, "Kata siapa? Dia menerima perjodohan ini karena ingin menyelamatkan perusahaan daddynya yang bermasalah. Jadi apa menurutmu dia berbeda?" ujar Jeremy sambil menarik ujung bibir sebelah kanan.

"Aku rasa ada hal yang lain, bukan karena itu dia menerima perjodohan ini. Dan Anna adalah wanita berpendidikan, kau tau sebelum kau menikahinya dia adalah seorang guru kan?"

"Ya lalu apa karena dia seorang guru tidak ada kemungkinan dia seperti Maureen atau malah lebih seperti wanita jalang itu!" ujar Jeremy keukeh.

"Lihat saja nanti, buktinya Gerald gampang sekali dekat dengan Anna. Padahal kau tau sendiri, dengan Maureen saja dia tidak mau,"

"Sudahlah Frans! Aku ke sini untuk menangkan pikiranku malah kau beri argumen-argumenmu yang semakin menambah beban pikiranku!" amuk Jeremy.

Frans tertawa, "Kau pulang saja. Mencoba dekat dengan Anna apa susahnya?"

"Sialan kau Frans!"

***

Jeremy menikmati sarapannya dengan wajah datar, rasa-rasanya tidak ada mimik wajah lain yang bisa pria itu tampilkan. Selalu wajah datar dan dingin itu, Anna saja yang baru beberapa hari tinggal disana bosan. Bagaimana dengan para pelayan yang tidak bertahun-tahun melihat wajah Jeremy yang seperti itu.

"Jer apa bisa kita bicara sebentar?" tanya Anna yang baru saja duduk di hadapan Jeremy. Wanita itu ingin membicarakan perihal Gerald.

Kemarin sore saat mereka bermain, tiba-tiba Gerald mengatakan bahwa ia ingin bersekolah. Mengingat umur Gerald sudah lima tahun, Anna jadi ingin memasukkan dia ke sekolah tk.

Kebetulan, Anna memiliki teman yang mengajar di sebuah tk, ia bisa menanyakannya nanti. Apa bisa Gerald langsung masuk ke kelompok b langsung?

Namun sebelum itu, ia harus mendapat persetujuan Jeremy terlebih dahulu. Anna masih menghormati Jeremy sebagai seorang suami dan kepala rumah tangga.

Hanya saja, Jeremy kini malah menatapnya tajam. "Tidak bisa, aku harus segera ke kantor," jawabnya datar.

Anna sontak melirik jam tangan yang ada di pergelangan kirinya. Ia berdecak, masih pukul tujuh lebih, padahal Anna tau jam kerja kantor Jeremy jam 8. Artinya masih banyak waktu untuknya hanya sekedar berbincang sepuluh menit saja dengan Anna.

"Oh ayolah ini masih sangat pagi Jer, hanya sebentar. Aku hanya butuh waktu sepuluh menit saja tidak lama."

"Dua menit," ujar Jeremy sambil menyendokkan nasi ke dalam mulut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status