BU NAFIS OH BU NAFIS
"Dan Ibu tahu kan, gara-gara itu juga Mas Hasan juga harus menjalani operasi sampai patah tulang tangan seperti ini," lanjut Dinda."Eh Dinda semprul dengarkan aku ya! Siapa yang mau meminta musibah seperti ini? Tak ada yang mau dan tak ada yang ingin menjalani musibah! KAu tak tahu agama? Yang namanya musibah itu tidak bisa dipinta dan kita tidak tahu tanggal apesnya karena tak ada di kalender," hardik bu Nafi."Kau itu asal ngomong saja! Menuduh Ibu dan menyalahkan orang tua! Mbok ya di maklumi, yang namanya orang tua itu tempat salah dan mudah lupa, tapi Ibu tak berarti membuatmu dan Hasan cekcok juga! Tak ada niatan sedikitpun begitu! Kau harusnya intropeksi diri, mengapa hanya menyalahkan Ibu? Itu sih salah kamu yang tak bisa menjaga kandungan sampai gugur, kau emosi dan melampiaskannya padaku? Hah?" bentak bu Nafis terpancing emosi dengan perkataan Dinda."Kalau orang yang becus mah bisa menjaga kandungannya! Lagian ku kan malad sekaliBERDAMAI DENGAN EGO MASING-MASING "Balaslah perlakuan mertuamu itu! Sampai kapan kau mau dijajah dan ditindas seperti ini?""Tapi Dinda masih ingin kembali dengan Mas Hasan, Pah! Rasanya Dinda tak sanggup menjadi janda di usia ini, Pah," ujar Dinda lirih."Papa kan tidak menyuruhmu untuk berpisah dengan Hasan! Papa juga sudah menimbang omongan Mamamu semalam, Papa akan bersalah jika ikut campur urusan rumah tangga kalian. Papa hanya berkata kau harus bangkit dan kau harus bisa membalas semua perlakuan mertua itu," jelas papa Dinda."Bagaimana caranya, Pa? Sedangkan untuk bekerja saja di luar rumah Dinda tidak diizinkan oleh Mas Hasan," Kata Dinda lirih."Mengapa kau tak berpikir sampai sejauh itu? Kau bisa beralasan kerja di rumah kok, bisa berdandan dan zoom meeting dengan orang-orang di kantor, kau bisa pilih salah satu perusahaan Bapak yang ada di Kalimantan! Itu kan memerlukan zoom meeting hampir setiap hari, dan pekerjaannya bisa santai sambil ke cafe atau jalan-jalan. Kau hanya
JANGAN ADA IBUMU DIANTARA KITA, MAS!"Memang Ibu mengatakan apa saja padamu, Mas?" tanya Dinda memancing Hasan."Ibu kemarin mengadu padaku jika kau dijemput oleh seorang lelaki memakai jas dan naik mobil Alphard, Dek! Kita kan baru saja baikan, Mas tak akan marah padamu! Jika kau jujur andaikata itu adalah rental atau kau menyewa mobil tak masalah bagi, Mas," kata Dinda."Itu kan uangmu juga, tak ada Mas melarang-larang! Malah Mas justru merasa lebih lega jika itu terjadi daripada kau pergi dengan lelaki lain," kata Hasan."Mas, bisakah jangan ada ibumu diantara kita?" tanya Dinda."Apa maksudmu, Dek?" kata Hasan tak mengerti."Jadi kemarin papa menyuruh sopir menjemput Dinda, karena Papa khawatir jika naik travel sopirnya tidak safety atau ugal-ugalan. Aku menggunakan sopir Papa bukan sopir sembarangan," jawab Dinda."Sopir Papa?" tanya Hasan heran."Mas lupa bahwa Papa, itu juga bekerja di sebuah perusahaan besar tentulah dia punya kendaraan p
TEKAD DINDA!"Kalau itu, Ibu hanya bisa menyarankan bagaimana jika meminta uang penjualan mobil Dinda?" sahut bu Nafis."Bu, jangan berkata yang aneh-aneh begitu! Tak mungkin aku meminta uang itu pada Dinda sekarang ini. Uang penjualan mobil murni adalah hak Dinda, jika boleh jujur saja sekarang aku malu sekali, Bu,""Malu kenapa?" tanya bu Nafis. "Bagaimana Hasan tidak malu, Hasan kepikiran bagaimana Dinda membayar biaya semua nya di sana? Bukankah kuretase itu juga memerlukan biaya mahal, Bu? Dan yang seperti Ibu tahu saat ini, aku sama sekali tak memiliki uang untuk membiayainya," jawab Hasan.Bu Nafis langsung terdiam mendengar pernyataan itu dari putranya. Dia juga tak ingat kalau di sana Dinda sedang menjalankan operasi kuretase. Tetapi setidaknya di sana Dinda memiliki cadangan uang yang lumayan banyak hasil penjualan mobil. Jadi tak usahlah sebenarnya Hasan memikirkannya itu dalam-dalam, yang penting dia bisa keluar dari rumah sakit ini dengan biaya
KEDATANGAN ARIF DI RUMAH SAKIT"Assalamualaikum," teriak seseorang dari luar ruangan tempat Hasan dirawat."Waalaikumsalam," sahut bu Nafis sambil membukakan pintu.Ternyata itu adalah Arif dan beberapa anggota kepolisian lainnya. Mereka datang dengan pakaian rapi untuk mewawancarai Hasan. Hasan pun datang dengan membawa buah tangan untuk Hasan.Melihat kedatangan Arif sebenarnya hati Hasan memburu karena marah. Tetapi dia ingat, Arif saat itu memang bagian laka lantas tentulah dia akan banyak bertanya mengenai kejadian tabrakan yang dialaminya kemarin. Arif juga datang bersama beberapa temannya, tak mungkin juga sekarang dia marah dan meluapkan emosinya berkaitan dengan urusan pribadi. Dengan berjalan santai Arif menghampiri ranjang Hasan."Bagaimana, Mas Hasam keadaannya?" tanya Arif sambil menepuk bahu Hasan."Seperti yang kau lihat," sahut Hasan sambil tersenyum sinis.Ifah kebetulan keluar dari kamar mandi juga melihat kedatangan kekasih hatinya
TEROR DM IG[Akhirnya aku bisa keluar dengan Mas Arif dengan persetujuan Mas Hasan, Mbak]Send Ifah mengirimkan gambar. Kemudian Ifah juga mengupload status itu di sosial medianya dengan menutupi wajah Arif. Tanpa disangka itulah awal musibah bagi Ifah terjadi. Seharian ini Ifah bersama Arif. Kali ini hatinya tenang, karena tak dapat teror lagi dari kakak lelaki dan keluarganya. Dia mengurusi semua keperluan jasa Raharja kakaknya bersama Arif. Bahkan mereka menyempatkan diri untuk makan siang bersama. Tampak mereka sangat serasi sebagai pasangan bapak dan anak sebenarnya. Wajah Ifah terlalu baby face untuk usia Arif."Mas, maafkan perlakuan kakakku tadi ya," ujar Ifah di sela-sela makan mereka."Tak masalah, Mas lebih tahu bagaimana menghadapi orang-orang seperti Mas mu itu, masak mau meragukan Mas?" goda Arif.Ifah tersenyum simpul. Dia bahagia memiliki pasangan yang lebih dewasa. Karena begitu mengerti mengayomi dan melindunginya. Ifah seperti menemuk
KEDATANGAN KELUARGA KEDIRIIfah menatap mata Hasan. Haruskah sekarang dia mengatakan pada kakaknya tapi bagaimana reaksi kakaknya jika malah memarahinya. Saat ini dia tak memiliki pilihan lain, apalagi wanita itu mengancam memviralkannya. Ifah juga sudah langsung menghapus video dan fotonya saat bersama Arif tadi. Dia sangat ketakutan sekali saat ini apa yang harus Dia perbuat."Tidak Mas, Ifah tidak apa- apa kok," kata Ifah mencoba menutupi semua yang terjadi.Dia tak ingin Hasan saat ini tahu dan menjadi beban pikiran baginya. Ifah langsung berusaha memblokir Instagram milik mantan istri Arif tersebut. Tak lupa dia juga menscreenshot, semua ancaman nya. Dia tak lupa mengirimkan pada Arif. Tak lama HP Dinda berdering, satu telepon masuk dari Dinda kakak iparnya. Dia langsung pamit keluar dengan menunjukkan layar HP pada keluarganya."Mas aku keluar dulu ya, tak enak mengangkat telepon di dalam kamar ini, sinyalnya begitu jelek! Kartuku kan tak seperti Mas Hasan," pamit Ifah.Hasan me
Kejutan dari keluarga Kediri"Apakah keluarga mereka itu sekarang menjadi keluarga kaya mendadak?" kata bu Nafis dalam hati."Oh ya Hasan, kau pulang jam berapa nanti?" tanya Papa Dinda."Ini sebenarnya sudah boleh pulang, Pah! Tinggal menunggu dokter nanti siang untuk check satu kali lagi," jawab Hasan."Oke kalau begitu, nanti menggunakan mobil milik Dinda saja," perintah Papa Dinda.Hasan langsung salah tingkah mendengar sindiran mertuanya seperti itu. Apakah Dinda belum mengatakan pada papanya jika mobil itu sudah laku di jual, tapi bukankah Pak Bukhari kemarin sudah mengatakan jika uang tiga puluh juta itu di gunakan untuk membayar kuliah Ifah."Eh itu besan, anu mobilnya Dinda kan sudah di gunakan untuk membayar Ifah kuliah tiga puluh juta, bukankah Besan semalam sudah saya kasih tahu? Jangan pura- pura lupa deh Besan," ledek bu Nafis yang kasihan pada Hasan di sindir mertuanya."Tenang saja, aku membelikan anakku mobil baru! Agar dia tak di re
D 111 NDA"Bu, bisakah Ibu mengurusnya?" tanya Hasan."Kan ada istrimu, Dinda! Mengapa Ibu?" tolak bu Nafis."Tapi Bu, Dinda kan-""Alah biarkan dia yang mengurusnya! Harusnya dia yang mengurus keperluan suami bukan Ibu, sifat Ibu hanya membantu saja," potong bu Nafis."Mosok kau tega menyuruh Ibu yang mengurusnya? Kau tak lihat toh kaki Ibu juga masih sakit nih buat jalan bengkak," kata Bu Nafis."Anak saya juga habis operasi kuretase kapan hari Ibu Nafis yang terhormat! Ibu jangan pura- pura bodoh dan lupa! Bahkan bukan kakinya yang di operasi tapi rahimnya," jawab papa Dinda penuh penekanan."Ya kan kuretase doang, Pak! Rahim juga di dalem bukan di luar, amanlah tak akan apa- apa! Sedangkan saya ini jelas bekasnya, kuret itu lebih tak sakit di bandingkan operasi kaki ini! Wong jelas saya mengalami patah kaki yang lebih parah, lagian wong orang tua di suruh- suruh! Apa ndak punya pikiran," sindir bu Nafis."Maaf Bu ini jadinya siapa yang ikut d