KEDUDUKAN MENANTU DALAM KELUARGA SUAMI!
"Entahlah Mas, bodohnya Dinda tadi tidak menanyakan siapa! Tapi yang jelas namanya adalah Nova," jawab Dinda."Apa Nova?" tanya Mbak Alif terkejut."Iya Mbak, namanya Nova. Ini tadi Dinda juga sudah bernegosiasi untuk menyuruhnya datang ke sini lagi besok dengan cara yang baik-baik, jika dia menggunakan cara seperti itu, maka Dinda tidak akan membukakan pintu untuknya lagi," jelas Dinda."Bodoh mngapa kau mengatakan seperti itu?" hardik bu Nafis otomatis yang melupakan keberadaan orang tua Dinda di sana."Lah Ibu mau dia tetap teriak- teriak seperti itu dan semua tetangga datang?" sahut Dinda."Lah kau tak pakai otak? Bagaimana jika justru wanita itu nanti kembali lagi besok ke sini membawa rombongan orang yang banyak? Apa kau tak memikirkan sampai sana resikonya?" bentak bu Nafis mulai emosi."Bu, itu keputusan yang Dinda rasa paling mudah saat ini!" sahut Dinda."Jika memang Ibu tak terima dengan keputusaKEPERGIAN PAPA DINDA TANPA BANYAK KATA!"Apakah artinya kau tak mau lagi terlibat dalam masalah ini, Dek?" tanya Hasan sambil menatap mata Dinda dalam- dalam."Juju saja, Mas! Aku sebenarnya mau-mau saja turut campur dalam masalah ini, Mas! Aku ikhlas dan tak keberatan, dari pada dalam masalah ini tak selesai. Mengingat aku juga sudah menganggap keluarga ini seperti keluargaku sendiri, terutama Ifah yang sudah mulai dekat denganku, tetapi mengingat semua ucapan Ibu yang tak pernah sedikitpun mau menghargai dan mengerti semua pengorbanan dan usahaku untuk keluarga kalian, jujur saja aku sedikit tersinggung, Mas," jawab Dinda."Rasanya kok semua yang aku lakukan dan apa yang selama ini aku korbankan ini tak bernilai sama sekali, padahal aku murni melakukannya untuk keluargamu, Mas! Aku sampai mengesampingkan keluargaku sendiri, bahkan egoku, untuk tetap bisa bersamamu! Sampai detik ini rasa itu tak pernah berubah. Tapi sepertinya Ibu kurang menghargainya, sebenarnya a
LAMARAN DADAKAN"Tentulah aku keberatan! Adikku masih terlalu muda untukmu," hardik Hasan dengan muka memerah. Dia merasa Arif justru main- main dengannya saat ini. Dia terkesan menantang Hasan."Apa hanya itu alasannya?" tanya Hasan sinis."Tidak! Tidak hanya itu, istrimu ke sini dia melabrak adikku! Pikirkan keselamatannya, dong! Bagaimana jika itu terjadi di luar rumah? Siapa yang menjamin keselamatan adikku? Apa kau bisa menjaminnya?" cerca Hasan."Baik saya jelaskan dulu. Saya dan istri sudah bercerai sejak lama! Kami sudah tidak memiliki hubungan apapun secara sah di negara, maupun agama , kami sudah bercerai tepatnya hampir satu tahun yang lalu itu pertama," ucap Arif sambil mengeluarkan KTP nya lalu menaruhnya di atas meja."Silahkan baca sendiri, status di KTP saya apa? Bukannya apa- apa saya tak suka jika hanya modal bicara tanpa adanya bukti! Saya buktikan dengan KTP dan KTA saya," ucap Arif.Mas Andri mengambil KTP itu dan menunjukkannya pada
KEDATANGAN ARIF"Telepon Arif suruh dia ke sini sekarang!" perintah Hasan pada Ifah.Tanpa banyak bicara lagi Ifah segera mengirim pesan wa kepada Arif untuk menyuruhnya ke rumah. Dia juga mengatakan secara singkat sedikit detail cerita kedatangan mantan istrinya, Mbak Nova itu pada Arif."Iya, Mas! Mas Arif akan datang dalam waktu kurang lebih tiga puluh menit lagi karena masih ada urusan," jelas Ifah."Hasan kau jangan terlalu keras begitu dengan adikmu! Bagaimanapun juga Ifah itu adikmu, bukan musuhmu," tegur Mbak Alif karena kasihan dengan nasib Ifah yang ketakutan dan selalu di salahkan oleh adiknya Hasan."Jika seperti ini memang siapa yang menyelesaikan masalah, Mbak?" tanya Hasan."Hasan lagi! Mbak enak tak ada dalam satu rumah dengan kami, Mbak tak tahu bagaimana Hasan sudah lelah mengingatkan Ifah agar tak dekat! Hasan lelah menghadapi teror rumah ini! Hasan lelah, Mbak! Lelah sekali! Sampai Hasan menelantarkan istri Hasan sendiri, Hasan di mus
PERKARA LAMARAN!"Secara bibit, bebet, dan bobotnya, Arif rasa sudah memenuhi, jika memang boleh maka saya akan melamar Ifah secara resmi, terserah mau kapan, monggo! Agar saya dapat bertanggung jawab sepenuhnya pada Ifah kapanpun dan di manapun," kata Mas Arif santai."Apa kau serius?" tanya Mas Andri. Jujur saja saat ini Mas Andri juga bingung dia tak mengira dan tak menyangka bahwa temannya itu berani melakukan hal senekat ini. Memang dalam agama di perbolehkan saja melamar, mengingat status Arif yang jelas duda. apalagi Arif telah lama bercerai. Tetapi dia tidak menyangka justru sahabatnya akan menjadi nekat dan ingin menjadi adik iparnya."Apakah aku pernah bermain-main dengan ucapan sendiri? Kau tahu sendiri kan Andri, bagaimana aku sejak SMA dulu, Alif pun aku rasa kenal denganku mendalam! Aku tak pernah bermain dengan setiap ucapan dan aku akan membuktikannya. Bagaimana? Apakah Ibu Nafis setuju jika saya melamar Ifah?" tanya Arif sekali lagi."Kalau Ibu
TEROR ITU DATANG LAGI!"Menurutmu sendiri bagaimana, Dek? Apa Ifah mau segera di lamar Mas Arif dan menikah?" tanya Mas Andri kepada Ifah yang dari tadi hanya bisa terdiam.Ifah memandang takut-takut ke arah Hasan. Karena dia takut perkara ini akan membuat Hasan murka. Tetapi dalam hati dia ingin juga menyampaikan semua yang dirasakannya. Tidak hanya semua orang yang menilai dirinya."Dek, jawablah jujur saja! Insya Allah kami semua akan mengerti dan menghargai semua pendapatmu. Ini hidupmu, kau lebih tau apa yang terbaik untuk dirimu sendiri dari pada kam," bujuk Dinda agar Ifah mau menyuarakan isi hatinya. Dia tak mau adik iparnya itu sakit hati karena keluarga menolak lamaran Arif."Jujur saja kalau untuk menikah dalam waktu dekat ini Ifah rasa juga belum siap, Mbak! Ifah masih senang jalan-jalan, masih mau mengejar banyak mimpi. Tetapi kalau ditanya apakah Ifah mencintai Mas Arif, jawabannya satu iya. Ifah sangat mencintai Mas Arif, karena Mas Arif satu-satunya lelaki yang memperl
Kesehatan Mental Ifah!"Astagfirullah! Istighfar kau, Mas! Tak mungkin Ibu melakukan hal menjijikkan itu! Jangan aneh-aneh kau," tegur Mbak Alif yang tak terima ibunya di tuduh begitu oleh suaminya sendiri."Baca dan cermatilah ancaman ini! Lalu sambungkan dengan cerita-cerita sebelumnya pastilah begitu," ujar Mas Andri dengan wajah yang sangat serius."Istighfar, Mas! Kau jangan macam-macam. Dia Ibuku dan mertuamu! Awas saa kau mengucapkan begitu di depan semua orang," ancam Mbak Alif. Mendengar ancaman istrinya itu Mas Andri hanya menggarukkan kepalanya saja. Bagimana lagi dia juga takut kalau itrinya marah dan memilih pulang ke rumah bu Nafis. Akan panjang urusannya.Dinda teringat akan cctv yang di pasang beberapa hari lalu. Harusnya alat itu berfungsi dengan baik dan bisa merekam kejadian barusan. Dia segera masuk ke kamar diam- diam. Dia memastikan semua tak ada yang menguntitnya. Sang suami pun tak terlihat, mungkin Hasan sedang menyusul Mbak Alif dan Mas
MAS ANDRI SANG PEMBERANI!"Jangan, Dek! Nanti saja, aku tak ingin kamu menggunakan uang pribadimu lagi untuk biaya keluargaku! Aku malu dan tak punya muka juga berhadapan dengan Papa," kata Hasan memotong ucapan Dinda."Tidak bisa begitu! Kenapa kau menolak rezeki seperti itu? Memang kau punya duit?" Sahut Ibu Nafis yang tiba-tiba muncul dari belakang mereka. Semua menoleh ke arah Bu Nafis yang datang menghampiri dengan menggunakan daster andalannya, sambil membawa tongkat kayu."Astagfirullah, Ibu! Gantian dong, jangan mengagetkan semua kita yang di sini, kan tidak ada ibu tiba-tiba suara Ibu mengejutkan dan muncul dari situ, kenapa Ibu tak assalamualaikum dulu sih? Malah langsung membentak begitu," protes Dinda."Cerewet sekali kau! Lagian kenapa sih Hasan itu terlalu gengsian menerima bantuan dari istri sendiri? Hah? Jika yang membantu istri itu tak apa- apa dan halal saja! Toh ini demi kebaikan adikmu sendiri," tegur Bu Nafis."Kau tak perlu menjaga geng
PERSEKONGKOLAN DUA MENANTU!"Ibu sebenarnya tahu kan hal ini! Kenapa Ibu memilih diam bahkan tanpa Ibu sadari, Ibu rela mengorbankan mental anak perempuan Ibu sendiri Ifah! Sampai mental Ifah sekarang hancur seperti ini! Sampai kapan Ibu mau menyembunyikannya," tantang Mas Andri memancing amarah ibu mertuanya."Lancang mulutmu berkata seperti itu pada mertua! Tak akan damai hidupmu nanti," hardik Bu Nafis sambil terus berjalan tak memperdulikan ucapan Mas Andri.Mbak Alif segera berlari mengejar Bu Nafis. Dia takut Bu Nafis akan marah atau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Mengingat Bu Nafis itu tingkahnya tidak bisa diduga dan dapat melakukan tindakan di luar nalar mereka."Bu, Ibu! Tunggu, Bu!" tunggu teriak Mbak Alif mengejar Bu Nafis. Sedangkan Hasan sudah mengepalkan tangannya tanda marah. Dia sangat tersinggung dan terluka harga dirinya mendengar ucapan dari kakak iparnya yang mengatakan ibunya ada bermain api dengan lelaki lain di belakang. Rasanya bagi Hasan ucapan Mas A