"Apa mungkin Ibu masuk konten Ifah dan ingin viral?" tanya Eva.Eva dan Dinda segera meletakkan peralatan perang dapur mereka. Adik dan kakak ipar itu berlari ke depan."Astagfirulloh!" teriak Eva dan Dinda bersamaan."Mbak, apa ini tak akan mengakibatkan kesalahan fatal ke depannya?" tanya Dinda."Din, bukankah lebih baik kita ke dapur dan berpura- pura tak tahu saja?" sambung Eva.Mereka berdua terhipnotis dengan apa yang di lihat di depan mata kepala mereka sendiri. Ifah anak paling bontot dengan status pelajar sekaligus selebgram Madiun kesayangan bu Nafis, sekarang sedang membuat konten bersama teman- temannya. Dia menjadikan ajang birthday party ala- ala untuk sang Ibu."Hay Guys yang sejak kemarin tanya mana sih Ibunya? Ini dia Ibuk kulo (saya), hari ini beliau ulang tahu ke lima dua tahun! Yeay! Untuk memperingatinya mari kita menyakikan lagu selamat ulang tahun bersama," ajak Ifah.Happy birthday Ibu,Happy birthday Ibu,Happy birthday dear Ibu,Happy birthday Ibu,"Yeayyyy!
Dinda dan Eva melihat bu Nafis dan Ifah sedang bernyanyi lagu Inda, bukan itu yang menjadi masalah sebenarnya tetapi dandanan mereka yang sangat menor di tambah background Nanda yang berjoget ala- ala juga. Mereka melakukan live sosial media dari HP Ifah sepertinya."Bu! Hentikan!" teriak Eva.Namun ketiga orang itu tak menggubrisnya. Eva dengan geram langsung menyahut HP Ifah yang ada di tripod depan mereka. Mematikan siaran langsung yang sedang mereka buat."Heh Eva rada gila kau ya?" tanya bu Nafis."Mengapa kau matikan?" hardiknya lagi."Astagfirulloh Bu, istigfar! Eling dan nyebut, Ibu sedang melakukan apa?" tegur Eva."Apa salahnya? Aku hanya bernyanyi! Tak ada yang salah, lagian jika ada yang menyawer Ibu nanti dapet duit! Memangnya kalian menantu- menantu miskin bisa kasih Ibu duit," sindir bu Nafis."Bu, benar Ibu membutuhkan uang, kita manusia hidup juga pasti butuh uang tapi ndak gini caranya! Njenengann (kamu) sama saja mempermalukan diri sendiri bu," ujar Dinda."Heh mena
"Biar ibu mengaca Mbak, barangkali kaca di kamarnya kurang besar! Biar dia tahu kelakuannya seperti ini sangan memalukan!" ujar Hasan.Eva cekikan melihat tingkah Hasan. Dia segera menggantikan baju FIkri di dalam kamar."Bu, maksud panjenengan (kamu) itu apa?" tanya Zain.bu Nafis terdiam tak menjawab."Nih! Lihat bu, kaca besar ini mulai sekarang taruh di kamar Ibu!" ujar Hasan."Sekarang lihatlah penampilan Ibu! Bercerminlah!" perintah Hasan.Bu Nafis mendongakkan kepalanya berkaca pada cermin yang di bawakan Hasan. Menurunya tak ada yang salah dengan penampilannya. Kebetulan sekali tadi Nanda datang, jadi dia meminta tolong Nanda mendadaninya."Tak ada yang salah," gumam bu Nafis."Astagfirulloh Bu!" pekik Hasan setengah frustasi sambil mengusap kasar wajahnya."Lihat ini! Bayangan di cermin ini? Apa pantas istri dari seorang kyai pemimpin yayasan seperti ini? Boleh bu berdandan asal jangan berlebihan," ucap Hasan."Ibu tahu kan bagaimana hukum memakai bulu mata sambungan? Hukum me
JUAL MOBIL DEMI ADIK IPAR"Bagaimana kalau kita jual mobil Dinda saja Mas, untuk tambahan biaya sekolah Ifah," usul Dinda."Apa?" tanya Hasan terkejut."Iya Mas, jual aja mobil Dinda! Menurutku itu ide satu- satunya saat ini yang paling rasional," ujar Dinda."Tapi Dek, itu barang milikmu! Bahkan kau membelinya dengan uangmu sendiri, bagaimana bisa kau berpikir akan menjualnya demi kuliah Ifah?" tanya Hasan."Ya Dinda tahu kok Mas, ada beberapa alasan mengapa aku mengatakan jual saja mobil itu! Pertama secara logika hanya itu aset yang kita punya sekarang Mas, mobil yang Mas pakai itu milik siapa? Bukankah itu mobil peninggalan Abah yang artinya masih milik bersama dari warisnya? Akan repot Mas nantinya," kata Dinda."Lagian mobil milik Dinda kan sudah tua Mas, paling hanya laku di kisaran delapan puluh juta, tak akan rugi jika menjualnya sekarang! Sedangkan milik Abah usia mobilnya jauh lebih muda dan lebih worth it untuk di pertahankan," sambung Dinda."Toh kalau mobil itu di jual n
DI KASIH JANTUNG MINTA HATITapi Fah, bukan begitu maksud Mbak Dinda!" teriak Dinda yang tak di gubris Ifah."Mati aku! Memang tak bisa anak seperti itu di kasihani! Di kasih jantung malah minta hati," Dinda merutuki dirinya kecerobohannya sendiri.Dinda berdiri hendak menyiapkan makanan, dia melihat magicom yang tadi berisi nasi kuning sudah kosong. Lalu beralih ke panci di atas kompor, semua kosong."Tak mungkin rasanya makanan sebanyak itu di habiskan oleh teman- teman Ifah, lagian teman Ifah bukanlah anak bar- bar yang senang makan- makanan rumahan. Lalu kemana perginya nasi dan sisa sayur itu?" Dinda menggaruk kepalanya yang tak gatal.Dia lalu menuju dapur, menghitung piring kotor. Jumlahnya tak bertambah, seingatnya tadi masih ada sisa nasi yang lumayan banyak, masih cukup untuk makan malam keluarga mereka. Mengapa semua mendadak lenyap tak bersisa."Kau mencari apa sih Dek?' tegur Eva yang baru pulang dari Masjid sendiri."Loh Fikri mana Mbak?" tanya Dinda."Ikut Abinya di Mas
Ifah datang dengan membawa trippod dan Hpnya. Tanpa mempedulikan semua yang ada dia dengan sigap menyetting semua."Kita bikin konten dulu dong," ajak Ifah."Kau keterlaluan Dek!" tegur Hasan."Eh Mas Hasan jangan salah, apa Mas Hasan tak belajar dari kejadian Abah? Saat Abah sedo atau meninggal secara mendadak itu Mas tak ingat bahwa kita tak banyak memiliki foto atapun video kenangan bersama keluarg," sanggah Ifah."Momen seperti ini perlu di abadikan Mas, selain untuk konten biar nanti ketika Fikri gede bisa melihat kenangan saat dia kecil dulu! Jadi ada memori masa kecil yang bisa di lihatnya," lanjut Ifah mencari pembenaran atas tindakannya."Biarkan Le, benar apa kata Ifah! Rasanya kalau mengingat kematian Abahmu itu Ibu juga menyesal, mengapa saat beliau masih ada kami tak memanfaatkannya bersama, untuk mengambil gambar kenangan yang banyak! Sehingga jika ibu benar- benar merindukannya Ibu memiiki gambaran kenangan saat itu berwujud foto atau video, bukan hanya dalam ingatan sa
"Ya sebenarnya cuma sekitar tiga puluh juta Mas, untuk pembayaran uang pangkal dan biaya satu semester apa ya istilahnya kayak SKS atau apalah aku juga nggak begitu paham," kata Ifah."Lalu kenapa kau meminta nominal lima puluh juta? Itu hampir dua kali lipatnya loh," ujar Hasan heran."Iya itu sih sebenarnya belum mencakup semua kebutuhan Ifah saat kuliah Mas, ifa juga mengukur kemampuan kok! Kalau dipikir-pikir lagi sebenarnya jumlahnya lebih dari itu, bayangkan saja uang UKT tiga puluh juta, iPad second lah tak usah baru sudah lima belas juta total tiga puluh lima juta," ucap Ifah."Ditambah lagi untuk beli iPhone baru yang pro max tiga belas sekitar second-nya dua puluh juta harusnya semua jadi enam puluh lima juta, tapi Ifah pikir-pikir lagi mending uangnya buat beli ipad dulu karena itu kebutuhan," sambung Ifah.Dinda dan Eva saling bertatapan dan melongo mendengar semua tuntutan dari adik iparnya. Begitupun Hasan dan Zain hanya bisa mengelus dada."Fah apakah kamu sadar berkata
"Ada apa Bu?" tanya Eva yang ikut panik mendengar teriakan bu Nafis."Kau memasukkan racun ya di masakannya? Apa kau memasak tak menggunakan panci bersih?"cerca bu Nafis."Hah? Tidak Bu! Eva masak bersama Dinda tanya saja dia, Eva memasak sesuai kok seperti biasanya, masak iya untuk di makan keluarga Eva memasukkan racun! Ibu ini aneh!" sanggah Eva."Heh ini ada yang komplain ke ibu, katanya perutnya mulas setelah memakan masakanmu! Sengaja kau ya? Mau mempermalukan Ibu?" tanya bu Nafis."Astagfirulloh Bu! Jika memang Eva memiliki niatan seperti itu apa ndak sekalian Eva bubuhkan sianida di masakan malam ini? Nyatanya setelah makan kita semua baik- baik saja to?" tanya Eva."Bu Maaf Dinda potong! Kalau memang bnar itu sebab masakan Mbak Eva harusnya Ifah juga sakit perut kan, tadi makanan buatan Mbak Eva yang memakan paling banyak teman- teman Ifah! Dek perutmu sakit?" tanya Dinda ke Ifah yang masih cemberut.Ifah menggelengkan kepala."Apa temanmu ada yang komplain padamu mengatakan s