Sabtu pagi rumah Bu Aminah sudah sangat sibuk, beberapa tamu sudah berdatangan ditambah dengan meriahnya hiasan di setiap sudut rumah. Hari ini adalah pesta acara tujuh bulanan Yeni. Memang Bu Aminah meminta acaranya diadakan di rumah, selain kalau diadakan di apartemen tidak memungkinkan. Bu Aminah juga sudah lama menginginkan kehadiran seorang cucu, makanya beliau sangat antusias saat tahu Gavin akan mengadakan acara tujuh bulanan tersebut.
Yeni dari pagi sudah didadani layaknya seorang pengantin. Wajahnya yang cantik semakin bersinar dan memperlihatkan sosok keibuan. Bu Aminah sangat bahagia melihatnya, berulang kali dia mengecup mesra menantu kesayangannya itu.
Gavin juga tidak kalah gantengnya hari ini, ia juga ikut berdandan layaknya seorang pengantin. Sementara Alya seperti biasa selalu dituntut ibunya untuk mengikuti setiap acara dengan runtut padahal dia ingin sekali menghindar dan pergi dari sana. Ini mengingatkannya saat acara pernikahan Gavin dulu.
&
“Al, pacarmu, tuh,” bisik Ryan lirih.Tentu saja Alya masih bisa mendengarnya. Ia mengangguk kemudian berjalan mendekat sementara Ryan bergegas masuk ke dalam kabin apartemennya. Ia tidak ingin membuat runyam permasalahan dan juga memilih tidak ingin turut campur.Alya menghentikan langkahnya tepat di depan kamar, menatap Gavin yang masih diam dan terus menatapnya marah.“Mas Gavin dari tadi di sini?” tanya Alya menyapa.Gavin tidak menjawab sudah melepas lipatan tangannya dan meminta Alya mempercepat membuka pintu apartemen. Alya menurut dan langsung membuka pintu apartemennya. Mereka segera masuk dan Gavin langsung menutupnya hingga terdengar bunyi bedebam di bagian belakang sampai membuat Alya terjingkat kaget.Alya sontak menoleh dan menatap kesal ke arah kakak angkatnya yang ganteng itu.“Mas Gavin apaan sih. Pakai banting-banting pintu segala,” cercah Alya kemudian.“Kamu tuh yang apaan.
Hampir dua bulan berselang sejak kejadian Alya menghilang. Sejak saat itu Alya sedikit mengatur emosi dan perasaannya, ia tidak ingin membuat kakaknya salah sangka seperti waktu itu sehingga membuat jarak dalam hubungan mereka.Pagi ini Alya sudah bersiap akan berangkat ke kantor saat ponselnya terus berdering. Ada nama Gavin di layar utamanya.“Ada apa, Mas?” tanya Alya kemudian memulai panggilannya.[“Al, aku datang sedikit terlambat kali ini. Ini jadwal kontrol Yeni dan kebetulan dia mendaftar yang pagi. Tidak masalah ‘kan kalau aku datang terlambat?”] ucap Gavin di seberang sana.Alya hanya diam. Sebenarnya dia paling benci setiap Gavin menelepon dan memberitahu mengantar Yeni kontrol untuk alasan keterlambatannya. Alya lebih suka Gavin datang terlambat karena ban mobilnya bocor atau apa saja asal jangan Yeni. Entah mengapa Alya tidak suka kalau Gavin lebih memprioritaskan Yeni. Tetapi bagaimana lagi mereka suami istri da
“Kamu belum pulang, Al?” tanya Gavin sore itu di ruangan Alya.Seharian tadi usai Gavin menemani Yeni kontrol ke rumah sakit, dia langsung datang ke kantor. Meski sedikit terlambat, Gavin sebisa mungkin menyelesaikan pekerjaannya sehingga on time saat jam pulang kantor.Alya mengangkat kepala dan menatap kakak gantengnya itu dengan tersenyum.“Bentar lagi, Mas. Mas, mau pulang?” jawab Alya balik bertanya.Gavin hanya mengangguk kemudian sudah duduk di kursi depan Alya. Dia menghela napas panjang sambil mengamati Alya yang masih sibuk menatap laptopnya.“Aku tadi ketemu Ryan, Al. Ryan temanmu itu,” cetus Gavin kemudian.Alya terkejut dan langsung mengangkat kepalanya lagi menatap Gavin.“Terus ... ,” ucap Alya.“Ya, udah. Kami kenalan lagi, dia bahkan asyik mengajak Yeni ngobrol. Entah apa yang mereka bicarakan. Aku sedang mengantri obat saat itu, tahu-tahu pas kembali sudah
Gavin tergopoh turun dari mobil dan bergegas berlari menuju kabin apartemennya. Dia bahkan tidak melihat kalau ada Alya yang mengejarnya.BRAK!!Gavin bergegas membuka pintu dan berlari masuk menuju kamar. Ia melihat istrinya sedang terbaring di atas kasur sambil menggeliat kesakitan. Ia melihat ada bercak darah yang mengotori spreinya sekarang.“Sayang ... apa yang terjadi?” tanya Gavin panik.“Eng ... gak tahu, Mas. Aku tadi habis dari kamar mandi, terpeleset dan kemudian seperti ini. Perutku sakit banget, Mas,” rintih Yeni dengan kesakitan.Gavin sudah duduk di tepi kasur dan membantu Yeni untuk bangkit dari tidurnya.“Mas!!” Tiba-tiba Alya berhambur masuk ke kamar Yeni.Ia melihat Yeni sedang menggeliat di atas kasur seakan sedang menahan sakit. Gavin yang melihat kedatangan Alya tampak kesenangan.“Kebetulan kamu ke sini, Al. Ayo, bantu aku bopong Yeni ke mobil,” pinta Gavin
Gavin keluar dari ruang operasi menghampiri Alya yang menunggunya sedari tadi. Wajah Gavin terus tertunduk seakan sedang menyembunyikan pilu. Alya yang mengamati Gavin sejak keluar dari ruangan tadi hanya terdiam. Ia yakin telah terjadi sesuatu yang membuat Gavin seperti itu.“Mas ... apa semuanya berjalan lancar?” tanya Alya begitu Gavin sudah duduk di sampingnya.Gavin mengangguk lesu sambil menatap Alya.“Ada apa, Mas? Apa si Kecil sehat?” lagi Alya bertanya.Tidak ada jawaban hanya helaan napas panjang yang keluar dari mulut Gavin. Alya tahu sepertinya ada sesuatu yang menimpa buah hati Gavin.“Mas ... .” Alya menyenggol lengan Gavin membuat pria bermata sipit itu melirik ke arahnya. Lagi-lagi dada Gavin bergerak naik turun seakan mencoba mengolah udara yang keluar masuk di paru-parunya.“Putriku mengalami kelainan jantung, Al. Dokter sedang memeriksanya sekarang,” jelas Gavin kemudian.
Gavin baru saja keluar dari kamar tempat Yeni dirawat inap. Dia tampak berantakan, rambutnya kusut, matanya juga tampak merah. Jelas sekali terlihat kalau Gavin baru saja melalui malam yang melelahkan sepanjang hidupnya.Semalaman Yeni tidak bisa tidur, ia terus menangis histeris. Dia bahkan tidak mau memompa ASI-nya dan terpaksa Gavin mengizinkan suster memberi susu formula terlebih dulu untuk putrinya.Ini semua tidak seindah yang dibayangkannya. Padahal saat hamil kemarin, Yeni begitu menantikan kehadiran buah hatinya namun, begitu lahir dia malah menyia-nyiakan. Meskipun ini bukan kesalahan Yeni, tetapi Gavin sedikit menyesalkannya.“Vin,” sebuah seruan lembut menyapa telinga Gavin.Gavin menoleh dan melihat Bu Aminah sedang berjalan mendekat bersama Alya.“Ibu ... ,” sapa Gavin langsung berhambur memeluknya. Bu Aminah membalas pelukan Gavin dan mengelus punggungnya berulang.“Kamu pasti lelah semalaman menj
Bu Aminah dan Alya baru saja berpamitan pulang saat malam semakin larut. Yeni juga masih terlelap dalam tidurnya. Gavin menghela napas panjang sambil menatap sosok istrinya yang sedang terbaring pulas. Ia berharap malam ini Yeni sedikit tenang tidak seperti kemarin malam.Sekilas Gavin melirik ke alat pompa ASI yang baru saja diberikan suster untuk Yeni. Lagi-lagi Yeni menolak untuk memompa ASI dan memberikan ke si Kecil. Dia terus berkata kalau bayi tersebut bukan putrinya. Entah apa yang membuat Yeni berpikir seperti itu padahal jelas-jelas makhluk mungil yang tak bersalah itu keluar dari rahimnya.‘Apa memang seperti ini yang terjadi pada ibu yang mengalami baby blues?’ batin Gavin.Sebuah helaan napas panjang lolos keluar dari bibir tipis Gavin. Pria bermata sipit itu sudah menyandarkan kepala ke bantalan sofa dan mulai memejamkan mata seakan sedang melepas kepenatannya. Ia hanya berharap semua yang dialami Yeni cepat berlalu dan si Keci
Sudah lima hari Yeni dirawat di rumah sakit dan kini saatnya ia diperbolehkan pulang. Saat melihat kejadian canggung antara Gavin dan Alya kapan hari, Yeni sama sekali tidak mempermasalahkannya. Yeni beranggapan kalau hubungan antara Gavin dan Alya memang sudah sangat dekat layaknya adik dan kakak. Seperti saat ini, Yeni melihat Alya ikut sibuk membantunya saat akan pulang.Gavin sedang sibuk mengurus administrasi di rumah sakit dan Alya yang menemani Yeni di mobil. Alya tampak kesenangan saat menggendong putri Gavin dan Yeni. Alya terus tersenyum sambil menatap makhluk kecil yang sedang meringkuk dalam gendongannya.“Dia lucu banget, sih,” gumam Alya. Ia sudah berulang kali mengucapkan kata itu dan tentu saja membuat Yeni tersenyum mendengarnya.“Makanya, Al. Buruan nikah, terus bikin sendiri,” seloroh Yeni.Alya hanya meringis dan mengunci tatapan ke makhluk mungil dalam pelukannya.‘Kira-kira si Dedek mengizinka