Gavin mengerjapkan mata sambil melirik ke arah sebelahnya. Dia tidak melihat Putri terlelap di sana. Apa buah hatinya sudah bangun? Tapi siapa yang mengangkatnya. Tidak mungkin babysitter berani masuk ke kamar Gavin. Gavin bergegas bangun dan beranjak hendak keluar kamar. Namun, langkahnya langsung terhenti saat melihat Yeni masuk ke dalam kamar sambil menggendong Putri.
“Eh ... Papa sudah bangun. Selamat pagi, Papa!!” sapa Yeni sambil menggerakkan tangan Putri yang berada di gendongannya. Gavin terdiam. Dia tidak bisa berkata apa-apa namun, sorot matanya yang sipit sudah berbinar kesenangan.
“Mau sarapan apa, Mas? Aku masakin!” ucap Yeni lagi sambil tersenyum ke arah Gavin.
Gavin sedikit terkejut dengan pertanyaan Yeni kali ini. Sejak dia bekerja dan ada ART di rumah, Yeni tidak pernah memasak untuknya. Mengapa kali ini dia menawarkan sarapan pagi untuk Gavin.
“Eng ... terserah kamu, Sayang,” jawab Gavin akhirnya. Yeni
Istirahat makan siang, Alya menghampiri Gavin di ruangannya selain untuk makan siang bersama, Alya juga berencana menunjukkan sesuatu ke Gavin. Alya sudah duduk bersebelahan dengan Gavin kemudian mulai membuka bekal makanan yang dibawakan Yeni tadi. Ada nasi putih, sambal goreng kentang ati, mie dan juga tumis kacang panjang ditambah ayam goreng. Semuanya terlihat menggoda selera Alya.Alya jadi teringat saat dulu dibawakan bekal juga oleh Yeni. Dia sempat tidak mau memakannya bahkan gara-gara itu juga ia jadi belajar masak. Tetapi sepertinya saat ini Alya mengalah saja dan akan menghabiskan semua bekal makanan yang dibawakan Yeni. Anggap saja ini pemberian dari istri pertama untuk istri kedua. Alya sudah mengulum senyum menertawakan benaknya yang melintas. Gavin melihatnya dan menoleh ke arah Alya.“Kenapa? Kok senyum-senyum gitu? Seneng dibawain bekal?” tanya Gavin.Alya buru-buru menarik senyumnya. Siapa juga yang senang dibawakan bekal, dia bersi
Alya terkejut mendengar ucapan Gavin barusan. Gavin bilang dia tahu kalau Yeni berselingkuh, lalu mengapa dia diam saja selama ini.“Apa maksudmu, Mas? Kamu tahu Yeni selingkuh selama ini?” cercah Alya dengan pertanyaan.Gavin diam tidak bicara kemudian malah meminta Alya pindah posisi, berganti dia yang mengemudi. Pembicaraan mereka terhenti dan Alya menuruti kemauan Gavin. Mobil yang mereka tumpangi sudah berlalu pergi meninggalkan hotel itu. Alya mendecak kesal, matanya terus menatap Gavin dengan tatapan penuh amarah. Seharusnya Gavin yang merasakan amarah ini. Dia yang sudah dikhianati istrinya, tetapi nyatanya dia santai saja. Atau mungkin karena Gavin tidak benar-benar mencintai Yeni.Alya menghela napas panjang dan kini mengalihkan pandangannya keluar jendela mobil. Ia sedang kesal dan tidak tahu harus berbuat apa untuk membuat Gavin sadar.“Sebenarnya aku hanya menduganya, Al. Perasaan suami jika istrinya sudah berubah itu selalu
Gavin termenung duduk menyendiri di sudut kamarnya. Usai menguntit Yeni dan pembicaraan yang alot dengan Alya. Gavin dan Alya memutuskan langsung kembali ke rumah masing-masing. Hari sudah sangat sore sehingga mereka tidak melanjutkan pekerjaannya. Kini Gavin sudah tiba di rumah dan duduk menyendiri di dalam kamar.Ia yakin hari ini pasti Yeni akan pulang terlambat atau bisa jadi tidak akan pulang. Bukankah dia tadi sedang di puncak bersama bos tercinta. Mana mungkin mereka akan menghabiskan waktu sebentar, itu rasanya tidak mungkin. Gavin berulang menghela napas panjang sambil tangannya sibuk memijat keningnya. Entah mengapa pening tiba-tiba menerpa dirinya saat ini.Kejadian hari ini benar-benar membuat kepala Gavin sakit. Pada akhirnya dia tahu Yeni berselingkuh di belakangnya kemudian Alya yang terus menuntut agar dinikahi. Sebenarnya kalau dipikir-pikir Alya tidak salah sama sekali. Mungkin dia ingin menyembuhkan sakit hati Gavin dan membuat Gavin kembali ceria se
Gavin baru saja tiba di kantor, dia sudah keluar lift dan hendak menuju ruangannya. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti dan berbalik arah menuju ruangan Alya. Ada Rini, sekretaris Alya yang tersenyum ramah menyambut Gavin.“Alya sudah datang, Rin?” tanya Gavin mengawali.“Belum, Pak. Tadi sudah telepon, katanya akan datang terlambat,” jawab Rini.Gavin mengernyitkan alisnya sambil kembali bertanya,”Terlambat? Dia bilang mau ke mana?”Rini menggeleng kemudian sudah bersuara kembali.“Bu Alya bilang mau mengantar ibunya ke rumah bude. Ada acara keluarga di sana. Apa Bu Alya tidak memberitahu Pak Gavin juga?”Gavin diam, mata sipitnya sudah melirik sinis ke arah Rini. Dia sedang kesal saat ini dan secara tidak langsung Rini menyinggung kedudukannya di keluarga Alya.“Ya sudah, aku telepon Alya langsung saja,” pungkas Gavin. Ia sudah membalikkan badan dan berjalan kembali ke rua
Hari ini hari yang melelahkan bagi Alya. Padahal tadi pagi, ibunya hanya meminta dia antar ke rumah bude setelah itu Alya pulang dan ngantor. Namun, kenyataannya Alya terpaksa harus mengikuti acara prosesi pernikahan kerabat bude yang kebetulan juga Bu Aminah kenal.Alya mengumpat kesal, memaki harinya karena kelelahan. Dia sudah perjalanan pulang kali ini sendiri tanpa bersama Bu Aminah. Bu Aminah sengaja menginap di rumah bude. Berulang kali Alya menguap karena lelah. Ia mengantuk sekaligus capek. Rasanya untuk melanjutkan sampai ke rumah tidak memungkinkan.Alya memutuskan pulang ke apartemennya yang letaknya lebih dekat dari rumah bude. Ia memilih tidur di sana saja dan berangkat kerja dari sana esok pagi. Alya sudah memarkir mobilnya dengan rapi dan dia tidak melihat kalau ada mobil Gavin yang terparkir tak jauh dari tempatnya.Dengan lesu, Alya berjalan menuju lift, masuk dan menekan lantai paling atas. Dalam sekejap lift sudah mengantarkan dirinya tiba di
Alya membuka matanya perlahan saat sinar mentari sudah mulai masuk menerobos tirai kamarnya. Ia mengulum senyum bahagia sambil melirik pria yang sedang terlelap di sebelahnya. Semalam Gavin tidak pulang ke rumah dan memutuskan menginap di sini. Memang semalam Gavin menggoda untuk pemanasan malam pertama, tetapi mereka tidak benar-benar melakukannya. Otak Alya masih bisa berpikir sehat dan tidak mementingkan hawa napsunya.Alya menggeser tubuhnya mendekat ke arah Gavin kemudian sudah menjatuhkan beberapa kecupan di bibirnya. Gavin refleks tersenyum meski matanya masih terpejam.“Gak ngantor, Mas?” cicit Alya pelan.“Hmm ... nanti saja. Aku datang agak siang, kamu bisa izinkan ke bosku, ‘kan?” gumam Gavin masih dengan mata terpejam. Alya hanya terkekeh mendengar ucapan Gavin. Bagaimana mengizinkannya kalau Alya sendiri yang jadi bosnya.“Kata bosmu, kamu boleh izin satu hari ini menemani aku kok, Mas,” jawab Alya. P
Mobil Gavin sudah berhenti di sebuah rumah yang bersebelahan dengan mushola kecil. Dari apartemen Alya tadi, mereka sengaja tidak berangkat ke kantor tetapi menuju puncak hingga akhirnya berhenti di tempat ini. Alya terdiam dan menoleh ke arahnya, seakan bertanya.“Ini rumah siapa, Mas?” tanya Alya.“Ini rumah penghulunya dan kita akan menikah di sini, Babe. Mereka bahkan mencetak bukti hitam di atas putih kalau kita pernah melakukan pernikahan di sini,” jelas Gavin.Alya terdiam berulang menelan salivanya sambil terus menatap Gavin. Gavin balas memandangnya dan sudah tersungging senyuman dari bibir tipis Gavin.“Kenapa? Kamu takut. Kamu pikir aku tidak sungguh-sungguh dengan ucapanku,” ucap Gavin. Alya menggelengkan kepala dengan cepat kemudian tersenyum sambil menatapnya.“Bukan begitu, Mas. Hanya saja aku takut yang kita lakukan ini tidak benar. Aku takut kita menyalahi segalanya,” cicit Alya penuh
Alya terbangun sangat pagi kali ini, usai sholat subuh dia sudah bersiap. Memang dia sengaja membawa baju lebih banyak hari ini. Kemarin Gavin sudah mengingatkan kalau kemungkinan mereka akan bermalam beberapa hari.Alya menghela napas panjang saat melihat kebaya putih yang semalam sudah disiapkannya. Hari ini dia akan menikah dengan orang yang dicintai, seharusnya hari ini hari terindah baginya. Tetapi entah mengapa Alya merasa sedih apalagi kalau tahu kenyataan yang sebenarnya, ia harus merahasiakan pernikahannya ini.Alya memejamkan mata, bayangan wajah ayah dan ibunya berkelebatan di pelupuk matanya. Sungguh dia tidak ingin menjadi anak durhaka. Andai saja ayah dan ibunya tidak bersikap kolot dan mau menerima Gavin sebagai menantunya bukan hanya anak angkatnya pasti Alya tidak akan memilih jalan ini.Sebuah travel bag sudah siap dijinjing Alya keluar kamar. Alya yakin ibunya pasti akan bertanya-tanya jika dia membawa tas sebesar ini. Oleh sebab itu sengaja ia bawa keluar lebih dul