Share

Jadul Tapi Mantul
Jadul Tapi Mantul
Penulis: Bintang Kejora

Lompat Pagar

LOMPAT PAGAR

Namaku Pahlevi Siregar, akan tetapi biasa dipanggil Ucok. Kendaraanku sehari-hari adalah motor Supra tahun sembilan puluhan. Penampilan kuno. Sehari-hari jika di rumah aku justru lebih sering pakai sarung dan baju Koko. Jika pergi kuliah, aku memakai pakaian biasa saja, tanpa ikut-ikutan trend masa kini. 

Di kampus, berbagai macam gaya orang, banyak anak pejabat bergaya dengan mobil mewah. Padahal aku juga anak pejabat, ibuku adalah wakil bupati di daerah kami. 

Subuh itu seperti biasa aku ke mesjid sebelum dapat waktu subuh. Mulai mengaji menunggu waktu subuh, lima belas menit lagi sebelum waktunya, aku sudah mengaji, ini sudah kulakukan sejak pindah ke daerah ini.

"Selamat pagi?" tiba-tiba terdengar suara salam, akan tetapi aku lanjut terus mengaji, mungkin itu jama'ah yang baru datang. 

"Selamat pagi!" suara itu lebih keras.

"Assalamualaikum," salamnya sudah berganti, karena  salam itu wajib dijawab, aku berhenti mengaji. Aku menoleh ke belakang, seorang gadis berdiri di belakangku, dia masih memakai gaun tidur. 

"Waalaikum salam," jawabku kemudian.

"Bisa gak ngajinya gak usah  pake toa gitu, saya sangat terganggu, memangnya gak bisa pelan-pelan ?" kata wanita tersebut.

Aku melihat ke bawah, tak sanggup melihat wajah cantik tersebut. Astaghfirullah, dia masih memakai sandal.

"Maaf, tidak boleh memakai sandal ke dalam Masjid," kataku kemudian.

"Bikin aturan kalian pande, mentaati aturan tidak bisa, lihat itu jam, lagi enak-enak tidur justru kamu bising," kata wanita itu lagi.

"Astaghfirullah," lagi-lagi aku hanya bisa istighfar.

Beberapa jamaah datang, seorang Pria langsung menegur wanita tersebut.

"Heh, gak sopan kali kamu, masuk Masjid pakai sandal, pakai baju tidur lagi, sana keluar," kata pria tersebut.

"Yang tidak sopan itu kalian, jam segini sudah ribut," kata wanita tersebut.

"Pergi dari sini, jangan lompat pagar kamu?" kata seorang Pria yang lain.

"Suara kalian yang lompat pagar," wanita itu sepertinya tak mau kalah.

Jama'ah salat subuh makin ramai, wanita itu justru seperti tidak ada takutnya. Dia terus protes suara azan dan mengaji. Ternyata rumahnya tepat di belakang mesjid.

"Maaf, Bu, untuk ke depan saya tak akan pakai toa lagi, jika memang mengganggu tidur ibu." kataku kemudian.

"Jelas mengganggu, terima kasih, dan satu lagi gak usah panggil ibu," katanya seraya pergi. 

"Jangan mau diatur orang, Cok, justru suara ngajimu yang membuat kami rajin ke masjid ini," kata seorang pria setelah wanita itu pergi.

"Betul sekali, hanya setan yang keberatan mendengar suara orang mengaji," sambut yang lain.

"Kita harus saling menghargai," jawabku.

"Benar, kita memang harus saling menghargai, tapi jika orang menghargai kita, lihat itu dia masuk mesjid pakai baju tidur, sandal gak dibuka, mungkin dia non muslim," kata jama'ah yang lain.

"Sudah, sudah, sudah dapat waktu  subuh itu," kataku kemudian.

Ridho kemudian maju, dia mengumandangkan azan dan Iqamah, saya maju sebagai imam. 

Sebelum berangkat kuliah, aku menelepon orang tua, kedatangan wanita tadi sungguh mengganggu pikiranku. Apa iya selama ini suara ngajiku sudah mengganggu tidurnya. Di desa kami tak pernah ada yang protes dengan suara masjid. 

"Ayah, Mamak, aku mau minta pendapat," kataku kemudian. 

"Iya, Cok, silakan," jawab Ayah.

"Tadi waktu sebelum subuh, aku tarhim di mesjid, terus ada orang masuk mesjid, dia gak buka sandal, dia protes suara ngajiku, katanya mengganggu tidurnya. Aku jadi kepikiran, Yah, Mak, mungkin suaraku terlalu keras ya, atau jelek suaraku," kataku kemudian.

"Terus apa yang kau katakan?" tanya mamak.

"Aku bilang mulai besok, aku ngaji tak pakai pengeras suara, tapi jama'ah salat protes, kata mereka suaraku yang bangunkan mereka subuh, yang membuat mereka rajin ke masjid," kataku kemudian.

"Yang datang itu pasti cewek," kata Mamak.

"Iyar, Mak, mamak kok tahu?"

"Pasti cantik," 

"Mamak cenayang ya sekarang?" candaku kemudian.

"Bukan, Cok, tapi aku kenal anakku, jika sekiranya yang datang itu laki-laki  pasti kamu pukul, karena yang datang ceweknya cantik kamu mau mengalah," kata Mamak.

"Astaghfirullah, Mak,"

"Betul, kan?"

"Gak lah, Mak,"

"Itu kelemahanmu, Cok, cewek cantik, kamu harus bisa mengatasi kelemahanmu itu," kata Mamak.

"Ah, Mamak, pembahasan jadi melebar, yang dibahas sekarang bagaimana tindakanku, Mak, apakah memang menghentikan tarhim itu?" kataku sedikit kesal.

"Begini, Cok, di kota sama desa itu beda, jadi minta saran ke warga sanalah, Cok, " jawab Ayah.

"Iya, Cok, jangan karena cewek cantik yang melarang kamu nurut," kata Mamak lagi.

"Iya, Mak, assalamualaikum," 

"Waalaikum salam,"

Mamak selalu souzon padaku, atau memang iya. Akan tetapi dipikir-pikir jika laki-laki yang datang tidak buka sandal dan marah-marah memang bisa kupukul itu. Apa iya cewek cantik adalah kelemahanku? Ah, tidak, tiap hari aku digoda cewek, aku tetap bisa tahan. 

Pagi itu aku berangkat kuliah naik Supra. Saat tiba di persimpangan, aku lihat lampu kuning, aku berjalan pelan-pelan khawatir terjebak lampu merah. Tiba-tiba terdengar suara klakson panjang dari belakang. Ternyata mobil Honda jazz ada di belakangku. Aku tunjuk saja lampu yang sudah berubah merah. Mobil itu terus membunyikan klakson, aku coba meminggirkan motor. Mobil itu maju, saat sudah sejajar dengan motorku. Kaca di bagian sopir turun.

"Paham lalu lintas, Gak, dasar orang kampung!" teriak seorang pria di balik kemudi.

"Ya, paham,"

"Kok berhenti lampu hijau?"

"Lampu kuning," jawabku.

"Jangan-jangan kamu buta warna," katanya lagi.

Aku tak menjawab lagi, percuma diladeni. Akan tetapi kaca sebelah penumpang turun, terlihat wajah cantik, astaga, dia yang datang ke mesjid subuh tadi.

"Dasar orang Medan!" katanya.

"Heh, apa hubungannya dengan orang Medan?"

"Orang Medan gak paham lalu lintas," katanya lagi.

Ini sudah keterlaluan, saat aku mau bicara lagi, mobil itu sudah jalan karena lampu merah sudah berganti hijau. Aku lalu jalan juga. Di lampu merah berikut, lagi-lagi kami bersisian, entah apalah ini. Dari ribuan kendaraan kenapa harus bertemu orang sombong ini lagi.

Kaca bagian sopir turun, hanya untuk menunjukkan jari tengahnya. Aku diam saja, percuma juga dilayani.

Komen (12)
goodnovel comment avatar
Yosefa Wahyu
akhirnya ucok dibikinkan kamar sendiri
goodnovel comment avatar
Raisya_J
ini sambungan bang Parlin ya
goodnovel comment avatar
Ansyahri Romadhon
Akhirnya penantian ku yg lama sudah terbayar,,, terimakasih infonya, dan untuk kak author semoga sukses dan tetap berkarya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status