Dampak dari kericuhan yang terjadi di pasar tradisional kemarin sore, ternyata tidak hanya sekedar perseteruan dari segerombol pria mabuk.Belakangan, setelah dilakukan investigasi lebih dalam oleh pihak kepolisian, terungkap bahwa awal munculnya perseteruan bermula dari sebuah rumah warga yang berlokasi sangat dekat dengan area pasar tradisional, di mana rumah tersebut ternyata menjual minuman beralkohol tanpa ijin resmi, bahkan diam-diam telah menjadi tempat perkumpulan ilegal dari orang-orang yang mengkonsumsi alkohol, sekaligus menjadi sarang perjudian dalam kurun waktu hampir dua bulan terakhir.Pemilik rumah dan usaha ilegal tersebut merupakan sepasang suami istri.Keduanya akhirnya harus bersedia diamankan si mapolsek setempat demi menjalani pemeriksaan lebih lanjut terkait insiden tersebut, sementara rumah mereka yang hancur berantakan akibat perkelahian kini diamankan dengan garis polisi.Kejadian tersebut tentunya menjadi perbincangan hangat di kalangan khalayak umum serta b
"Udah belum, Ar?" Kepala Arda sontak nongol dari balik kap mobil yang terbuka."Belum, Ndan ..."Tria melirik sekilas arloji yang melingkar manis di pergelangan tangan kirinya. "Masih lama yah?" tanyanya lagi, berharap jawaban yang bakal ia dengar bisa sesuai harapannya."Masih lama gak, bang?"Mendengar pertanyaan Tria, Arda pun terlihat menanyakan hal yang sama kepada montir disebelahnya, yang masih setia berkutat dengan mesin mobil mereka yang mulai ngadat, sesaat setelah mereka meninggalkan Mapolres Talaud."Kayaknya sih begitu, Ndan, soalnya saya kan harus mengganti komponen yang ini dulu. Kalo gak diganti nanti udara yang masuk ke mesin akan terus terhambat dan itu yang jadi penyebab utama tenaga mobilnya kayak ilang gak bertenaga ..."Sang montir menjelaskan panjang lebar sembari menunjukkan kepada Arda filter udara yang sobek ditangannya."Ya udah deh, bang, lanjut aja lah kalo begitu ..." ujar Arda pasrah, kemudian dia memilih untuk meninggalkan montir itu sejenak agar bisa
Setelah usai mencuci piring serta seluruh peralatan yang digunakan, seperti biasanya Senja dan ibu-ibu majelis taklim, dibawah bimbingan Umi Zahra akan langsung mengadakan pertemuan kecil-kecilan dalam membahas sekaligus mempertanggung jawabkan keuntungan dari hasil catering yang mereka kelola, yang mana dari hasil keuntungan tersebut akan menjadi uang kas dari majelis taklim itu sendiri."Alhamdulilah ya, Nja, akhirnya kita semua bisa bernapas lega karena acaranya udah selesai dan berjalan dengan lancar ..." Bu Siti terlihat berucap semringah ke arah Senja."Iya, Bu, aku juga lega banget, karena kita semua bisa menghandle bagian konsumsi dengan sebaik-baiknya ..." tutur Senja sambil tersenyum."Lancar sih lancar ... Tapi tetap aja ada yang kurang ..." Celetukan Mpok Hindun yang tiba-tiba sukses membuat berpasang-pasang mata yang duduk memenuhi pelataran samping masjid Asy-Syuhada itu sontak mengarah penuh kesatu titik."Emang apaan, Mpok, yang kurang?" ujar salah seorang dari mereka
Tok ... Tok ... Tok ..."Masuk.""Ijin, Ndan ...""Oh, kamu, Ben ... Ayo duduk ..." Tria terlihat langsung antusias menyadari kehadiran Beno yang sesungguhnya sudah ia nantikan sejak tadi.Beno pun langsung menarik salah satu kursi yang ada didepan meja sang pimpinan untuk ia duduki.Kini mereka terlihat berhadap-hadapan dengan berantarakan meja biro milik Tria yang dilapisi kaca tebal."Gimana, Ben? Surat panggilannya udah dianter belum ke Ibu Senja?" tanya Tria to the point begitu dirinya membuka obrolan."Kayaknya sudah, Ndan ..."Alis Tria nampak bertaut mendapati jawaban mengambang Beno. "Kok kayaknya sih, Ben? Yang bener aja kamu ...""Maaf, Ndan, tadi anak buah dimintai tolong sama bang Rama buat nganterin dia ambil motor di bengkel. Pas dateng-dateng, egh, surat panggilannya malah udah dibawa sama bang Ridho ...""Jadi si Ridho yang nganterin surat panggilannya?" tanya Tria, seolah ingin meyakinkan."Iya, Ndan, bahkan kemungkinan besar suratnya juga udah nyampe ke yang bersang
"Njaaaa ...!!"Teriakan panjang yang Senja sudah hafal betul siapa gerangan pemilik suara tersebut terdengar begitu nyaring."Ya Allah, apaan sih, Mpok? Pake acara teriak-teriak segala, bukannya kasih salam dulu ..." omel Senja sambil menatap wanita paruh baya berbekal sebuah payung di tangan yang datang menghampirinya itu dengan langkah bergegas."Maaf, Nja ... Maaf ... Assalamualaikum ..." Mpok HIndun pun mengucapkan salam dengan napasnya yang lumayan ngos-ngosan."Waalaikumsalam ...""Assalamualaikum, Nja ...""Waalaikumsalam ... Loh, ada Bu Siti juga ternyata?" kedua alis Senja tak ayal langsung bertaut mendapati kenyataan bahwa ternyata Mpok Hindun tidak datang sendirian, melainkan bersama Bu Siti yang tak lain tetangganya.Alhasil Senja yang tadinya berniat untuk beberes dan menutup pintu lapak akhirnya mengurungkan niatnya sejenak, memilih menarik dua kursi secara bersamaan terlebih dahulu untuk Mpok Hindun dan Bu Siti."Duduk dulu, Bu, Mpok ...""Iya, Nja ..."Tanpa berlama-la
Dipikiran Senja, Yusuf Akhyar yang notabene seorang ASN tentu saja bisa lebih mudah mengurus segala sesuatu dengan Pemerintah setempat, mengingat pekerjaannya pun berkecimpung di dunia Pemerintahan.Yusuf punya banyak relasi dan teman-teman sejawat yang berkompetensi di badan dinas terkait, yang tentunya mampu mempermudah segala urusan.Kala itu Senja tak menyangka sama sekali jika kelak pernikahannya hanya seumur jagung, lebih tak menyangka lagi jika Yusuf Akhyar bisa berdiri dihadapannya saat ini dengan ekspresi wajah yang penuh kelicikan setelah sukses mengambil kesempatan atas keteledoran Senja.Kini pria itu telah mengungkapkan keinginannya untuk mengambil alih rumah begitupun juga dengan lapak miliknya, yang sudah jelas-jelas merupakan harta warisan peninggalan kedua orang tuanya.Apa boleh buat, sekarang semua harta tersebut pada kenyataannya memang telah berpindah tangan menjadi milik Yusuf Akhyar secara sah."Jujur aja yah, awalnya aku juga gak berkeinginan menguasai semua in
'Ayah sudah tua, dan memang sudah saatnya kamu kembali ..'...Tria menengadahkan kepala, menatap langit malam yang yang dihiasi bulan separuh.Kalimat terakhir ayahnya kembali terngiang dibenak, setelah hampir sejam yang lalu pembicaraan mereka via telepon itu berakhir.Ayah memang benar, perihal bahwa beliau sudah tua, begitupun dengan sudah saatnya dirinya kembali.Dua tahun lebih bahkan sudah nyaris tiga tahun, memang bukanlah waktu yang singkat, apalagi dalam kurun waktu tersebut terhitung tidak lebih dari dua kali Tria pulang menengok sang ayah.Luka hati Tria bisa jadi sudah sembuh, akan tetapi mengembalikan kepercayaan diri seperti sedia kala ternyata tidak semudah itu.Untuk itulah Tria tidak terlalu ngotot mengenai keberadaan dirinya ditempat yang masih bisa dibilang terpencil ini.Santai melewati hari, dan berusaha berdamai dengan kenyataan.Sesungguhnya kalau Tria boleh memutar waktu, tentu saja dia tidak ingin berlaku bodoh seperti yang pernah terlanjur dirinya lakukan!M
'Aneh ... Kenapa Pak Tria gak seperti biasanya, yah?''Tadinya aku pikir beliau pasti bakalan langsung bersemangat pas tau kehadiran Ibu Senja di kantor ini. Tapi kenyataannya, jangankan bersemangat, Pak Tria bahkan seolah gak lagi berminat meskipun hanya sekedar ingin tau apalagi sampai mencuri kesempatan biar bisa ketemu Ibu Senja ...''Apa yang terjadi ...?''Masa iya perasaan simpati dan empati bisa secepat itu hilang ...?''Mustahil ...!''Pasti ada sesuatu, pasti ada alasannya ...'Benak Beno dipenuhi spekulasi, namun toh ia tidak senekad dan sekurang ajar itu sehingga berani menginterogasi perasaan pria yang notabene merupakan pimpinannya sendiri.Beno pun akhirnya memilih undur diri dari ruangan sang pimpinan, sembari membawa setumpuk dokumen surat masuk yang hendak ia register dan arsipkan kedalam buku register surat masuk yang ada di ruang SPK, sesuai perintah yang baru saja ia terima.Namun begitu Beno keluar dari bingkai pintu sembari mengatupkannya kembali, ia malah dikej