"Mas sebaiknya jangan terlalu keras seperti itu wanita itu sampai menangis dan berlari meninggalkan tempat ini," ucapku sambil mendekati suami."Orang sepertinya harus diberikan penegasan agar dia tahu batasan," jawab suamiku sambil menghela napas dan bangun dari kasur. Dia raih handuk untuk bersiap mandi demi menemui kliennya."Aku yakin dia sangat marah dan dendam padaku, dia pasti mengira bahwa penyebab jarak diantara kalian adalah diriku.""Mengapa kau harus merasa bersalah seperti itu? Kamu adalah istriku dan salahnya dia sendiri untuk terus berharap dan mencari perhatianku padahal aku sudah menegaskan bahwa sejak kami berpisah, maka tidak akan ada hubungan yang terjalin selain hubungan profesional dalam pekerjaan. Pernikahanku bukanlah sesuatu yang akan mempengaruhinya dan dia harusnya tahu diri kalau kini aku ada yang punya," jawab Mas Hamdan dengan tegas."Ya, benar juga.""Baiklah kalau begitu, aku akan mandi dan ganti baju, pesankan sarapan dan kita akan makan di sini saja,"
Setelah menunggu hampir lima jam, suamiku terlihat datang. Dari kejauhan aku melihatnya menyusuri batu koral yang dipasang di jalan setapak yang ada di hotel itu.Ketika sampai di depan pintu kamar aku langsung menyambutnya dan mencium tangannya."Kau terlihat sangat lelah Apakah kamu sudah makan Mas?""Tadi aku makan dengan sajian ala buffet di hotel tempat meeting kami," jawabnya."Maukah kita pulang sekarang atau menginap semalam lagi?" Tanyaku yang prihatin melihatnya sangat lelah sekali."Besok aku akan ada pekerjaannya juga, jadi sebaiknya kita pulang, lebih cepat lebih baik," jawab Mas Hamdan dengan membelai pipiku. Ia masuk ke kamar lalu mengambil handuk dan pergi mandi, sementara aku, menyiapkan koper dan memasukkan semua barangku ke sana.Saat Mas Hamdan sudah selesai membersihkan diri aku telah menyiapkan baju bersih di atas tempat tidur."Ini bajunya, Mas," ucapku lembut."Terima kasih sayang," balasnya mencium pipiku, ia lingkari tangannya di perutku lalu menciumku sekali
Setelah menunggu hampir lima jam, suamiku terlihat datang. Dari kejauhan aku melihatnya menyusuri batu koral yang dipasang di jalan setapak yang ada di hotel itu.Ketika sampai di depan pintu kamar aku langsung menyambutnya dan mencium tangannya."Kau terlihat sangat lelah Apakah kamu sudah makan Mas?""Tadi aku makan dengan sajian ala buffet di hotel tempat meeting kami," jawabnya."Maukah kita pulang sekarang atau menginap semalam lagi?" Tanyaku yang prihatin melihatnya sangat lelah sekali."Besok aku akan ada pekerjaannya juga, jadi sebaiknya kita pulang, lebih cepat lebih baik," jawab Mas Hamdan dengan membelai pipiku. Ia masuk ke kamar lalu mengambil handuk dan pergi mandi, sementara aku, menyiapkan koper dan memasukkan semua barangku ke sana.Saat Mas Hamdan sudah selesai membersihkan diri aku telah menyiapkan baju bersih di atas tempat tidur."Ini bajunya, Mas," ucapku lembut."Terima kasih sayang," balasnya mencium pipiku, ia lingkari tangannya di perutku lalu menciumku sekali
"Harusnya aku bisa lebih tegas pada wanita itu," ucap Mas Hamdan sambil berjalan hendak membuka pintu tempat Haifa duduk.Untungnya secepat mungkin aku menarik tangan suamiku dan mencegahnya."Tidak perlu sedrama ini, Mas. Dia hanya numpang, jadi, kita anggap di penumpang biasa," bisikku pelan."Baiklah, aku tidak akan banyak bicara lagi," ucap Mas Hamdan sambil masuk ke dalam mobilnya."Kalian lama sekali, apa yang kalian perbincangkan?""Membicarakan sesuatu yang tidak perlu kau ketahui intinya!""Astaga, ku jutek sekali Mas," balas Haifa sambil mendengus.Mobil pun perlahan merayap meninggalkan hotel, masuk ke jalan raya lalu menambah kecepatannya. Lima belas menit dari jalan biasa kami masuk ke gerbang tol dan mobil berbelok ke kiri, mengarah menuju kota kediaman kami.Sepanjang perjalanan, kami hanya terdiam, mas Hamdan sibuk dengan kemudi sementara aku hanya melihat jalanan dan perbukitan yang menghanpar. Di jok belakang Haifa mengenakan headset sambil sesekali bersenandung."K
"Tumben kau datang ke sini membawa makanan, Apakah ada perayaan tertentu?" tanya ibu mertua."Tidak, aku hanya ingin makan malam dengan Mas Hamdan dan keluarga sekaligus ngucapin terima kasih karena dia udah nganterin aku pulang.""Kamu seharusnya tak perlu repot repot karena kami baik baik saja," ujarku sambil memaksa senyum padanya."ah, tolonglah, jangan buat aku merasa seakan tidak diterima di tengah tengah kalian. Aku sudah antusias beli steak dan seafood, aku harap kalian akan suka," ujarnya sambil mengeluarkan hidangan dan kantong restoran.Aku segera berinisiatif bangun untuk membantunya. Tapi, tanpa disangka wanita itu malah secepat mungkin menduduki kursi yang tadinya kududuki dan itu berdekatan dengan Mas Hamdan. Tiba tiba kecanggungan terjadi, aku dan suami saling menatap dengan berbagai isyarat tak nyaman sementara wanita itu pura pura tidak tahu saja."Hamdan Cobain nih, crab stik denga saus merah," ucapnya sambil menyendoki makanan ke piring suamiku.Sikapnya sangat man
"ibu, kalau ibu biarkan wanita gembel itu untuk menguasai rumah ini, maka tidak menutup kemungkinan dia akan berbuat semaunya dan memanjakan anak-anaknya tanpa memperdulikan masa depan Nisa lagi padahal Nisa adalah anak kandungnya Mas Hamdan.""Sebenarnya Ibu sedikit cemas tapi insya allah tidak akan terjadi seperti itu, Yanti adalah wanita yang baik dan tulus jadi ibu yakin dia tidak akan melakukan hal yang menghianatiku.""Kita belum tahu Apa rencana dia yang sebenarnya. Boleh jadi sekarang dia bersikap kalem dan tenang berusaha mengambil hati dan pura-pura baik padahal nanti setelah Ibu sudah tiada dia akan menendang nisa dari rumahnya sendiri."Mendengar hal itu raut wajah ibu mertua menjadi tidak enak dan seakan sedikit cemas, berkali-kali dia meremas tangannya lalu melepasnya. Haifa yang tahu bahwa dia sudah berhasil melancarkan hasutannya, langsung meraih tangan Ibu dan berusaha menatap wanita setiap paruh baya itu dengan tatapan seakan ingin mengambil hati dan perasaannya."Ib
Sepertinya Mas Hamdan benar-benar melakukan apa yang dia katakan. Terbukti setelah selesai olahraga dan mandi Dia segera pergi ke peraduan ibunya untuk bicara tentang hal itu. Sebenarnya aku penasaran apa yang akan dia katakan, tapi akan kutunggu saja di kamar.Ada yang agak kusesalkan, yakni, mengapa Haifa tiba-tiba datang lagi ke dalam kehidupan mantan tunangannya, padahal dia sendiri yang memutuskan untuk tidak jadi menikah dengan mas Hamdan. Apakah ada hal yang mengubah prinsip dan keyakinan wanita itu, ataukah dia menyesal telah melepaskan pria yang begitu berharga. Entahlah, yang pasti dia terlambat karena Hamdan adalah milikku sekarang dan aku akan tetap menjaganya dalam pelukanku.Aku harus punya cara, minimal sesuatu yang akan membuat dia malu pada dirinya sendiri dan jera, seperti hal yang kulakukan pada sari, istri mantan suamiku, imam. Sesekali aku harus melakukan sesuatu, agar wanita itu melihat bahwa aku juga punya prinsip dan kekuatan. Aku tak akan biarkan dia terus m
Betapa terkejutnya diri ini melihat pemandangan yang ada di layar ponsel, dadaku seolah diberikan hantaman besar oleh palu godam, aku sangat syok dan kehilangan kata-kata, hanya bisa menahan lelehan panas yang kini menganak sungai di sudut mataku."Ada apa?" tanya ibu mengernyit heran melihat ekspresiku."Ti-tidak, Bu," jawabku gugup. "Ibu makan dulu, saya harus ke belakang sebentar," jawabku sambil bergegas.Pemandangan itu amat mencungkil perasaanku, seperti pisau bermata dua yang ditusukkan secara vertikal, aku benar benar sakit. Di dalam sana terpampang foto suamiku sedang tidur pulas dan Haifa berada di pelukannya. Wanita itu nampak tak mengenakan baju, hanya menutupi tubuhnya sebatas atas dada lalu rambutnya tergerai dan dia meletakkan kepalanya di atas dada Mas Hamdan dengan senyum penuh kebahagiaan.Bagaimana tidak marah, murka, dan emosiku naik ke kepala jika pemandangan di depan mata amat menyakitkan mata dan perasaan."Apakah mungkin suamiku sudah mengkhianatiku? Tapi apaka