Malam ini hanya aku dan Mas Arman yang menemani Nenek di rumah sakit. Kami duduk berseberangan. Jarak kami hanya dipisahkan oleh ranjang yang ditiduri Nenek. Kami duduk dalam keheningan.
Mas Arman menatap Nenek dengan sorot mata kesedihan. Tangannya mengenggam tangan Nenek. Aku hanya bisa menatapnya. Menatap suamiku yang sudah lama tidak pulang. Mas Arman tampak sehat. Aku ingin sekali menanyakan kabarnya. Tapi aku tidak berani. Sejak pertama masuk ke kamar ini, dia bahkan tidak melihatku. Seolah-olah aku ini tak ada.
"Apa ada masalah di rumah?" suara Mas Arman memecahkan keheningan.
"... Tidak ada, Mas," aku senang akhirnya Mas Arman mengajakku bicara, walaupun dia sama sekali tidak menoleh ke arahku.
"Bagaimana Nenek bisa terkena serangan jantung?"
"Manda juga tidak tahu, Mas. Hari itu Nenek terlihat sehat dan ceria seperti biasanya. Tiba-tiba malam itu, Nenek tidak sadar
"Pak Hendra, kami sekeluarga turut berduka atas meninggalnya Bu Rosa. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran, dan Almarhummah dimaafkan segala dosanya dan diberi tempat yang terbaik di surga," ucap Bapak pada Papa."Aamiin. Terima kasih, Pak Wirjo,""Maaf, Pak Hendra. Kami tidak bisa datang tepat waktu untuk pemakaman Bu Rosa,""Tidak apa, Pak Wirjo. Bapak sekeluarga sudah datang ke sini saja, sudah cukup bagi kami,"Bapak datang bersama Ibu, Surya, Adi, Ayu, dan teman Bapak. Mereka baru saja tiba siang ini. Bapak mencarter mobil untuk ke Jakarta. Karena Bapak tidak bisa menyetir, Bapak mengajak temannya untuk membawa mobil."Kalian pasti lelah setelah perjalanan jauh. Sebaiknya istirahat dulu,""Maaf merepotkan Pak Hendra,""Tidak sama sekali, Pak Wirjo. Kita ini satu keluarga. Tidak perlu sungkan,""Mand
Acara tahlilan malam kedua Nenek sudah usai. Para tamu satu per satu pulang meninggalkan rumah ini.Mas Arman belum juga kembali sejak pagi tadi. Ke mana kamu, Mas? Apa semuanya baik-baik saja?Wanita itu juga masih di sini. Dia bahkan tidak turun ke bawah, untuk menghadiri acara tahlilan ini."Kak Tamara," panggilku pelan."Iya?""Tadi pagi ada tamu yang datang ke rumah. Seorang wanita. Apa Kak Tamara sudah bertemu dengannya?""Tamu? Siapa? Aku tidak melihatnya dari tadi," ujar Kak Tamara penasaran."Manda juga tidak kenal, Kak. Dia sudah bertemu Mama. Terus Mama membawanya ke atas. Sejak itu, Manda tidak melihatnya lagi,""Coba nanti aku tanya Mama,""Kak, boleh minta tol
Sayup-sayup telingaku mendengar suara kicau burung di luar jendela kamar. Kubuka mataku perlahan. Dengan sedikit mengantuk, aku memaksakan badanku untuk bangun. Aku melihat ke arah jam dinding. Pukul 6 pagi. Lalu pandanganku beralih ke sofa, tempat Mas Arman tidur. Mataku terbuka lebar, ketika aku tidak melihatnya di sana."Mas? Mas Arman?" panggilku.Mungkin Mas Arman ada di dalam kamar mandi. Tapi tak ada jawaban. Aku segera merogoh saku gamisku, mencari kunci kamar."Kuncinya? Di mana kuncinya? Apa Mas Arman yang mengambilnya?" ujarku dengan panik.Aku bergegas keluar kamar untuk mencari suamiku. Semula aku berniat memeriksa ke dalam kamar wanita itu, tapi aku mengurungkannya. Segera kulari ke bawah."Kiki," panggilku ketika melihat Kiki berada di bawah anak tangga."Iya, N
POV AUTHORSarah tersenyum puas, ketika melihat raut wajah Manda yang sedih."Apa?! Apa yang barusan Papa dengar? Dia bilang, dia istrimu?" Papa Hendra bangkit dari duduknya."Papa, tenanglah dulu," pinta Mama Andien sambil mengelus dada suaminya."Mama, dengar tadi yang dia katakan,""Iya, Pa. Makanya Papa tenang dulu. Arman akan jelaskan semuanya nanti,""Mama tidak kaget? Mama sudah tahu semua ini?!" tukas Papa Hendra sembari mengerutkan keningnya.Mama Andien terdiam dan seketika panik."Arman, kenapa kamu diam? Katakan yang sebenarnya," desak Kak Tamara dengan nada marah."... iya, benar. Sarah istriku," jawab Arman sambil menundukkan pandangan matanya.
POV AUTHOR"Manda, kamu sudah sadar?" ujar Tamara senang."Kak ...," ucap Manda dengan suara lirih. Dia berusaha bangun."Duduk dulu, Nda," Tamara membantu Manda untuk duduk menyandar."Kak ...? Manda ... tidak mimpi, kan? Mas Arman ....?" Manda meneteskan air mata.Tamara menjawab pertanyaan Manda dengan tatapan mata sedih. Suara tangis Manda mulai pecah. Dia memeluk Tamara sembari menangis tersedu-sedu."Kakak tahu ini berat. Hatimu pasti sakit," Tamara membelai lembut rambut Manda."Tapi kamu harus kuat, Nda,"Tangisan Manda semakin keras. Tamara merasa iba pada keadaan adik iparnya. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk membantunya, selain memeluknya.Tiba-tiba pintu kamar dibuka dengan kasar. Mama Andien muncul dengan raut wajah yang penuh amarah."Ooo, kamu
POV AUTHORManda masih tenggelam dalam kesedihannya. Dia berbaring sendirian di ranjang kamarnya. Air matanya masih mengalir di pipi, hingga jatuh membasahi bantal yang ditidurinya.Manda masih tidak percaya, pernikahannya menjadi berantakan seperti ini. Kesetiaannya dibalas dengan pengkhianatan.Dalam kesunyian malam, suara dering ponselnya berbunyi. Manda mengambil ponsel yang dia letakkan di bufet kecil, di samping ranjang.IBU, nama yang muncul di layar ponsel. Manda terkejut. Dia segera menghapus air matanya. Manda menenangkan dirinya terlebih dulu sebelum mengangkat panggilan dari ibunya."Assalamu'alaikum, Bu," ucap Manda dengan nada tenang."Wa'alaikumsalam, Nda. Kamu sudah tidur, Nda?" jawab Bu Ningsih."Belum, Bu. Ibu juga belum tidur?""Belum. Ini lagi duduk sama Bapak, sambil nonton tv,"
POV ARMAN9 Tahun Lalu ....Namaku Arman Hadiwijaya. Aku anak bungsu dari 2 bersaudara. Papaku, Hendra Hadiwijaya, pemilik perusahaan Wijaya Group. Mamaku, Andien Gunawan, seorang ibu rumah tangga yang memiliki banyak kegiatan di luar rumah.Karena kesibukan kedua orang tuaku, aku lebih sering menghabiskan waktu bersama Nenek dan Kakakku, Daniel.Saat ini aku sedang kuliah di University of Chicago, mengambil jurusan bisnis.Tunanganku, Denise juga kuliah di tempat yang sama. Dia mengambil jurusan psikologi.Aku mengenal Denise sejak kami duduk di bangku SMP. Awalnya kami bersahabat. Tapi seiring berjalannya waktu, perasaan kami berubah menjadi cinta.Selain wajah cantik, Denise juga memiliki kepribadian yang baik, ceria, dan supel. Dia selalu menyebarkan aura positif ke orang-orang di sekitarnya. Tak heran, banyak yang menyukai dan menyay
POV ARMANAku dan Denise melanjutkan waktu kami dengan menonton film di bioskop. Hari sudah malam, saat kami keluar dari gedung bioskop.Aku melajukan mobilku meninggalkan area parkir gedung bioskop. Selama perjalanan pulang, kami masih bercanda gurau di dalam mobil. Tidak ada lelah yang kami rasakan. Hari itu benar-benar menyenangkan bagi kami."Yang, berhenti dulu di mini market ya. Ada yang mau aku beli," pinta Denise."Oke, Princess. As you wish,"Tak lama kemudian, kami sampai di mini market."Gak perlu turun, Yang. Sebentar aja kok," Denise melepaskan sabuk pengamannya."Mau beli apa? Sini biar aku yang belikan,""Gak usah. Biar aku aja. Gak lama kok,""Oke,"Denise keluar dari mobil. Aku memperhatikannya hingga berjalan masuk ke dalam mini market.&