Share

03. Abang Es

"Pas lagi di perpus-" Ucapan Devan terpotong karena Ricko sudah berdiri dan memeriksa dahi Shaka. "Gak demam. Apa jangan-jangan lo kerasukan arwah kakek gue makanya lo bisa nyasar ke sarangnya orang pinter?"

Shaka berdecak dan menjauhkan tangan Ricko. "Kakek lo masih sehat dua-duanya. Lo gue aduin kakek Ali biar disuruh cari duapuluh jangkrik!"

Ricko terkekeh dan menggeplak kepala Shaka. "Masih inget aja lo hukuman jaman kita bocah! Kakek yang gue maksud tuh opah Albert Einstein. Kagak tau aja lu gue cucunya. Makanya kepinteran belio nurun ke gue." Ricko mengangkat kerah seragamnya sambil menolehkan kepala bangga.

Bara menggeplak kepala Ricko dengan emosi. Padahal dia sudah menyimak dengan serius tadi. "Malu lo sama calon propesor Devan. Orang pinter mah diem-diem, ya Van?"

"Orang pinter mah minum to-lak angin." Devan terkekeh. Bara, Shaka, Ricko dan Vernon sontak menggeleng. Detik berikutnya tawa mereka menggema.

"Coba lagi. Anda belum beruntung." Shaka menepuk bahu Devan prihatin.

"Kagak usah dicoba lagi, Van. Kagak bakal beruntung." Vernon yang duduk di sebelah Devan ikut-ikutan menepuk bahunya. Tawanya kembali pecah.

Devan menatap mereka sebal. Dia menyingkirkan tangan Shaka dan Vernon. "Dah lah, emang gak bakat ngelawak gue." Devan menertawakan dirinya sendiri. Vernon menepuk bahunya lagi.

"Terus yang terakhir kapan, Van?" tanyanya.

Mata Shaka berkedut menatap Vernon. "Semangat banget lu pengen tau aib gue." Dia kemudian melototi Devan. "Jangan bagi tau. Kalo kagak bulan depan gue bilang bokap, Bella kagak ikut olimpiade. Kalang kabut lo nyari partner baru dan udah pasti gak akan sepinter Bella."

"Iya gak akan." Devan berdecak malas. Malas sekali jika harus mencari partner baru.

"Siapa sih nama ceweknya? Sekar gak sih?" Bara mengernyitkan alis.

"Sekar Arumdani Kallandra." Shaka cengengesan sambil menyentuh dada kirinya yang berdegup kencang. Rasanya berdebar-debar hanya dengan menyebut namanya.

"Itu mah bisa-bisa lu nambahin nama keluarga lu." Ricko terkekeh.

"Gak ada salahnya nambahin dari awal. Toh juga nanti emang kejadian di masa depan." Mata Shaka menatap ke kejauhan. Dia membayangkan sebuah pigura besar menempel di dinding rumah dengan gambar dia bersama Sekar dan dikelilingi anak-anak mereka. Shaka berdecak puas. Dia tidak sabar untuk membuat anak-anaknya sendiri dengan Sekar.

"Pikirin dulu nih jus mangga lo yang ditolak doi." Bara menggerakkan botol minuman di tangannya yang sudah kosong. Shaka berdecak tidak puas.

Fokus Shaka teralihkan pada ponselnya yang menyala dan menampilkan pesan dari nomor yang sangat dihafalnya.

0822*******7

Sayang aku kangen😘

Shaka meremas ponsel di tangannya.

"Woahh... Kata lu udah mutusin semua cewek lu, itu siapa emot cium-cium?" Ricko melongokkan kepala di sebelah Shaka.

"Mantan." Shaka menyimpan ponselnya ke saku.

***

Shaka tersenyum melihat punggung orang yang sudah sangat dikenalnya di depan sana. Gadis itu berjalan dengan ponsel menempel di telinga. Dia berbelok ke arah taman samping. Shaka tersenyum lebar dan ikut berbelok ke sana. Dia menoleh ke kiri kanan sebelum mengikuti gadis itu.

Shaka semakin dekat dengan gadis itu sehingga dia bisa mendengar obrolan gadis itu dengan orang yang ditelponnya.

"Iya, Sekar bakal pulang telat." Suara merdu Sekar yang lembut mengalun. Sebelah tangannya menyentuh bunga-bunga yang bermekaran di taman itu.

Shaka mengepalkan tangannya mendengar suara gadis itu yang lembut mendayu-dayu.

"Iya, Sean jang-" Sekar melotot karena seseorang tiba-tiba merebut ponsel di tangannya.

Shaka menatap layar ponsel Sekar yang menampilkan kontak Abang Es .

"Sayang, kamu telponan sam-" Shaka merasakan sebuah telapak tangan yang lembut menutupi mulutnya. Shaka menoleh ke samping melihat gadis itu berjinjit-jinjit dengan susah payah di sisinya. Terlihat begitu imut di mata Shaka.

"Jangan ngomong macem-macem lo. Siniin ponsel gu-" Sekar tak mampu melanjutkan ucapannya karena merasakan kecupan basah di telapak tangannya. Dia menatap horror Shaka.

***

Sekar berjalan bolak-balik dan sesekali melihat ke arah pintu. Dia menggigit kuku jarinya sendiri.

"Kayden masih ada urusan katanya. Sini aja main sama abang." John berucap. Dia dan tiga lainnya yang tengah main game di sebelah gadis itu.

"Jangan ajak ngomong Sekar sebelum kumis bang Jono mau dicukur." Sekar menatap sengit John. Detik selanjutnya gadis itu membuang muka dan mengibaskan rambut hitam sepunggungnya.

"Jangan yang kumis dong dek Sekar. Kumis abang Jonomu ini ada tuahnya. Bisa memancing para gadis cantik mengejar-ngejar abang."

"Ya ngejer karena lu hutang kagak dibayar-bayar!" Teman di kiri John mendorong kepala cowok itu.

"Pepet setan. Bongkar aib orang aja lu!" John balas mendorong kepala orang itu.

"Iya bang Petra nih. Astaghfirullahaladzim. Gak boleh membuka aib teman sendiri." Sekar menggeleng-gelengkan kepala. "Btw siapa cewek yang ngutangin bang Jono, bang Jono ngutang berapa?" Sambung gadis itu.

Mata Petra berkedut sebal melihat gadis itu. "Lu juga ngapa ngorek-ngorek aib orang?"

Sekar cengengesan sambil menggaruk pelipisnya. "Ya Sekar kan penasaran."

"Btw lu ngapain dari tadi mondar-mandir depan pintu? Kayden masih ada urusan sama Sean di luar." Petra mengesampingkan ponselnya.

"Sekar mau- Itu bunyi motor Sean! Sean dateng!" Sekar langsung berdiri. Dia melongok ke pintu dan melihat motor Sean baru saja melewati gerbang Rumah Sendiri. Sekar tersenyum lega dan berlari kecil menghampirinya.

"Lah, gue kira tuh bocah nungguin Kayden." Petra menggelengkan kepala.

Sekar menggigit bagian dalam bibirnya dan berjalan menghampiri Sean. "Sean~"  panggilnya.

Sean yang tengah melepaskan helmnya tersenyum. "Katanya bakal pulang telat?" Sean meletakkan helmnya ke atas motor sebelum menggandeng Sekar masuk ke dalam.

Sekar menahan tangan Sean, "Sean gak penasaran sama siapa yang ditelpon tadi?" Tanya Sekar pelan.

"Yang kamu dipanggil sayang?"

Sekar mengangguk.

"Dia pasti cuma isengin kamu. Tapi kamu kok gak bilang-bilang kalo udah punya temen di Garuda?"

Sekar melototkan mata, "Sean kok tau dia cuma iseng?"

Sean mengacak rambut Sekar. "Kamu tiap hari ke sini. Kalo bener punya pacar pasti jalan sama pacarnya."

"Sean emang abang Sekar yang paling pinter. Pasti anaknya menteri pendidikan, kan?" Sekar memiringkan kepalanya menatap takjub Sean.

Sean tersenyum tipis. "Ayo masuk." Cowok itu kembali menggandeng tangan Sekar.

"Sean jangan bilang-bilang bang Kay, ya?"

Sean mengernyitkan dahi, "jadi sekarang mau main rahasia-rahasiaan sama Kayden?"

"Apanya yang rahasia?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status