Lima belas menit berlalu, saat ini Vivian dan Raven segara masuk ke dalam lapangan golf dan mencari keberadaan Cherry yang tadi menghubungi Vivian.
“Dia harusnya di sini,” ujar Raven sembari memandangi lapangan yang sangat luas itu.Vivian pun langsung mengambil ponselnya lagi dan mencoba meneleponnya lagi, tapi tak diangkat. “Di mana dia?” gumamnya sembari terus mencoba.Mereka pun terus mencari keberadaan Cherry, hingga akhirnya mereka mendengar suara aneh dari salah satu ruangan di sisi lain lapangan golf tersebut.Vivian pun segera mendobrak pintu ruangan yang berada tak jauh darinya itu. Benar saja, saat ini terlihat Cherry dengan pakaian yang berantakan tengah terduduk di lantai yang ada di ruangan itu.“Ayo cepat bantu aku membawanya!” pinta Vivian sembari mulai membopong Cherry.“Letakkan dia!” perintah Raven tiba-tiba.Vivian yang terkejut dengan nada tinggi Raven itu pun refleks mundur selangka“Mama itu …,” ucap Shine sembari mengedip-ngedipkan matanya.Jika Shine bersikap manja, pasti ada sesuatu yang diinginkannya. Vivian lalu berjalan mendekati Shine, merendahkan tubuhnya lalu memiringkan kepala seraya tersenyum pada anak laki-laki kesayangannya itu.“Jadi, apa yang kamu inginkan, Shine? Apa ada mainan baru yang ingin kamu beli dari Paman Sam?” tanya Vivian sembari mencubit lembut pipi Shine.Shine hanya menggeleng, tetapi wajahnya belum berubah. Vivian masih memikirkan apa yang diinginkan anaknya. Lalu, sebuah pertanyaan kembali diajukan.“Hm, apa kamu ingin makan sesuatu? Atau … sesuatu yang ada di café tempat yang biasanya?”Jawaban yang sama didapatkan Vivian. Kali ini Shine sungguh membuatnya berpikir keras. Dari belakang, Jessi hanya tersenyum kecil melihat tingkah lucu Shine. Jessi tahu betul apa yang ingin dikatakan Shine.Hanya saja anak itu lebih suka membuat ibunya berpikir hingga menyerah dan terkadang berakhir marah-marah.“Baiklah, Mama tidak tahu apa yang
Vivian berusaha untuk tidak lagi memikirkan siapa pengirim bunga dan hadiah pagi ini, Vivian yang siap bekerja akhirnya memutuskan untuk berangkat. Namun, sebelumnya dia menyembunyikan hadiah itu terlebih dahulu. Vivian tidak ingin Shine membuka hadiah itu tanpa izin darinya. Sementara buket bunga yang didapatkannya ia simpan di kamar.Setelah itu Vivian pun berpamitan pada Shine untuk berangkat kerja, tetapi yang ia dapatkan bukankah sahutan seperti biasanya, melainkan ekspresi tak senang yang tercetak jelas di wajah anak laki-lakinya itu.“Shine, apa kamu marah?” Langsung saja Shine melengos dan bersedekap.“Hacker handal Mama sedang marah ternyata,” gumam Vivian sembari terkekeh. “Apa kamu mau dibawakan hadiah saat Mama pulang nanti?” bujuknya.Seketika kedua mata Shine berbinar mendengar kata hadiah. Anak itu pun langsung menjawab, “Ya!”“Baiklah, cium aku! Dan nanti akan ada hadiah saat aku pulang.”Setelah mencium Vivian, kemudian Shine melambaikan tangan sembari tersenyum leb
“Apa kamu menerima hadiah dariku, Nona Heta?” tanya pria yang tak lain adalah Rain.Vivian tersenyum sembari mengangguk perlahan. Namun, matanya melirik ke arah Raven yang kini melihat keduanya. Wanita itu pun memanfaatkan situasi untuk membuat Raven semakin kesal.“Kamu tahu, saat memberikan hadiah itu, jantungku berdetak cepat. Aku takut kamu menolaknya. Tetapi, aku meyakinkan diri untuk terus maju. Aku berharap kamu menyukai isi dari hadiah itu.”Perkataan Rain yang begitu puitis menurut Vivian, membuat suasana menjadi aneh. Vivian masih tersenyum canggung, sambil mendengarkan kalimat-kalimat selanjutnya.“Terima kasih,” ucap Vivian dengan lembut.“Kamu membuatku semakin tak berdaya, senyumanmu sungguh candu untukku, Nona Heta. Apa ini yang dinamakan kasih tersampaikan?”“Entahlah, aku suka melihat buket bunga darimu. Sekali lagi terima kasih.”“Itu bukan apa-apa. Semua yang kuberikan tak sebanding denga
“Uhm, aku mendengar ada suara seorang pria sedang berteriak di sini. Apa kamu baik-baik saja?” tanya Vivian ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di kamar itu.Cherry tampak biasa dan tidak menunjukkan sesuatu yang membuat Vivian curiga. Dan dengan santainya ia menjawab, “Apa yang kamu bicarakan? Aku hanya sendirian seharian ini.”Meski Cherri menjawab seperti itu, tetapi tetap saja Vivian tidak menyerah dengan mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan itu. Ia pun mencari di setiap sudut kamar, tempat yang kemungkinan dijadikan tempat persembunyian seseorang.“Tuan Raven, terima kasih sudah datang,” ujar Cherri sembari melirik ke arah Vivian. Memperhatikannya dari sudut matanya.“Ya,” sahut Raven dingin.Sementara itu saat ini Vivian masih merasa penasaran dengan beberapa hal yang ada di kamar itu.“Apa tidak ada yang datang untuk menjengukmu selain kami?” tanya Vivian yang memang sangat penasaran karena tidak mene
Sore harinya. Vivian yang baru saja selesai dengan pekerjaannya sore ini memutuskan untuk segera pulang, agar bisa makan malam bersama dengan Shine dan Jessi di rumah. Tak lupa, ia pun berpamitan pada Raven sebelum meninggalkan perusahaan seperti yang seharusnya. Namun sialnya ….“Aku akan mengantarkanmu pulang,” ucap Raven sembari bangun dari kursi kerjanya.“Tidak, aku naik motor saja, itu lebih aman,” tolak Vivian.Langsung saja sebuah senyum sinis muncul di wajah Raven. “Jadi kamu berpikir aku ini lebih menakutkan dari begal?”‘Apa aku harus menjawab iya?’ batin Vivian sembari melengos ke arah lain.“Sudahlah, aku tidak ingin berdebat dengan kamu. Aku ke sini hanya ingin memberitahu itu saja, tidak ada yang lain,” ucapnya.Setelah itu Vivian langsung berbalik dan meninggalkan ruangan itu bergitu saja tanpa mengatakan apa pun lagi. Sepuluh menit berlalu. Saat ini Vivian tengah
“Tentu saja aku di sini,” jawab Raven sembari menghempaskan senjata orang yang ingin menyerang Vivian dari belakang itu.Sesaat kemudian Raven memberi tanda dengan tangannya dan kemudian beberapa orang pun masuk ke tempat itu. Sedangkan Raven dengan cepat melangkah mendekati Nora. “Apa kamu tuli?“ tanyanya sembari mencengkeram leher Nora.Nora yang sebelumnya sudah merasa ketakutan ketika melihat Raven datang, kini terlihat semakin pucat wajahnya.“Maaf, to-tolong maafkan aku,” ucapnya sembari meringis kesakitan.‘Dia benar-benar marah karena hal ini,’ batin Vivian sembari mengerutkan kening dan menyipitkan matanya ketika melihat wajah Nora yang memerah karena kekurangan oksigen.“Bukankah aku sudah mengingatkanmu terakhir kali,” geram Raven sembari menghempaskan tubuh Nora ke lantai.Nora pun terjerembab di lantai tersebut, sedangkan ketiga orang yang dibawanya kini telah dihajar habis-habisan oleh para orang
“Nona Flower?” tanya Raven sembari menatap Vivian dengan tanda tanya besar di wajahnya.Vivian langsung saja tersenyum canggung menghadapi situasi ini. “Kenapa, apa ada masalah?” tanya laki-laki yang tadi menepuk pundak Vivian dan memanggil Vivian dengan sebutan Nona Flower itu.“Tidak ada masalah Dokter Richard, Anda tenang saja. Dia hanya terkejut saja karena tidak pernah mendengar ada orang lain memanggilku sebaik Anda,” sahut Vivian sembari memberikan senyuman hangat di wajahnya.‘Kenapa sih dia harus muncul di saat seperti ini,’ batin Vivian sembari terus mencoba menunjukkan keramahannya pada laki-laki yang pernah dimanfaatkannya itu.“Oh ya?” tanya Dokter Richard sambil kembali menatap wajah Vivian.“Ya,” jawab Vivian dengan sangat cepat agar tak didahului oleh Raven.“Ya, panggilan Flower itu memang hanya cocok untuk Anda.”“Ah, terima kasih Dokter atas pujian Anda,” sahut Vivian sembari
Kemudian Vivian mengeluarkan benda-benda yang didominasi warna merah jambu itu. Ia mengamati sebuah boneka barbie dengan pakaian yang terlihat sedikit usang, tapi memiliki tekstur tubuh yang masih kokoh seperti benda baru. ‘Ini pasti sengaja. Tapi apakah orang yang mengirim benda ini ingin mengolok-olokku atau justru ingin mengingatkanku dengan masa lalu?’ pikir Vivian yang melihat hal itu dengan dua kemungkinan karena ia tak tahu siapa pengirim benda-benda yang manis untuk anak perempuan itu.Ia kemudian mengeluarkan beberapa mahkota khas kesukaannya saat masih kecil, juga beberapa penjepit rambut yang sangat mirip dengan apa yang sangat disukainya dulu.‘Apa orang ini ingin mengingatkanku dengan kebakaran waktu itu,’ batinnya yang tentu saja merasa janggal dengan hal itu karena ia tahu dengan jelas kalau benda-benda kesayangannya itu pasti sudah hangus dimakan api saat kebakaran terjadi.Dan masih teringat dengan jelas kalau semenjak k