Share

Mencoba Bertahan

“Semua akan baik-baik saja.” Sheryl berkali-kali mengucapkan kalimat itu sebagai bentuk penguat kepada dirinya sendiri.

Entah kapan keadaan akan membaik, Sheryl tidak tahu. Sekarang dia hanya perlu menjalani hidup dengan kepala tegak dan berjuang sekuat mungkin. Dia tidak sendiri, ada Anindya yang bergantung padanya sekarang. Oleh karena itu, Sheryl harus kuat demi adiknya.

Anindya tetap kuliah seperti biasa dan Sheryl mencoba mencari peruntungan dengan cara mengirim lamaran kesana kemari. Sebagai lulusan dengan nilai yang cukup tinggi, seharusnya mudah bagi Sheryl mendapatkan pekerjaan.

Sayangnya hidup tidak selalu berjalan mulus karena ada banyak kerumitan yang menyertai takdirnya. Dari sekian banyak tempat yang Sheryl datangi untuk melamar pekerjaan, tidak ada satu pun yang buka lowongan.

Berkali-kali Sheryl di panggil tes tulis di beberapa perusahaan, tapi setelahnya tidak ada lagi kejelasan. Semuanya mengambang begitu saja bersama harapan seorang Fresh Graduate tanpa pengalaman seperti dirinya.

“Kalau sampai bulan depan aku belum dapat pekerjaan juga, bisa gawat ini,” gumam Sheryl seorang diri.

Dipandanginya gedung-gedung tinggi di kawasan SCBD yang berdiri megah. Beberapa orang berpakaian rapi dengan ID card mengalungi leher berjalan tergesa-gesa. Katanya pegawai yang bekerja di kawasan perkantoran elit ini mendapatkan gaji yang cukup tinggi.

Itulah alasan utama Sheryl mengincar perusahaan-perusahaan yang ada di sini. Tapi bukan berarti dia mengabaikan kesempatan di tempat lain.

Setelah berkeliling seharian mencari pekerjaan, Sheryl harus pulang dengan perasaan kecewa. Lalu sepanjang malam dia akan berusaha memperbaiki CV dan surat lamarannya.

“Uang kita masih cukup nggak, ya, sampai bulan depan,” ujar Anindya dengan cemas.

“Entahlah,” jawab Sheryl singkat.

“Coba Kakak hubungi Tante Mira atau Om Bagas, siapa tahu mereka bisa membantu kita. Setidaknya untuk bayar kost saja,” ucap Anindya penuh harap.

Sheryl menghela napas dalam-dalam demi menyembunyikan kepedihannya. Sebelum adiknya memberi gagasan itu, Sheryl sudah lebih dulu melakukannya.

Sama seperti saudara dari pihak ayahnya, keluarga Ibunya juga tidak mau tahu dengan nasib mereka berdua.

“Kalian sudah besar, loh. Sudah bisa bekerja dan mencari makan sendiri. Jadi, berhentilah merengek-rengek minta uang seperti anak kecil,” tukas Tante Mira dengan begitu ketus.

“Kali ini saja, Tante. Kami butuh uang untuk bayar kost,” ucap Sheryl dengan lemah.

“Kamu kerja, dong. Ijazahmu dipakai, bukannya malah dijadikam bantal dan dibawa tidur!” sahut Tante Mira dengan ketus.

“Aku sudah mencari pekerjaan kesana kemari, Nte. Tapi belum ada panggilan satu pun yang masuk,” balas Sheryl semakin pelan.

Perempuan dengan dandanan menor dan alis tebal itu mendengkus disertai ekspresi meremehkan. “Memangnya kamu sudah melamar kemana saja, heh?”

“Ke semua perusahaan yang ada di sini, Nte,” jawab Sheryl dengan canggung. Dia tahu tantenya ini akan melontarkan ejekan.

“Dasar anak manja, mentang-mentang kamu kuliah terus maunya kerja di perusahaan besar dengan gaji tinggi. Memangnya kamu nggak sadar kalau perusahaan seperti itu butuh karyawan yang berpengalaman dan kompeten? Sedangkan kamu, apa yang kamu punya?” tanya Tante Mira.

Sheryl diam saja tanpa memberikan balasan.

“Coba deh, kamu melamar kerja di kafe atau jadi buruh pabrik, pasti diterima. Tapi kamu ‘kan orangnya gengsian, mana mau mengerjakan pekerjaan rendahan begitu,” sahut Tante Mira lagi.

“Aku sudah melakukannya, Nte. Banyak kafe yang kutanya apakah mereka butuh karyawan, tapi mereka semua mengatakan tidak. Begitu juga dengan pabrik yang ada di sini, semua sudah kujalani,” jawab Sheryl.

“Halah! Nggak percaya aku!” seru Tante Mira.

“Ya sudah kalau Tante tidak percaya,” gumam Sheryl mengalah.

Tante Mira mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu dan melemparkannya ke hadapan keponakannya itu.

“Nih, kukasih duit biar kamu bisa makan hari ini. Besok jangan datang lagi, ya. Aku males lihat anak manja yang cengeng sepertimu, bisanya Cuma menyusahkan saja,” ucap Tante Mira.

Sheryl mengesampingkan harga dirinya dan memungut uang itu dengan mata sedikit memanas. Dia sedang butuh uang untuk bertahan hidup bersama adiknya.

“Terima kasih, Nte,” ucap Sheryl pelan.

Hari itu dia meninggalkan kediaman Tante Mira dengan perasaan terluka. Padahal dulu Tante Mira sering datang ke rumahnya untuk meminta bantuan kepada orang tua Sheryl. Sebagai saudara yang baik, orang tua Sheryl selalu mengabulkan permintaan Tante Mira. Tapi sekarang, wanita iru seolaj-olah lupa pada siapa yang pernah berjasa dalam hidupnya.

Tante Mira bersikap seolah-olah Sheryl dan Anindya bukanlah keponakannya. Kejam sekali.

Selanjutnya Sheryl mendatangi Om Bagas yang selama ini cukup dekat dengan ibunya. Sebenarnya tidak banyak harapan gadis itu saat berkunjung ke rumah saudara ibunya. Dia hanya ingin diterima sebagai keluarga dan dihargai dengan layak. Sheryl tidak mengharapkan uang, cukup perhatian dan kasih sayang saja sebagai pengobat luka setelah kehilangan kedua orang tuanya.

Sayangnya, sama seperti Tante Mira, Om Bagas juga menyudutkan Sheryl karena dianggap terlalu gengsian. Bahkan Om Bagas mengucapkan kalimat yang jauh lebih menyakitkan.

“Pekerjaan sekarang ini banyak, Sher. Asal kamu mau kerja pasti dapat uang,” ujar Om Bagas.

“Sudah kumasukkan lamaran kemana-mana, Om,” ujar Sheryl sambil mengulas senyum pahit.

“Kalau lamaranmu tidak tembus berarti sudah saatnya kamu yang menerima lamaran,” tukas Om Bagas dengan iringan senyum misterius.

“Maksud Om, bagaimana?” tanya Sheryl dengan perasaan waspada.

“Kamu cantik, Sher. Ngapain juga harus capek-capek cari kerjaan kesana-kemari. Manfaatkan wajah cantikmu itu untuk mencari uang yang banyak tanpa harus kena hujan dan panas.”

Sheryl menatap adik ibunya itu dengan sorot tidak percaya. Dia bisa menangkap maksud buruk dibalik ucapan yang serampangan itu.

“Sekarang ini banyak perempuan-perempuan cantik yang berhasil hidup dalam kemewahan hanya dengan menjadi sugar baby para laki-laki kaya. Kamu juga bisa menjadi salah satunya karena wajahmu cukup menarik.”

“Nggak, Om. Aku lebih baik bekerja di bawah terik matahari daripada harus menggadaikan harga diri!”

“Halah! Nggak usah munafik kamu, Sher. Memangnya kamu pikir ayahmu masih bisa membiayai uang kuliah adikmu? Lagi pula, adikmu sok-sokan kuliah kedokteran. Cih, belagu banget! Memangnya kalian pikir ayah kalian akan hidup selamanya?”

“Jangan bawa-bawa ayah saya, Om!” seru Sheryl marah. “Dan apa pun jurusan yang dipilih Anindya itu bukan urusan Om Bagas!”

Laki-laki itu tertawa terbahak-bahak cukup lama. Dia menganggap bahwa Sheryl dan adiknya sebagai sebuah lelucon yang pantas untuk diejek.

“Sudahlah, Sher. Kamu terlalu idealis jadi perempuan. Memangnya kamu nggak tahu kalau sebenarnya tugasmu itu hanyalah melayani laki-laki? Jadi nggak usah banyak tingkah dan lakukan sesuai dengan kodratmu.”

“Aku datang ke sini bukan untuk mendapatkan hinaan seperti ini, Om!” seru Sheryl mulai marah.

“Iya, iya… aku tahu. Kalau maksudmu ingin meminta uang, maaf… aku juga nggak uang saat ini. Tapi kalau kau mencari sugar daddy, aku siap membantumu. Mulai dari warga lokal sampai bule juga bisa kucarikan.” Laki-laki paruh baya itu terkekeh penuh kemenangan.

“Lakukan saja itu pada anak perempuanmu!” balas Sheryl dengan ketus dan sengit.

“Bilang pada adikmu supaya dia nggak usah kuliah kedokteran lagi, toh, nggak akan jadi dokter beneran!” seru Om Bagas kemudian.

“Mulai sekarang urus saja urusanmu, mucikari sialan!” teriak Sheryl teramat kesal.

Setelah berkata begitu, Sheryl langsung meninggalkan kediaman Om Bagas. Dia juga berjanji tidak akan pernah datang menemui laki-laki itu lagi.

Semua kejadian yang dialaminya dirahasiakan oleh Sheryl seorang diri. Dia tidak ingin membagi kenangan pahit itu dengan adiknya karena takut Anindya akan merasa sakit hati dan menaruh dendam.

“Kita tidak perlu mendatangi saudara dari Ayah ataupun Ibu lagi. Kita tidak perlu meminta bantuan mereka. Anggap saja mereka tidak ada. Kita … bisa hidup dan bertahan dengan usaha sendiri,” ucap Sheryl dengan suara gemetar penuh kesedihan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Atut Widyastuti
mewek bacanya,,,,sabar dan semangat Sherly
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status