Hmmm, vote yukkk. Jangan lupa mampir ke igeh ya dtyas_dtyas
“Sussana,” panggil Akbar. Sussana yang berdiri di balkon tidak menyahut atau menoleh. Menganggap suara yang baru saja dia dengar hanya halusinasi karena rasa rindu pada Akbar. Akbar tetap berdiri di tempatnya memandang punggung Sussana, wanita yang sudah setia dan sabar menghadapi Akbar.“Sayang,” panggil Akbar lagi. Sussana menghela nafas, “Mas Akbar, rinduku sudah tidak terbendung. Sampai suaramu terdengar begitu jelas,” lirih Sussana.“Sussana, aku di sini sayang.”Sussana perlahan menoleh, tangannya masih mencengkram pinggiran balkon. Sussana tertawa, “Bahkan sekarang aku bisa melihat Mas Akbar,” ucapnya.“Aku bukan halusinasimu, sayang.” Akbar merentangkan kedua tangannya, siap menerima Sussana dalam pelukannya. “Mas Akbar,” ucap Sussana. “I-ini bukan halusinasi aku,” ucapnya.Akbar menggelengkan kepalanya. “Kemarilah, sayang.”Sussana melangkah perlahan, raut wajahnya sudah terlihat seperti akan menangis. Kini keduanya berhadapan, “Mas Akbar,” ucap Sussana sambil terisak lalu me
“Ada apa ini?” tanya Gerry yang baru saja tiba. Melihat kehadiran keluarga besannya, dia pun ikut bergabung. Yudha kembali menyampaikan permohonan maafnya pada keluarga Sussana. Jika menuruti emosi, rasanya Gerry ingin sekali meluapkan amarahnya. Tapi melihat Akbar yang sudah sembuh dan Sussana yang membutuhkan Akbar di sisinya, Gerry pun mengalah demi kebaikan sang putri. Setelah Yudha, Zudith dan Bira undur diri, Akbar menyempatkan bermain bersama Yuna sambil menggendong Arka. “Loh, Sussananya mana?” tanya Gerry baru menyadari sejak tadi tidak melihat Sussana. “Sedang istirahat, sudah biarkan saja. Biar Akbar yang menemani,” ujar Halimah. Halimah pun kembali menemani cucunya bersama baby sitter, Akbar diminta mengecek kondisi Sussana dan menemani di kamar. Khawatir jika Sussana membutuhkan sesuatu, sedangkan dia masih harus bedrest. Melihat Sussana yang masih terlelap, Akbar pun memilih membersihkan diri. Sussana mengerjapkan kedua matanya, perlahan beranjak duduk. Menatap sekeli
Akbar sudah kembali ke kantor seperti biasa dan mereka masih tinggal di kediaman orang tua Sussana. Ketika Akbar berada di rumah, Sussana akan sangat manja dengan Akbar. Namun, saat Akbar di kantor Sussana tidak akan mengganggu sedikitpun. Mengerti jika Akbar butuh privacy dan konsentrasi mengurus masa depan perusahaan. Sussana sudah mulai beraktivitas ringan, dia juga bosan jika harus terus berada di ranjang. Lama menjalankan bedrest, membuatnya menjadi pecinta drama. Yang dikerjakan saat di ranjang adalah menonton drama dan mendengarkan musik. Sussana duduk di taman rumahnya menyaksikan Yuna yang sedang bermain di kolam balon air. Arka duduk di baby chair dan disuapi oleh Sussana. Setelah selesai makan, Arka dibawa masuk oleh pengasuhnya untuk mengganti bajunya yang kotor karena tumpahan makanan. “Yuna, sudah yuk. Kamu sudah kedinginan, lain kali main lagi,” ajak Sussana. Yuna menggelengkan kepala, dia masih asyik dengan aktivitasnya. “Masuklah, biar Yuna Bunda yang jaga,” ujar Ha
Kehamilan Sussana sudah memasuki trimester ketiga, tepatnya tiga puluh tiga minggu. Akbar sangat menikmati perannya sebagai seorang suami dan Ayah untuk kedua anaknya. Melewatkan moment bersama keluarga saat mengalami amnesia benar-benar membuatnya menyesal. Bahkan dia tidak dapat menyaksikan kelahiran dan pertumbuhan Arka. Sangat sabar menghadapi Sussana yang manja dan selalu mengeluh juga menyalahkan Akbar karena kondisinya saat ini. Kehamilan kali ini terlalu banyak keluhan hingga Sussana berkali-kali mengatakan tidak ingin hamil lagi. Seperti malam ini, Akbar sudah terlelap tapi Sussana yang tidak bisa tidur merengek membuat Akbar terjaga. "Iya sayang, kenapa?" sahut Akbar sambil menguap. "Aku sesak, nggak bisa tidur." Akbar langsung terperanjat, "Sesak napas?" Sussana mengangguk. "Bangun dulu sayang, coba atur pernafasan kamu seperti waktu kemarin ikut senam hamil. Tarik nafas, lalu buang," ujar Akbar memberi contoh dan diikuti Akbar. Berkali-kali, sampai Sussana tidak m
Sepulang dari Rumah Sakit, Akbar dan Sussana mengunjungi rumah yang akan mereka tempati. Sussana memeriksa kamar bayi dan kebutuhannya, sedangkan Akbar mengecek bagian-bagian yang sebelumnya direnovasi. “Bibi,” panggil Sussana dari ujung anak tangga. “Iya Non.” “Kesini dulu ya.” Salah satu asisten rumah tangga bergegas melangkah menghampiri Sussana. “Ada apa Non?” “Bantu saya menggeser ini, sepertinya lebih baik di sebelah sana,” ujar Sussana menunjuk sofa untuk menyusui. “Biar nanti saya saja, Non Sussana sedang hamil besar tidak boleh angkat yang berat-berat.” “Berdua sama Bibi, sepertinya nggak berat juga sih,” ucap Sussana. “Tapi Non.” “Sudah, ayo angkat.” “Sussana.” Suara Akbar mengejutkan Sussana dan Bibi. Melihat situasi tidak kondusif, Bibi pun keluar dari kamar. “Tinggalkan itu, biar nanti aku minta yang lain menggeser. Itu bahaya untuk kehamilan kamu, sayang.” Akbar merangkul bahu Sussana dan mengajaknya keluar. “Nanti dulu, masih ada yang harus aku cek. Khawatir
Dalam ruang kerja Presdir sebuah perusahaan, Akbar (34 tahun) yang sedang sibuk dengan fokus pada layar komputer juga setumpuk berkas di mejanya menunggu approval darinya. Larut dalam kesibukan dan sengaja menyibukan diri sudah ia lakukan selama beberapa tahun ini. Kurang lebih 5 tahun sejak ia bercerai dengan Inggrid.Ponselnya sejak pagi beberapa kali menerima panggilan dan notifikasi pesan dari Zudith, Mamihnya yang mengharuskan ia pulang untuk bergabung mengikuti makan malam keluarga. Tepatnya keluarga Yudha Mahesa, Papih dari Akbar Putra Mahesa.Akbar mengernyitkan dahi membaca pesannya Zudith kali ini."Pokoknya kalau enggak hadir, kamu Mamih jodohkan dengan wanita pilihan Mamih. Entah itu hanya gertakan atau memang Zudith serius dalam ucapannya. Memang benar, jika Akbar selalu menghindari acara keluarga. Bukan tanpa alasan, tapi memang hanya menjaga hati dan telinga.Akbar bukan pria tidak laku sampai-sampai Zudith harus mengancam denga
"Pagi Mas__" sapaan wanita di depan pintu terhenti saat melihat bukan Akbar yang membuka pintu."Cari siapa?""Mas eh Pak Akbarnya ada?"Zudith melipat tangannya di dada sambil memindai wanita dihadapannya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Mengenakan suit kerja dengan bawahan rok sepan selutut dan wedges serta membawa hand bag,"Kamu siapa?""Maya Mih, dia staf aku. Masuklah May," jawab Akbar lalu duduk di kursi meja makan. Akbar yang sudah rapih dengan setelan kerja menikmati sarapan yang dibawa Zudith.Maya duduk disofa dengan tidak nyaman seperti siswa yang kepergok bolos oleh gurunya. "Sejak kapan pegawai kantor kamu suruh ke sini?" tanya Zudith yang pasti didengar Maya karena jarak antara ruang tamu dan meja makan tidak terlahang sekat atau ruang yang berbeda."Dia antar berkas Mih, aku jadi pembicara kuliah Umum enggak ke kantor," jawab Akbar. "Apa dia salah satu FWB kamu?" tanya Zudith berbisik, "Mam
Ana menghela nafas, dalam hati mengumpat orang yang barusan bicara. Membalikkan badannya, “Maksudnya Bapak bicara begitu apa ya?”“Kamu tau maksud saya,” jawab Akbar lalu beranjak masuk kembali ke dalam mobil.Ana berteriak sebelum Akbar menutup pintu mobil, “Dasar om-om arrogant, pasti punya banyak simpanan sugar baby."Emosi Akbar tersulut mendengar kata-kata Ana, namun pikirannya masih waras untuk tidak menanggapi ocehan seorang gadis yang menurutnya tidak kompeten.Memarkirkan SUV premiumnya di parkiran khusus petinggi perusahaan. Selama menuju ruang kerjanya, setiap berpapasan dengan pegawai yang menyapa hanya dibalas dengan anggukan tanpa senyum atau menjawab.“Panggil Maya,” titah Akbar saat melewati meja Ayu sekretarisnya.“Baik Pak.”Akbar menatap ke luar pada jendela besar yang ada di belakang meja kerjanya, dengan tangan berada pada saku celananya. Tidak lama pintu diketuk