“Ya ampun, Tante minta maaf ya, Dara, karena nggak nemenin kamu sampai ke kamar yang Tante maksud.”
Dara baru saja bercerita kejadian dia dan Bima di kamar tadi pada Tante Winda saat mereka tengah berada di meja makan. Dara benar-benar merasa bersalah, karena kesoktahuannya, dia malah memasuki kamar Bima tanpa izin. Namun, wanita paruh baya itu juga menunjukkan rasa bersalah yang sama pada Dara.
“Dara yang salah, Tan, karena nggak tanya lagi.” Cengiran muncul di wajah Dara usai berkata demikian.
Dia canggung setengah mati, karena ketahuan salah masuk kamar, dipergoki oleh yang punya kamar, dan kejadian itu terjadi ketika orang tua Bima ada di sini. Sementara Dara setengah mati menahan rasa malu, pria di hadapannya justru terlihat santai sekali, seolah tidak ada hal yang baru saja terjadi.
“Kamu juga, Bima! Lain kali kalau mau masuk kamar itu ketuk pintu dulu!” Alih-alih menyalahkan Dara, Tante Winda justru menyalahkan putranya sendiri.
Pria yang jadi korban kesalahan mamanya itu berdecak diiringi suara tawa yang ringan. “Itu kamarku, Ma. Bagaimana bisa aku yang disalahkan?” Pria itu kemudian melirik ke arah Dara.
Wajah Dara kembali memerah seperti tomat karena lirikan yang Bima berikan padanya. Beruntung, Tante Winda memutus kecanggungan itu dengan memukul pelan lengan anaknya.
“Itu, loh … baju Dara basah kan, karena kena tembakan pistol airnya Brian.” Tante Winda memberitahu awal mula Dara bisa memasuki kamar, hingga menanggalkan kemejanya.
Bima mengangkat bahunya tak acuh. "Aku tidak tau kalau ada orang di dalam kamarku. Kenapa tidak mengunci pintu?" sahut Bima lagi, diiringi tatapannya yang kembali menghujam dua mata Dara.
Tante Winda kembali menjadi penengah agar perdebatan antara Dara dan anaknya tak lagi memanjang. “Sudah, sudah. Kamu ini sama aja kayak anakmu, Brian!”
Deg!
Jantung Dara terasa berhenti berdetak saat mendengar informasi yang baru saja dia dapatkan.
‘Jadi, Brian itu anaknya Bima?’ Dara membatin. Mata Dara sekarang melirik ke arah pria yang sekarang tengah tertawa di hadapannya. ‘Kalau begitu, berarti Bima juga sudah menikah?’ lanjutnya lagi.
Dalam lubuk hati Dara, dia merasakan kekecewaan karena Bima yang berjanji untuk menikahinya dulu … ternyata telah melanggar janjinya. Seketika, Dara merasa perasaan senang, berdebar dan juga perlakuan manis Bima lainnya yang sempat dia rasakan, sirna tak bersisa. Tak lama, karena detik berikutnya, Dara sadar jika lagi-lagi ini pun salahnya.
‘Salahku juga yang tidak bertanya statusnya.’
Untuk itu, segera dia menetralkan ekspresinya dari rasa kecewa dan memutusksan untuk terlibat pada percakapan ibu dan anak di hadapannya. “Jadi, Brian itu anaknya Bima, Tan?” Dara bertanya dengan raut wajah antusiasnya. ‘Pantas saja, mirip sekali dengan Bima waktu kecil,’ komentarnya lebih lanjut dalam hati.
Tante Winda menoleh ke arah Dara, kemudian menganggukkan kepala. “Iya. Bima pernah menikah, tapi kemudian bercerai karena istrinya selingkuh,” terang Tante Winda membuat Dara menoleh ke arah Bima. “Makanya, Tante tuh gemes minta Bima cari istri lagi, Dara.”
“Ma ….” Bima menginterupsi ucapan mamanya.
Tante Winda menoleh ke arah Bima dengan pandangan tegasnya. “Kenapa? Mama cuma mau cucu Mama keurus.” Suara Tante Winda terdengar sarat akan perintah. “Kamu nggak lihat, kenakalan Brian itu bentuk dari dia yang cari perhatian ibunya?! Meski kamu bisa cukupi semua kebutuhan dia, dia tetap butuh sosok ibu, Bima!”
Dara mengerutkan keningnya mendengar perdebatan antara ibu dan anak ini. ‘Ini berarti, Tante Winda bermaksud memintaku jadi istrinya Bima?’ pikirnya dalam benak.
Saat Dara sudah berniat untuk membuka mulutnya, Bima lebih dulu berujar. “Ma … kasih aku waktu sebentar lagi, oke?” pinta Bima dengan nada yang lembut. Setelah itu, Bima menggeser pandangannya ke arah Dara.
Dara melihat Bima menatapnya dengan teduh, membuat Dara lagi-lagi tidak mampu untuk menatap pria di hadapannya lebih jauh. Posisinya saat ini benar-benar tidak menguntungkan. Bertemu dengan Bima lagi memang membuat hati Dara bahagia. Apalagi Bima adalah penyelamatnya di saat dia terpuruk seperti saat ini. Namun, untuk melangkah secepat itu … Dara sendiri belum bisa menakar kesiapannya. Bagaimana pun, histori hubungan Dara dengan Rizal yang berakhir buruk, membuat Dara harus lebih berhati-hati lagi jika ingin memulai hubungan baru. Ditambah lagi, Bima sudah pernah gagal sekali membangun bahtera. Mereka jelas perlu waktu untuk sama-sama meyakinkan diri.
Sayang, agaknya Tante Winda sudah kadung gemas dan tak sabar ingin menjadikan Dara sosok menantu idamannya. Makanya, wanita itu tak mengindahkan kalimat Bima, dan kembali bertanya.
“Kalau kamu, Dara … kamu mau kan, jadi istrinya Bima?”
“Kalau kamu, Dara … kamu mau kan, jadi istrinya Bima?”Dara menjadi kikuk dengan pertanyaan tentang pernikahan. Dia bingung ingin menjawab apa, terlebih lagi dia belum pernah mengasuh anak sebelumnya. Kepalanya menjadi pusing memikirkan ini semua.“Aku belum siap untuk menikah saat ini,” jawab Dara.“Tante tahu perasaanmu saat ini bagaimana. Tapi kamu harus memikirkan masa depanmu,” ucap Ibu Winda.Memang itu yang Dara rencanakan saat ini, dia akan giat bekerja mengumpulkan uang demi membantu perekonomian keluarganya yang telah bangkrut. Dia sama sekali belum memikirkan masalah pernikahan.“Iya Tante,” jawab Dara singkat padahal dia sama sekali tidak menolak kalau Bima sendiri yang melamarnya. Kenapa harus Tante Winda.***Bima mengantar Dara Pulang menggunakan mobilnya karena hari sudah sore dan besok dia sudah mulai bekerja.“Dara, jangan terlalu memikirkan permintaan mama,” ucap Bima sambil menyetir mobilnya.“Eh, iya,” jawabnya singkat.“Aku dan mantan istri bercerai karena dia s
Dara menatap Bima dengan gugup, dia juga masih ada rasa sebenarnya dengan Bima tapi kondisinya saat ini bebeda. Dia belum siap membuka lembaran baru untuk memulai kisah asmara lagi dengan seorang pria. Ditambah lagi Bima seorang duda beranak satu, gadis itu berpikir kalau anak Bima pasti akan membenci seorang ibu tiri sepertinya.“Aku akan memikirkannya,” jawab Dara lirih.“Aku harap tidak kecewa dengan pilihanmu nanti,” balas Bima.“Selamat malam, sampai jumpa besok di kantor,” ucap Dara lalu dia melambaikan tangan kepada Bima.Bima melajukan kembali kendaraannya pulang ke rumah. Dia berpikir masih ada banyak waktu untuk memulai kembali hubungan asmaranya dengan Dara. Bima menjadi tak sabar menunggu hari esok saat bertemu dengan Dara di perusahaan.***“Aku sedikit gugup, ini adalah pertama kalinya aku berkerja,” gumam Dara.Gadis cantik itu melangkahkan kakinya ke ruang personalia untuk melapor bahwa hari ini adalah kesepakatan dia mulai bekerja. Kepala Personalia yang sudah menungg
Rizal menatap wajah Dara yang semakin cantik kala panik itu, lalu dia tersenyum dan menggenggam tangan Dara.“Aku mohon padamu, Dara. Kamu dekat ‘kan sama Bima, tolonglah aku,” pinta Rizal.Dara segera menarik tangannya dari genggaman Rizal, dia tidak mau ada yang melihatnya lalu salah paham. Apalagi sekrang Rizal berpacaran dengan Irma, masalah akan meluas kalau Irma melihat hal ini.“A-ku tidak dekat dengan Bima,” ucap Dara lalu berjalan pergi meninggalkan Rizal namun pria munafik itu mengejarnya. Dia meraih pergelangan tangan Dara sehingga Dara menghentikan langkah kakinya.“Dara, kenapa kamu tidak mau menolongku?” tanya Rizal tanpa rasa malu.Dara membalikkan pandangannya ke Rizal, dia menatap lekat-lekat wajah pria licik itu. Sorot mata Dara menunjukkan kebencian yang amat dalam. Rizal ini sebenarnya pura-pura tidak tahu atau memang beginilah sikap aslinya mendekati orang jika memang menguntungkan baginya.“Aku tidak mau menolongmu. Jadi sia-sia saja kamu datang kepadaku,” jawab
Raut wajah Rizal langsung berubah ketika melihat siapa yang datang. Dara langsung berlari berlindung ke belakang tubuh tinggi tegap itu.“Tentu saja aku tahu hukum itu, tapi aku tidak mengancam orang,” ucap Rizal.“Apa kamu pikir aku ini tuli? Jelas sekali kamu menganca karyawanku!” seru Bima dengan tatapan yang tajam.Rizal menyeringai tipis, sepertinya memang ada hubungan di antara mereka berdua. Dengan begini Rizal mempunyai kesempatan untuk menekan Dara dan mendapatkan apa yang dia inginkan.“Dia hanya karyawan biasa, aku rasa Pak Bima mempunyai pekerjaan yang lebih penting daripada mengurusi karyawan rendahan seperti Dara,” ucap Rizal.Bugh!” Bima langsung memberikan bogem mentah kepada Rizal yang kurang ajar itu, mulutnya sungguh menyakiti hatinya, mengatakan Dara karyawan rendahan seolah Dara itu adalah sampah yang tidak berguna. Bukankah tujuh tahun lamanya dia berpacaran dengan Dara dan banyak keuntungan yang ia dapatkan.“Dara, ayo kembali ke kantor,” ajak Bima sembari mengg
Rizal menatap Irma dengan lembut lalu mencumbunya mesra sesaat untuk membuat Irma tetap tenang. “Aku tidak mungkin mencintai orang miskin seperti Dara,” ucap Rizal. “Syukurlah kamu menemui dia pasti hanya untuk mendapatkan kerja sama dengan Bima,” balas Irma. “Kamu kenapa melupakan hal seperti ini, buang rasa cemburumu itu,” ucap Rizal lembut. Mereka kemudian bercumbu mesra lagi karena ingin melupakan masalah sesaat yang tengah dihadapinya. Telepon terus berdering di ruangan Rizal sehingga memecah konsentrasinya bermesraan bersama Irma, membuatnya semakin sakit kepala. “Sial!” seru Rizal, “Mereka sama sekali tidak bisa membuatku tenang sedikit,” ucapnya kemudian. “Angkat telepon itu dahulu, sayang, siapa tahu itu adalah bantuan untukmu,” bujuk Irma sambil mengelus pundak Rizal. Rizal mengangkat telepon yang ada di mejanya. Tentu saja dia mendapatkan kabar yang tidak mengenakkan lagi. Banyak pelanggan yang memutuskan untuk tidak lagi menggunakan produk dari perusahaan karena isu
Rizal berubah ekspresi wajahnya, lalu dia dan Irma saling tatap menertawakan Dara yang sangat percaya diri kalau Rizal masih mencintainya."Wanita rendahan sepertimu kenapa masih berharap Rizal mencintaimu," ledek Irma."Kalau tidak masih cinta seharusnya tidak menggangguku," jawab Dara."Aku menikahi seorang baby sister sepertimu? Apa kata dunia?" balas Rizal lalu dia kembali tertawa bersama Irma.Dari dalam mobil Brian memperhatikan mereka bertiga, dia melihat Dara dibully dua orang sekaligus. Dia merekam kejadian itu dan mengirim ke papanya. Brian menurunkan kaca mobil lalu lalu memanggil Dara."Tante, cepatlah. Aku sudah lapar," ucap Brian."Cepatlah pulang, majikanmu sudah memanggilmu!" seru Irma."Aku tak menyangka ternyata kamu hanya menjadi seorang baby sister," ucap Rizal.Dara tidak menggubris lagi ucapan kedua orang itu. Dia berlari menuju mobil lalu meminta sopir untuk segera meninggalkan kedua orang jahat itu ***"Tante, apa kamu dibully?" tanya Brian."Tidak sayang," ja
Brian menceritakan apa yang terjadi pada Dara tadi siang saat menjemputnya. Dia juga mengutarakan rasa nyaman saat bersama Dara."Jangan khawatir biar Ayah yang urus," ucap Bima sembari mengelus rambut anaknya."Ayah, aku ingin diantar jemput sekolah sama Tante Dara," pinta Brian dengan wajah yang melas."Kenapa tidak minta sendiri?" tanya Bima.Brian terdiam, dia ingin mengatakan itu tapi dia takut Dara tak mau memenuhi permintaannya. Brian menatap Ayahnya tanpa bersuara."Apa kamu takut?" tanya Bima. Brian hanya mengangguk yang menandakan iya atas pertanyaan Bima. Lalu pria itu tersenyum sambil mengelus kepala anaknya."Ayah, kira-kira Tante Dara mau tidak ya jadi ibu Brian?" tanya Brian malu-malu."Itu semua tergantung kinerjamu," jawab Bima."Tergantung kinerjaku, apa kalau aku jadi anak baik Tante akan mau," balas Brian.Bima mengangguk pelan, ia mengecup kening Brian lalu memintanya untuk segera tidur. Ia menarik selimut untuk sang putra."Selamat malam anak ayah," ucap Bima.B
Dara kaget dengan siapa yang datang. Kenapa bisa si wanita ular itu menemukan tempat tinggalnya. "Kenapa kaget ya, lihat aku menemukan persembunyianmu?" ucap Irma dengan nada menghina.Irma mendorong Dara sehingga dia terhuyung ke belakang dan masuk ke rumah itu tanpa permisi."Siapa yang mengijinkan kamu masuk?" bentak Dara."Hmm lumayan juga tempat tinggalmu ini, sebenarnya lelaki mana yang memeliharamu," balas Irma tanpa mengindahkan pertanyaan Dara.Plak! Dara menampar wanita itu. Dia sudah tak sabar menghadapinya yang kian lama tak sopan serta ngelunjak itu.Dara juga menjambaknya karena sudah semakin kesal. Sahabat macam apa yang tega merebut tunangan juga merendahkannya sedemikian rupa itu."Dasar wanita gila, akan aku hancurkan wajahmu agar tak bisa menggoda pria kaya lagi," ucap Irma."Menggoda pria kaya? Aku rasa aku tak pernah sekalipun menggoda pria. Mereka yang datang padaku sendiri!" seru Dara.Irma gantian menjambak Dara, begitupun Dara tak mau kalah, perkelahian dua w