Sudah hampir sepuluh hari Asya berada di markas mewah milik father Jay. Wanita itu bahkan belum diberikan pekerjaan yang pasti. Hanya saja ia mendapatkan tugas untuk memberikan makan hewan peliharaan milik Jayden.Seekor beruang coklat besar yang mungkin bisa saja menyantap Asya jika hewan itu kelaparan.Hari pertama melaksanakan tugas itu, Asya hampir pingsan andai saja Jerold tidak segera menenangkan sang beruang yang mengamuk karena masih asing dengan wajah Asya.Seekor beruang cokelat besar yang Jayden beri nama Kaison."Kaison sepertinya sudah mulai terbiasa dengan kehadiranmu. Dia suka wanita-wanita cantik asal kamu tahu," ucap Jerold yang tiba-tiba sudah berada di belakang tubuh Asya.Asya berbalik badan menghadap ke arah Jerold. "Mana ada hewan seperti itu?""Ada, Kaison."Asya tertawa renyah mendengar candaan Jerold. Sungguh, pria ini sangat berbeda dengan kakaknya yang kaku dan jarang tersenyum. Seakan dunia kiamat jika ia mengeluarkan sedikit saja tawanya."Kamu betah di si
Sejak kejadian malam itu, Asya sudah tidak begitu takut keluar malam untuk makan. Toh Jayden hanya akan menatapnya dari kejauhan tanpa berniat untuk menyapa. Walaupun kadang ia merasa risih, tapi tidak masalah asalkan perutnya terisi."Perutmu itu karet, ya? Setiap malam kamu mengendap-endap keluar dari kamar buat ambil makanan. Sebelum tidur harusnya kamu makan." Jayden tiba-tiba saja menghampiri Asya yang tengah sibuk dengan makanan di tangannya."Jay..., eh Tuan..., eh aku panggilnya bagaimana ya?" Asya tampak kebingungan bagaimana cara dirinya memanggil Jayden."Boleh aku panggil Father seperti yang lain?" tanya Asya dengan suara pelan."Aku bukan ayahmu. Lagi, sudah berapa kali aku bilang jangan pakai baju Jerold. Bukannya aku sudah memberimu uang untuk membeli baju? Apa masih kurang?" tanya Jayden.Asya memilih diam, ia tidak suka dimarahi."Hey, lihat mataku. Aku sedang berbicara denganmu!" Jayden mengangkat dagu Asya dengan paksa agar wanita itu menatap matanya."Besok,
Asya menangis di pelukan Winny, ia benar-benar sakit hati dengan apa yang suaminya katakan. Ucapan sayang yang ia dapatkan selama ini kini telah berubah. Posisinya sebagai wanita kesayangan Qianno telah digantikan oleh perempuan baru bernama Nancy."Sudah ya..., dia tidak boleh lagi menjadi penyebab keluarnya air matmu setelah ini. Sekarang, kamu bisa menangis sepuasnya sebelum memilih untuk melupakan dan melenyapkan nama dia dari dalam hatimu," ucap Winny.Asya terus terisak pilu, pelukannya pada tubuh Winny semakin mengerat. "Aku harus apa setelah ini? Aku dibuang, aku tidak memiliki siapa-siapa lagi. Qianno bahkan tidak menanyakan keadaan anaknya.""Shhh, masih ada kami di rumah father Jay. Kamu masih bisa tinggal di sana, aku akan menemanimu."Asya melepaskan pelukannya, wanita itu menatap wajah Winny penuh harap. "Bilang sama aku, bagaimana caranya bergabung dengan kalian. Aku akan menepati janjiku untuk menjadikan diriku penyebab kematian anak mereka. Kebahagiaan mereka haru
"Asya, kamu kenapa? Badanmu merah-merah bekas cambukan?" tanya Jerold khawatir. Pria itu mengusap-usap lengan Arabella yang tampak memerah."Namaku Arabella. Jangan sebut lagi nama selain itu," jawab Arabella lirih."Okay..., Arabella. Siapa yang melakukan hal ini?""Theo. Atas perintah Jayden, aku menolak permintaannya," jawab Arabella.Jerold menggelengkan kepalanya pelan, "Sial! Tunggu di sini."Arabella menahan lengan Jerold. Ia sedang tidak ingin mendengar keributan. "Tidak perlu menemuinya. Bukankah kamu juga sudah sering dipukuli kakak sialanmu itu?""Dapat bahasa kasar dari mana kamu? Good girl...." Jerold mengusap kepala Arabella layaknya seekor kucing. "Kamu belajar dengan cepat."Arabella tertawa sarkasm, wanita itu baru sadar jika dirinya tengah terperangkap oleh sepasang kakak adik yang sedikit tidak waras."Memangnya Jayden memberimu perintah apa? Baru bergabung dan kamu sudah berulah membantah ucapannya?" lanjut Jerold. Pria itu memiringkan kepala untuk meneliti
Jerold memposisikan diri seperti sedang memeluk Arabela dari belakang. "Tutup satu matamu, Queen.""Kenapa harus?" tanya sang wanita."Agar targetnya bisa terlihat dengan jelas, Sayang. Coba bandingkan, melihat dengan dua mata dan melihat dengan satu mata yang tertutup, lebih baik mana?" jelas Jerold.Arabella langsung melakukan apa yang diucapkan oleh Jerold. Matanya ia pejamkan sebelah, mengincar target bidik di hadapannya dengan jarak dekat sebagi pemula."Pegang kuat-kuat penuh dengan keyakinan. Lepaskan satu tembakan dengan percaya diri ke arah titik yang sudah disiapkan."Dor!Arabella refleks melemparkan pistol di tangannya, wanita itu gemetar. Ini benar-benar bukan dirinya."Queen! Tindakanmu itu berbahaya! Bagaimana jika itu melukai rekanmu atau bahkan dirimu sendiri nantinya?" tegur Jerold dengan nada serius.Arabella berjongkok sembari memegangi kedua telinganya. "Aku takut Jerold. Rasanya seperti aku sedang melakukan dosa besar yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya."
"Gege, pakaiannya sudah aku siapkan," ucap SalsabilaQianno tersenyum, pria berkulit putih keturunan China Indonesia itu menghampiri wanita cantik dengan rambut hitam lurus yang selalu terurai, dengan wangi memabukkan khas bunga sakura. Wanita berusia 25 tahun yang sudah ia nikahi selama 2 tahun, Salsabila Veronika wanita asli Jakarta."Terima kasih, Sayang," ucap pria yang sebentar lagi akan menginjak usia 30 tahun itu. Sang pria mengecup kening Asya dengan sayang. Salsabila selalu di panggil Asya oleh Qianno, sebagai panggilan sayangnya.Sedangkan Asya sendiri selalu memanggil suaminya dengan sebutan Gege, panggilan kakak dalam bahasa Mandarin. Qianno menyukainya, bagi pria itu saat Asya memanggil dirinya dengan sebutan Gege terdengar sangat seksi di indra pendengarannya.Qian melepaskan pelukan hangatnya pada Asya, sayang sekali kemesraan mereka harus berakhir saat ini, pria itu harus mempersiapkan penerbangannya menuju Korea Selatan.Sebagai seorang Pilot dari salah satu maskapai
Asya merasa tidak enak hati, pasalnya beberapa bulan terakhir sikap suaminya sedikit berbeda. Qianno sering membawa ponselnya ke mana-mana. Bahkan, ketika masuk ke dalam kamar mandi.Padahal Qian termasuk pria yang tidak terlalu peduli tentang barang-barang pribadinya, dia selalu meletakkan sembarangan bahkan pernah ponselnya ikut masuk ke tempat sampah saat ia membuang bungkus bekas makanan siap saji.Jika bukan Asya yang menanyakan saat itu, pasti ponsel milik Qian sudah ikut terbuang ke tempat pembuangan akhir."Sebenarnya, Qian Ge kenapa? Apa, ada sesuatu yang dia sembunyikan? Apa mungkin dia mulai bosan padaku?" keluh Asya. Wanita berambut lurus itu duduk bersandar pada sofa mahal yang dibeli suaminya satu bulan yang lalu. Asya beberapa kali menekan perut dan menutup mulutnya. Sudah dari kemarin ia merasakan hal itu, mungkin terlalu banyak pikiran dan juga beberapa hari mulai melupakan makan dengan teratur. Satu minggu lagi suaminya pulang ia tidak boleh menyambutnya dengan kea
Qianno masuk ke dalam rumahnya dengan keadaan sedikit berantakan, pria itu langsung mencari keberadaan istri yang sudah hampir 2 minggu tidak ia temui."Asya ...." panggil Qianno. Pria itu mengernyit bingung saat tidak merasakan adanya tanda-tanda kehidupan di dalam rumahnya."Sayang, Gege pulang ...." Pria itu langsung berlari ke arah kamar, pikirannya tidak enak saat ini.Dengan gerakan cepat Qianno membuka pintu kamarnya, baru saja ia akan berteriak memanggil nama istrinya, tetapi ia terpaku melihat pemandangan sang istri sedang meringkuk di atas ranjang dengan selimut yang tergulung di seluruh tubuhnya hingga menyisakan sebatas kepalanya saja.Pria itu menghela nafas lega sekaligus khawatir, ia lega karena istrinya ternyata masih berada di dalam rumah. Sedangkan ia khawatir karena melihat Asya meringkuk seperti janin dan wajahnya terlihat sangat pucat.Qianno mendekat, pria itu mengusap pelan rambut sang istri yang tampak berantakan, tidak seperti Asya setiap harinya yang selalu r