James masih saja menunduk walaupun sudah lima menit lamanya waktu berlalu sejak dia datang menjemput Katon untuk kembali ke dunia mereka. Dia melakukan itu karena saat ini mata Katon berubah hitam legam, penuh amarah dan dendam yang tak bisa dihentikan siapa pun bahkan oleh James. Cerberus sudah pergi, menunaikan tugasnya untuk menjaga Deswita dan ibu Karin, jadi sekarang tinggal James dan Katon berdua saja. "Antar aku ke Stefani," James memberanikan diri mendongakkan kepalanya, "Kenapa kita menemui Stef?" Bola mata Katon bergerak mengawasi James, "Haruskah kujawab?" James kembali menunduk dalam, lalu mempersilakan Katon untuk segera duduk di kursi belakang mobil. Hanya hitungan detik mobil mereka sudah melaju kencang, membelah jalanan, menembus bangunan dan hanya dalam satu kedipan mata James sudah mengantar Katon hingga di depan gerbang negeri bangsawan iblis. Ketika sampai di sana, laju mobil mereka melambat layaknya mobil biasa dan bergerak melewati jalanan yang ada. James men
Hendery tertawa menggelegar, membuat gemuruh langit cerah di sekitar Sekolah Sofia siang ini. Dia berdiri di tepi rooftop yang biasa ia gunakan sebagai tempat persembunyiannya. Tangannya terbuka lebar, menarik nafas dalam-dalam dan kembali tertawa sangat bahagia. Salah satu misinya untuk mendekati Karin sebentar lagi terwujud, karena berita tentang Karin yang dicampakkan Katon beberapa hari lalu masih terus saja diperbincangkan. Tak bisa dipungkiri Hendery, selain menjadi mantan calon pengantin Katon, Karin juga memiliki pesona tersendiri yang mampu menarik perhatian semua laki-laki termasuk para bangsawan iblis. "Kau harus bergerak cepat," ujar Erna yang entah kapan muncul. Hendery dan Erna memang berbagi tempat persembunyian yang sama karena secara tak sengaja mereka memiliki tempat tujuan yang sama. "Sudah banyak yang mengincar Karin," tambahnya. "Tentu," Hendery turun dari tempatnya berdiri, "Dia adalah mantan calon pengantin Bagaskara, salah satu petinggi di sini." timpal Hender
"Kapan kamu akan menikah?" tanya Serena, setelah Karin mempersilahkannya duduk. Hari ini Serena menyempatkan diri untuk datang ke asrama Karin, karena dia baru saja berbelanja di tempat yang berdekatan dengan asrama Karin. Walaupun terkejut dengan kedatangan Serena yang mendadak, namun Karin tetap menyambutnya seramah mungkin. "Aku nggak tahu," jawab Karin singkat, sibuk menata barang-barangnya yang berserakan, "Serena, ada perlu apa kamu kemari?" tanyanya berusaha mengalihkan pembicaraan. "Oh iya," Serena mengambil sesuatu dari tas belanjaannya. Lalu dia memberikan sebuah bingkisan kecil, "Bukalah. Ini khusus aku pilihkan untukmu," pinta Serena penuh semangat. Karin menerima bingkisan itu dengan hati-hati, "Scrunchies?" Serena mengangguk senang, "Warnanya sangat cocok denganmu. Aku sengaja membeli banyak biar bisa dipake gantian," Karin mengucapkan terima kasih paling tulus lalu memasukkannya ke dalam laci meja. Air mata mendadak menggenangi matanya. Dia berusaha menyembunyikann
Mobil Holden Kingswood warna biru tua itu sudah terparkir rapi di samping pintu gerbang asrama putri dimana Karin dan Erna tinggal. Berdiri Hendery yang bersandar pongah di samping kap depan mobilnya. Dia mengenakan kacamata hitam dengan kemeja longgar yang tipis. Saat melihat Erna dan Karin yang keluar dari gerbang, dia melambaikan tangan riang. Erna senang buka main melihat Hendery, dia bahkan berlari menghampiri cowok itu. "Kita beneran liburan nih?" seru Erna sangat senang. Dia sudah memakai pakaian santai terbaiknya, "Kita beneran mau ke pantai kan?" Hendery melepas kacamatanya, "Trus ngapain aku pake baju kayak gini kalo kita mau ke gunung?" Hendery menunjuk penampilannya, kemudian beralih ke Karin, "Kamu mau kan liburan bersamaku?" Nada suaranya berubah pelan dan dramatis saat berbicara dengan Karin. Karin mengangguk, ikut senang, "Aku nggak pernah melihat pantai," "Rin, serius?" Erna melongo sangat terkejut. "Nggak pernah lihat selama di sini maksudmu kan? Aku juga nggak pe
Katon menyelipkan jari jemarinya ke sela jari Karin sambil memandangi wajah sendu gadis itu. Katon sangat tahu isi hati Karin, karena tak butuh hitungan menit baginya untuk menerka apa yang sedang dipikirkan Karin. "Ayo pulang," ucapnya. Karin diam memandangi mata Katon yang telah berubah warna menjadi hijau zamrud, menandakan kalau suasana hatinya sedang baik. Tapi bukan itu yang diinginkan Karin, "Untuk apa kau kemari?" Dia tak membalas genggaman tangan Katon, namun juga tak menepisnya. Dia lebih terkesan pasrah. "Aku ingin kita pulang. Kenapa kau di sini bersama Hendery?" "Mereka temanku," "Tapi motif Hendery lebih dari itu," "Apa urusanmu?" Pertanyaan Karin sukses menghunus benak Katon. "Kenapa kau tidak pergi saja bersama Stefani?" Masih banyak sekali aduan yang ingin Karin lontarkan saat itu juga pada Katon, tapi separuh bagian dari dirinya menahan. Dia tidak ingin tampak seperti yang paling terluka di sini, setidaknya dengan berbagai penderitaan yang telah terjadi padanya.
Meski sekuat tenaga, nyatanya Karin sangat berusaha melepas genggaman tangan Katon di wajahnya. Dia berteriak, berontak, namun Katon tak mengindahkan penolakan dari Karin. Entah apa yang dipikirkan Katon, namun dia seakan ingin menyedot keluar jiwa Karin. "Katon ... " Suara Stefani yang berada dekat sukses melepaskan Karin dari cengkeraman Katon. Gadis itu berdiri di belakang Karin, memandangi mereka berdua dengan kedua matanya yang tajam namun indah. "Apa yang kalian lakukan?" Katon mendongak dan saat melihat Stefani, dia sedikit kaget. Tidak biasanya dia lengah, karena siapapun yang berniat mendekatinya dari jarak ratusan meter pun Katon akan langsung tahu. Tapi kedatangan Stefani kali ini sungguh luput dari pengawasannya. "Kenapa kamu menciumnya?" protes Stefani pada Katon sambil memandangi Karin dengan tatapan jijik. Karin menahan kekesalannya, "Aku harus pergi," Dia langsung berlari masuk ke dalam asrama, tak peduli Katon dan Stefani yang masih tertinggal jauh di belakang. Dia
Pagi ini Erna sengaja bangun pagi untuk bisa berangkat lebih awal ke sekolah. Dia tak langsung menuju kelas, melainkan pergi menuju rooftop dan berharap ada Hendery di sana. Namun pagi ini sepertinya dia harus kecewa, karena meski sudah berkeliling, Hendery tak dia temukan. Dia menghela nafas kesal, kemudian menghirup kuat-kuat udara pagi yang masih teramat segar. Hal yang selalu dia lakukan sejak pertama kali datang ke Alfansa. Menikmati indahnya pemandangan dari atas rooftop sekolah."Kau mencariku?" ujar Hendery yang tiba-tiba saja sudah di belakang Erna.Spontan dia memutar tubuh ke belakang. Ada secercah lega di hatinya. "Tumben pagi banget?" sahut Erna.Hendery berjalan ke samping Erna. Dia ikut menghirup udara kuat-kuat dan menghembuskannya keras. "Ada yang harus kulakukan hari ini,""Apa?" Tanpa sadar Erna bertanya dengan cepat.Hendery meliriknya tajam. "Sejak kapan kau ingin tahu?" tanyanya. "Kau kan bukan temanku?"Erna salah tingkah. "Ya siapa tahu ada hubungannya dengan Ka
"Ayo bersiap," James pagi buta sudah berdiri tegak tepat di depan pintu kamarnya.Karin terperanjat, berteriak pelan dan mundur beberapa langkah. Andaikan dia tak sengaja membuka pintu karena lapar, mungkin James masih berdiri di situ sampai matahari terbit."J-James? Kenapa ... ""Ayo bersiap," ulang James. Meskipun sudah sangat larut bahkan menjelang pagi, tak ada yang lusuh dari penampilan James. Pria tua itu tetap segar dan rapi.Karin merentangkan sepuluh jarinya hendak mencegah James yang ingin menerobos masuk. "Tunggu tunggu James!" Karin menahan tubuh berat James. "Aku harus bersiap untuk apa?""Bersiap menuju kediaman utama Bagaskara," jawab James masih berusaha menerobos masuk. "Aku harus masuk, karena semua siswi mengawasiku," Dia menoleh pada para siswi yang berkasak-kusuk tak jauh darinya."Kenapa?" tanya Karin dengan nada sangat keras.Mendengarnya membuat James menghentikan usahanya. Dia memandang Karin keheranan. "Sudah lima bulan kau di sini. Apa Tuan Katon tak pernah