Hai readers, I'm back. Sudah Chapter 24 nih. Semoga kalian masih betah menunggu kelanjutan novel ini. Terima kasih untuk semua yang sudah setia baca sampai Chapter 24 ini. Silakan tunggu chapter selanjutnya karena novel ini akan update tiap hari.
Evanna keluar dari toilet setelah menenangkan hatinya. Ia kecewa pada atasannya sendiri. Benar kata Shana bahwa Evanna harus mewaspadai Calix.”Ini.”Evanna terkejut saat mengetahui Shana sudah menunggunya di depan pintu toilet. Ia mengulurkan tissue pada Evanna untuk menyeka mata dan pipinya.”Kau tak apa-apa?” tanya Shana khawatir.Hari ini Shana sengaja datang lebih pagi supaya bisa cepat pulang. Namun, ia malah mendengar suara orang bertengkar dari dalam ruang kantor Calix.Evanna menerima tisue dari Shana dengan tangan sedikit gemetar. Ia mengusap sisa-sisa air mata di pipinya sembari menghela napas panjang.”Aku tidak apa-apa, hanya sedikit terguncang saja,” ujar Evanna parau.Shana mengangguk paham. Tentu saja Evanna masih syok dengan pertengkarannya barusan dengan Calix. Shana bisa menebak apa penyebabnya, saat melihat raut kacau di wajah Evanna.”Kita masuk ke ruang istirahat dulu. Kau terlihat butuh waktu untuk menenangkan diri,” ujar Shana lembut.Evanna hanya menurut tanpa
Masih ada dua minggu lebih sebelum Evanna dan Shana menjalankan rencana mereka. Calix adalah laki-laki licik. Evanna dan Shana harus sangat berhati-hati dan merencanakan semuanya dengan matang.Sepulang bekerja petang ini, Evanna berdiri di depan mini bar milik Khandra. Selama tinggal di apartemennya, Evanna tak pernah menengok isi mini bar itu. Baru kali ini ia penasaran isinya dan setelah lama memperhatikan isinya ia malah bingung sendiri.Ada berbagai macam botol dengan ukuran dan warna yang berbeda. Evanna mengenal beberapa di antaranya seperti anggur dan wiski meskipun belum pernah mencicipinya.Dalam pesta Halloween pasti akan disajikan minuman beralkohol. Evanna perlu mencoba beberapa di antaranya supaya ia bisa memprediksi reaksi tubuhnya terhadap alkohol. Akan aneh kalau ia bersama Calix tanpa menyentuh minuman sama sekali.”Kau sedang apa?” tanya Khandra yang sudah berdiri di belakang Evanna.”Oh, hanya sedikit ingin tahu tentang alkohol,” jawab Evanna yang membuat Khandra me
”Kau tahu? Sepertinya aku mulai merasa jatuh cinta. Padamu.”Khandra tertegun mendengar ucapan Evanna. Ia menatap Evanna yang masih memeluknya. Matanya sayu dan wajahnya sudah terlihat memerah karena mabuk.Evanna mengangkat wajahnya. Dagunya ia sandarkan pada dada Khandra. Kemudian ia berjinjit dan mencium bibir Khandra. Khandra terkesiap. Tak pernah mengira Evanna akan berbuat sejauh itu. Namun Khandra tak menolaknya. Ia membalasnya dan melumat bibir Evanna dengan hangat. Napasnya terengah ketika ia melepaskan ciumannya.”Rasanya manis. Bibirmu juga manis,” ucap Evanna lirih, lalu tersenyum.Khandra tertegun mendengar ucapan Evanna. Laki-laki itu berdeham untuk menetralisir kegugupannya.”Sudah cukup. Kau mabuk berat,” ujar Khandra sambil menyeret langkah Evanna ke kamarnya.Namun gadis itu malah memeluk Khandra erat, seolah tak ingin dilepaskan. ”Tidak mau... Aku masih ingin minum lagi bersamamu,” rengeknya manja.Khandra menghela napas panjang. Evanna benar-benar sudah kehilanga
”Itu kostum yang harus aku pakai?” teriak Evanna syok saat Shana menunjukkan kostumnya sore itu.”Memangnya kau mau pakai kostum apa?” tanya Shana gemas melihat reaksi Evanna.”Apa nggak ada yang lebih tertutup? Kostum abad pertengahan tampaknya lebih cocok,” bantah Evanna.”Memangnya kamu mau pakai kostum Valak? Atau mau berdandan seperti Anne Boleyn dengan menenteng kepalanya yang terpenggal? Bukannya terpesona, Calix malah bisa kabur ketakutan saat melihatmu,” sahut Shana yang tidak menghiraukan protes Evanna.Kostum yang dikenakan Evanna sangat minim. Bustier hitam dengan kancing di bagian depan dan rok tutu hitam di atas lutut membuatnya tak nyaman. Apalagi dengan tanduk kecil di atas kepalanya membuatnya merasa seperti iblis kecil yang siap menggoda manusia.Shana juga memakai kostum hitam yang mirip dengan Evanna. Bedanya gaun Shana sepanjang betis dengan belahan tinggi sampai di pahanya. Rambut hitamnya ditutup topi penyihir yang runcing.Evanna menghela napas panjang. Shana a
Di toilet, Evanna baru bisa menarik napas lega. Tangannya terasa sedikit gemetar akibat baru saja melakukan tindakan kriminal. Meskipun ini demi memberi pelajaran pada Calix, tetap saja membuat batinnya bergejolak.”Tenanglah Evanna, ini semua demi kebaikan,” bisiknya pada diri sendiri.Ia membasuh tangannya yang gemetar dengan air dingin untuk menenangkan pikirannya.Setelah beberapa saat, Evanna merasa lebih tenang. Ia kemudian keluar dari toilet dan kembali bergabung dengan Shana dan yang lainnya. Tampaknya Calix masih belum menyentuh minumannya.Evanna melempar pandangan pada Shana, mencoba memberi kode tanpa kata-kata. Shana mengangguk samar, mengisyaratkan agar mereka tetap tenang dan menunggu Calix meminum minuman itu.Jantung Evanna kembali berdegup kencang menanti waktu yang tepat untuk melanjutkan rencana selanjutnya. Semoga semuanya berjalan lancar seperti yang diharapkan.”Kenapa dia belum minum?” bisik Evanna tegang.”Sabarlah, kita harus sabar jangan terburu nafsu,” ucap
Khandra merasa perjalanan ke apartemennya sangat jauh malam itu. Hujan deras yang mengguyur menghalangi pandangannya. Ditambah lagi Evanna yang terus mendesah dan melenguh membuat Khandra merasa semakin frustrasi.Khandra membunyikan klaksonnya kuat-kuat untuk melampiaskan rasa frustrasinya. Ingin sekali ia berbalik ke club dan menghajar Calix sampai puas.”Tunggu sebentar lagi!” teriaknya saat mendengar Evanna kembali menggerung.Pakaian Evanna sudah kusut masai, rambutnya acak-acakan, dan duduknya sudah tak beraturan.”Oh, ayolah, aku sudah tak tahan,” keluh Evanna yang membuat Khandra menelan salivanya pahit.Khandra mengumpat dan mengutuk Calix sepuas hatinya. Untung saja ia mengawasi Evanna malam ini. Kalau tidak, entah apa yang terjadi. Mungkin Evanna sudah menggelepar dan menjadi mangsa laki-laki brengsek di club.Suara ban mobil Khandra berdecit keras saat mobilnya memasuki basement tempat parkir apartemen. Khandra melompat turun setelah memarkir mobilnya dekat pintu lift. Ia
”Aaarrrrgghhhh……!!” Calix melolong kesakitan saat aliran listrik kembali menyiksa tubuhnya.Calix sudah semakin lemah. Napasnya tersengal-sengal. Tubuhnya basah oleh keringat. Ia tak punya tenaga lagi untuk melawan.Meski sudah melihat Calix tak berdaya, ketiga orang tinggi besar yang menawannya tak menunjukkan raut wajah kasihan. Salah seorang di antaranya malah menjambak surai Calix dan menatapnya sinis.”Kami akan menyiksamu sampai kau tak berbentuk lagi, kau tahu?” ejeknya sambil menatap Calix yang terengah.”Aku..aku tak bersalah. Kenapa kalian lakukan ini padaku?” rengek Calix yang membuat ketiga orang itu semakin jengkel mendengarnya.Salah satu anak buah Khandra kembali menyalakan listrik dan Calix kembali berteriak kesakitan.”Kumohon… kumohon hentikan… Aarrrghhh!!”Tubuhnya hanya bisa menegang saat aliran listrik kembali menyiksa tubuhnya. Calix tidak berdaya. Kedua tangan dan kakinya diikat pada kursi kayu yang kuat.Calix hanya bisa mendogakkan kepalanya dan berteriak kenc
”Cari Maira sekarang juga sampai ketemu! Aku tak peduli ia bersembunyi di lapisan neraka bagian mana. Yang pasti temukan dia dan bawa ke hadapanku sekarang juga!”Rakha tersentak kaget saat mendengar gerungan marah dari dalam ruangan Khandra. Apalagi kakaknya itu juga menyebut tentang Maira.”Anda ingin bertemu Khandra?” sapa Rendra asisten pribadi Khandra.Rakha berjengit kaget mendengar suara Rendra yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya dan memergokinya tengah menguping.”Tampaknya sekarang bukan waktu yang baik. Dia kelihatannya sedang mengamuk. Ada apa?” tanya Rakha.”Bukan apa-apa. Hanya ada seorang bernama Calix yang disuruh seseorang untuk menjebak Nyonya Evanna di club. Untung saja Khandra datang tepat waktu,” jelas Rendra singkat.Rakha menelan salivanya yang rasanya seperti tersangkut di tenggorokan. Jadi, Khandra menangkap Calix dan sekarang tengah menginterogasinya. Bahaya. Jika Calix atau Maira menyebut namanya, Rakha bisa tamat saat ini juga.”Nanti saja aku kembal