"Are u kidding me?" William menaikkan sebelah alis dengan sorot keberatan pada apa yang Navisha sodorkan padanya. Gadis itu malah menaikan baru acuh ."Kan kamu yang maksa ingin ikut acara ini. Jadi ya ... mau tak mau kamu juga harus ikut peraturannya."William termangu, masih menatap keberatan pada sesuatu di tangan Navisha yang membuat matanya gatal sekali. Yang benar saja!"Ya tapi ... kenapa harus pink, Nav!" William kembali protes. Benar-benar keberatan jika harus memakai benda di tangan Navisha, yang itu sebenarnya adalah kaos khusus acara sekolah Angel hari ini. Bukan masalah kaosnya yang nampak rame dan norak di mata William. Tetapi karena warna itu, loh. Pink! Warna yang biasanya di sukai para wanita. Pink menyala pula mirip stabilo, tetapi agak gelap lagi. Alamak! Membayangkannya saja William sudah bergidik ngeri!Sebagai seorang pemilik distro kaos dan perlengkapan anak muda di negara ini, jelas William sangat tahu fashion. Dan jelas, warna pink seperti itu tidak akan mas
"Bagaimana para saksi? Sah?""Sah!""Sah!"Alhamdulilah ....Koor berupa syukur pun terdengar. Di tempatnya, Navisha pun turut lega dan bahagia. Ia mengangkat kedua tangannya, seraya mengaminkan doa yang dipanjatkan penghulu di depan sana. "Amiinnn ...." Ia menutup doanya seraya mengusap wajah dengan kedua tangannya. Angel di pangkuannya turut melakukan hal serupa dengan sang ibu. Tak lama setelahnya, pengantin wanita pun dihadirkan. Diiringi Nissa dan Karina di kedua sisinya. "Tante Naira cantik ya, Ma," puji Angel polos. "Iya. Cantik banget." Navisha mengaminkan. Karena memang Naira di sana, yang kini menjadi mempelai wanita di acara ini nampak sangat mempesona. Di balut kebaya modern berwarna putih tulang, dengan segala riasannya dan sapuan make up flawless. Naira nampak sangat luar biasa. Lihatlah, bahkan suaminya sampai tak mengedip sejak kehadiran wanita itu. Di tempatnya, Navisha turut bahagia melihat akhirnya salah satu sahabatnya itu telah bersatu dengan sang pujaan. Da
William menghela napas berat sambil memperhatikan Navisha dari balik pintu dapur hotel tempat acara resepsi privat akan dilaksanakan. Gadis itu kini tengah berjibaku dengan tepung dan kawan-kawannya untuk membuatkan Naira sebuah kue pengantin yang tingginya satu meter.Gila memang bule yang baru saja menjadi suami Naira itu. Mentang-mentang punya uang dan kuasa, seenaknya saja membuat acara dadakan tanpa perduli pada perasaan orang. Bukan, William bukan tak suka, atau tak ingin membantu dan terlibat dalam acara penting sepupunya ini. Akan tetapi, bok ya jangan seenaknya juga. Kasihan Navisha. Dia pasti sangat akan sangat lelah. Sudah mah semalam kurang tidur, pagi repot oleh acara sekolah Angel. Kini, harus bekerja keras macam kesetanan membuat kue. Tiga jam! Ya, Tuhan .... punya otak gak sih, dia? Ah, tepatnya punya hati gak, sih? Beruntung Navisha ahlinya dalam membuat panganan manis itu. Hingga gadis itu tak sepertinya tak menemukan kendala yang berarti. Adapun alasan kenapa Navi
"Tapi aku belum memutuskan apa pun. Bahkan memikirkannya lagi belum ingin."Hening tercipta. Tidak ada hal berarti dari William untuk menimpali ucapan pedas Navisha barusan. Pria itu hanya terdiam sambil menatap sang pujaan dengan lekat. Seolah tengah menyelami sorot mata yang nampak berani menatapnya. Sejurus kemudian William tersenyum miring. Tubuhnya bergerak perlahan namun penuh ketegasan menghampiri gadis yang begitu keras kepala itu. Navisha sontak melangkah mundur seiring langkah mendekat William. Entah kenapa, jantungnya kini merasa sedikit takut melihat tatapan tajam dan seringai iblis itu. Glek!Navisha menelan saliva kelat tanpa sadar, saat tubuhnya tertahan tembok di belakang tubuhnya. Ia terpojok, tak bisa lari ke mana pun. Sementara itu, William terus bergerak mendekat dan semakin mengintimidasi Navisha. "Jangan menguji kesabaranku, Nav," ucapnya dingin sengaja ia bisikan pada telinga Navisha. Membuat gadis dewasa pemilik lesung pipit itu meremang di tempatnya. "Kau t
"Weh, pengantin baru kok turunnya sendirian? Suaminya kemana, Bu?" goda Nissa. Dengan alis naik turun syarat akan sindiran. Saat melihat kehadiran Naira pagi itu.Naira pun berdecak kesal mendengarnya, dan langsung menghempaskan diri di samping Navisha."Ga usah sok polos, Anda. Para suami kan emang sengaja ngerjain dia kan, semalam?" balas Naira, yang langsung di sambut gelak tawa para istri, yang kini tengah menikmati sarapan paginya. Ingat, ya! Para istri. Karena para suami mereka nasibnya semuanya sama. Masih mendengkur semua di kamar. Akibat keusilan mereka sendiri.Ya, para pria memang katanya mengerjai sang pengantin pria semalam. Sengaja menahan si pengantin pria, agar tak bisa melaksanakan yang namanya malam pertama. Sungguh jahil sekali. Navisha yang semalam tidur duluan tak tahu akan hal itu. Baru tahu pas tadi pagi dari Nissa. Ia pun hanya bisa menggeleng tak habis pikir. "Wah … kalo begitu belum ada acara belah duren dong," celoteh Karina tak kalah iseng."Belum, lah!
Ancaman Gerald kali ini lumayan membuat Navisha takut. Bukan hanya karena sejak kehilangan pekerjaan, Navisha seolah kehilangan taringnya. Tetapi juga karena ada photo yang Gerald kirimkan ada photo bukti yang waktu itu pernah ia bahas. Navisha heran kenapa bukti tersebut masih ada. Seingatnya, waktu itu sudah di musnahkan anak buah Raid yang memang diperintahkan untuk mencurinya. Gerald sempat ngamuk setelahnya, mencoba menyakiti Navisha lagi. Beruntung Navisha masih bisa meloloskan diri. Sekarang? Entah kenapa bukti itu bisa ia dapatkan kembali. Atau mungkin, pria tersebut memang menyimpan salinannya. Wah, tidak bisa dibiarkan kalau begitu. Navisha pun gegas mengirim chat Gerald pada Nissa, untuk nanti dilanjutkan kepada suaminya. Meski sebenarnya memiliki nomor Raid sendiri. Navisha lebih suka meminta Nissa jadi perantara jika ingin berkomunikasi dengan Raid. Ia tak ingin ada kesalahpahaman nantinya. [Laki gue akan menyelidikinya terlebih dahulu. Lo sabar ya, Nav]Chat jawaban
"Mama bawa apa?" tanya Angel riang seraya bergelayut manja di leher sang ibu. "Mama?" Milli terkesiap kaget seraya menutup mulutnya yang refleks menganga. Hal itu tak luput dari pantauan William. "Ayam saus madu. Kesukaan Angel, kan?""Asyiikkk!!"Lagi, Milli terkesiap mendengar hal itu. Matanya kini terfokus pada Angel dengan sorot tak terbaca. Navisha mencoba abai pada hal itu. Meski hatinya berbanding terbalik dengan sikap tenangnya. "Papa, Mama bawa makanan kesukaan Angel. Papa suka juga, gak?" Angel si anak baik pun tak melupakan sang ayah. William tersenyum tipis dan mengangguk. Sorot mata Milli semakin tak terbaca. Melirik antara Angel, William dan Navisha. Seringnya ke ke arah Angel dan William. Entah apa yang ada di benak gadis itu. "Ya, udah. Ayo makan." Navisha menginterupsi. "Will, ayo! Makan dulu baru lanjut kerja."Senyum William semakin lebar. Ia senang di perhatikan sang pujaan. Pria itu pun gegas menyelesaikan acara mengecek berkas di tangannya. Sementara Navisha
"Angel udah tidur?" tanya Navisha ketika melihat kehadiran William. Tadi Angel memang minta ditemani tidur sambil dibacakan dongeng oleh William. Navisha bisa apa selain melipir pergi. Kebetulan ia juga ingin merehatkan pikiran yang sedang panas sejenak."Mau kopi atau teh?" tawarnya lagi seraya bergerak ke area dapur. "Kopi saja," pinta William, lalu duduk di meja makan yang memang ada di dapur itu. Ia terus memperhatikan Navisha yang saat ini tengah membuatkannya secangkir kopi. Pikirannya penuh dengan pertanyaan perihal ucapan Gerald beberapa saat lalu. Meski pada akhirnya pria itu dapat di usir dengan bantuan anak buah Raid yang turut hadir di sana. Tetapi pemberitahuan Gerald mengenai status Angel masih membuat William penasaran luar biasa. Kalian juga, kan?"Sorry, cuma ada kopi hitam." Navisha menyerahkan cangkir pesanan William. "It's okeh." Pria itu tidak keberatan sama sekali. Ia lalu menyesap cairan pekat itu sedikit. Rasanya sangat pas di lidahnya yang biasanya agak pe