"Hey, Pak Tua, siapa kamu?" teriak sosok yang keluar dari peti yang tertutup rapat itu kepada Gunawan yang masih menyapu jalan."Kamu yang siapa? Kenapa kamu ganggu putraku?" teriak Gunawan begitu menakutkan."Hah! Anakmu? Siapa yang kamu aku sebagai anak? Dia!" tunjuk sosok itu lalu tersenyum miring ke arah Jaka. "Penakut seperti dia tidak pantas kamu aku sebagai anak!""Kamu!" Gunawan mendekati sosok itu lalu menunjuk tepat di antara dua alis pria yang begitu lancang menghina Jaka. "Kamu mau cari masalah, ya?"Hahahaha!Tawa mengelegar terdengar dari sosok bertubuh pendek berwajah ketus itu menertawakan Gunawan yang dia anggap salah mendidik putranya. "Dia itu penakut! Mana pantas kamu anggap dia putramu, Pak!""Hey!" Wajah Jaka memerah dan dia tidak sanggup lagi menahan amarahnya. "Kamu bilang aku siapa?"Sosok itu melirik ke arah mobil butut yang digunakan Jaka sebagai pengantar peti mati lalu menyeringai. "Kamu cuma supir miskin yang tidak pantas aku takuti. Kamu tidak pantas dia
"Apa kita harus kembali ke sana?" tanya Jaka ragu."Tidak! Kita pulang saja, Mas."Jaka menarik tangan Bowo kuat hingga pria bertubuh mungil itu terdorong kebelakang. "Kenapa?" tanya Jaka marah.Karena Bowo paham apa yang membuat temannya ini marah, dia hanya tersenyum tipis agar Jaka tidak semakin kesal. "Mas, tidak semudah itu masuk ke sana. Kita butuh mereka membuka pintunya dulu," jelas Bowo dnegan tutur yang lembut.Jaka yang mendengar penjelasan dari Bowo kemudian menggangguk pelan tanda setuju dengan apa yang dikatakan Bowo. "Jadi kita pulang saja?"Bowo mengangguk kuat. "Ya, nanti saat pintu itu terbuka, kita akan kembali masuk dan menyusul ayahmu,"Keduanya kemudian melangkah menuju mobil meninggalkan rumah sakit tempat mereka mengirimkan peti mati. Mata Jaka masih lesu membuat Bowo memintanya duduk di samping kemudi saja ketimbang terjadi hal buruk pada keduanya.Jaka tidak menolak, dia memang sudah kehilangan semua semangatnya begitu tau kesalahan besar ini dia lakukan. M
"Baik," Jaka tiba-tiba mendapatkan keberaniannya dan melakukan apa yang diperintahkan Dumadi.Dia menembus dinding dan sedetik kemudian mulai mengenali tempatnya berada. Matanya menyapu sekeliling mencari sang ayah dan benar saja sosok yang dia cari sedang duduk seperti menunggu kedatangannya kembali."Ayah!" Jaka berlari cepat lalu menarik tangan pria tua yang matanya bercahaya melihatnya. "Ayo, kita pergi.""Alhamdulillah," Kaki Gunawan langsung menapat ke tanah lalu melangkah cepat mengikuti Jaka yang sudah tidak sabar untuk pergi."Cepat!" Teriakan Dumadi menggema dan mata Jaka menatap tajam ke arah dia harus keluar."Ayah, ayo!" pinta Jaka yang melihat langkah pria tua itu tidak bisa lebih cepat. Saat Jaka melirik ke arah ayahnya yang berjalan semakin lambat di belakangnya, Dumadi mulai cemas. Tenaganya sudah banyak berkurang untuk menahan terbukanya pintu astral di depannya. "Jaka, cepat!" pintanya tapi Jaka malah memutar tubuhnya ke arah Gunawan. "Aku tidak sanggup, Jaka. Kak
"Terima kasih, Mas. Kalau nggak ada Mas, aku pasti masih ada di dunia hitam itu," ucap Gunawan pada Dumadi temannya yang akhirnya dia temui setelah sekian lama."Eh, kenapa harus minta maaf kepadaku?" tanya Dumadi lalu terkekeh.Pertemuan itu akhirnya jadi pertemuan yang manis karena Gunawan memang sudah lama tidak melihat sosok teman yang selalu saja membantunya selama hidup.Gunawan juga berterima kasih pada dukun yang dia tau masih berhubungan dengan Irawan, yang masih menjadi misteri andilnya di kehidupan baru mereka ini."Kamu pasti lelah, kenapa tidak tidur dulu," potong Dumadi lalu melirik ke arah Jaka yang nampak bingung di tengah percakapan ayah dan temannya ini."Tidur?" Jaka menghela nafas panjang sebelum akhrinya bangkit dari tempat duduknya. "Ya, aku akan tidur. Sebentar saja.""Lama juga nggak papa," imbuh Gunawan yang memang ingin bertanya banyak pada teman dukunnya itu."Oh," Jaka lalu melangkah menuju kamar dan mulai membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur nyaman y
"Baik, kalau begitu aku akan segera pergi ke pabrik,"Dumadi tersenyum mendengar perkataan Jaka yang begitu bersemangat setelah dia menuturkan apa yang akan terjadi hari ini.Dia bisa tau semuanya, karena pria tua ini memiliki kemampuan meramal hingga tidak sulit baginya membaca apa yang akan dihadapi Jaka sejam yang akan datang.Setelah bersiap, Jaka bergegas pergi ke pabrik bersama Dumadi dengan berjalan kaki. Setiba di pabrik, dua orang pria berbaju polisi nampak berdiri di gerbang pabrik kemudian mencegat Jaka yang datang dengan mengendarai sepedah motornya."Selamat pagi," Pria berbaju polisi itu kemudian memasang posisi hormat ke arah Jaka membuat kening pemuda ini berkerut."Pagi, ada apa ya, Pak?" tanya Jaka lalu menghentikan motornya."Kami dari kepolisian. Semalam ada pencurian di pabrik sehingga pabrik di tutup untuk sementara selama proses penyelidikan," jelas polisi tadi dengan wajah yang begitu serius."Astaga," gumam Dumadi yang berdiri di samping Jaka. "Setahuku tempat
"Tidak, Pak. Dia datang untuk membantuku saja." jawab Jaka sambil menggaruk tengkuknya. "Jangan marah,""Tidak, aku tidak marah. Hanya merasa aneh saja, kenapa ada mahluk astral di sini," Danu lalu menarik tangan Jaka menuju ruangannya lalu mempersilahkan bawahannya itu duduk di kursi seberang mejanya. "Ada apa?" tanya Jaka yang tidak mengerti maksud dari Danu."Begini," Danu lalu mengatakan maksud hatinya sambil berbisik agar teman kerja Jaka yang lain tidak mendengarkan perkataan mereka. "Jadi aku rasa dia ada main di pabrik ini," tutur Pak Danu dengan suaranya yang marah."Astaga, dia lagi,""Benar," Danu menghela nafas berat lalu menoleh ke arah kantor tempat seseorang masuk dan mengacak-ancak tempat itu malam tadi. "Entah apa maksudnya,"Saat Danu nampak begitu marah, Dumadi nampak mendekat. Dia lalu duduk di samping Danu yang hanya terdiam meski tau kedatangan Dumadi untuk membantunya menyelesaikan masalah yang belum terpecahkan itu."Aku rasa Bapak lebih baik pergi dari pabrik
"Jangan, Mas. Kita tidak boleh melawannya sendirian," pinta Bowo pada temannya. "Kalau kamu lawan sendiri, aku takut dia akan semakin beringas,"Jaka manggut-manggut mendengar perkataan Bowo. Dia tau temannya ini sangat baik hingga rela melakukan apapun untuk membantunya. "Jadi kamu mau membantuku?""Ya, tentu saja. Aku sudah sampai di sini, jadi sudah layak rasanya aku membelamu sampai selesai,""Ok,"Mereka kemudian melanjutkan perjalanan mereka mengantarkan peti mati untuk hari ini. Memang kalau Bowo tidak mengantarkan barang, itu sama saja dengan dia tidak dapat upah hari ini, karenanya dia akan tetap pergi meski sebenarnya dia enggan.Setiba di halaman rumah duka, mata Jaka segera menyapu sekeliling. Dia berusaha tau rumah siapa ini sebelum turun dari mobil yang dia kendarai."Kamu kenal rumah ini?" tanya Bowo saat mata Jaka terus saja mencari tau siapa empu dari rumah mewah berlantai dua yang cat rumahnya sudah pudar.Jaka tidak menjawab, dia hanya memarkirkan saja mobil yang di
Brak!"Buka pintunya!" Teriakan dari luar ruangan itu membuat Jaka benar-benar kehilangan akal untuk menghadapi masalah ini. Dia benar-benar tidak meyangka jika perintah saudaranya itu justru membuatnya dalam masalah."Hey, kami tau kamu ada di dalam!" "Astaga!" Jaka terperanjak mendengar perkataan yang terdengar di luar ruangan tapi hal yang lebih membuatnya kaget karena dia mengelai suara itu adalah suara Irawan, si polisi yang jahat itu."Jadi ini benar-benar rumah Irawan?" tanya Jaka pada Rani yang menatap tajam ke arah pintu."Memangnya sejak tadi kamu pikir ini rumah siapa?" ketus Rani pada Jaka yang dia anggap begitu lambat memahami masalah yang sedang mereka hadapi. "Aku sudah bilang kan kalau itu sesajen milik orang jahat yang selalu berlaga seperti orang yang tersakiti. Dia itu penyebab kematianku, ayahmu dan kerabat kita yang lain!" jelas Rani dengan penuh penekanan."Dia sejahat itu!" Jaka meremas jemarinya, menatap ke arah pintu dan mulai melangkah.Rasanya ingin sekali