Setelah aku sampai di kantor Mas Bimo, kejadian sama terulang saat aku berada di kantor papah. Satpam menanyaiku dengan detail. Akhirnya aku diperbolehkan masuk. Kutemui resepsionis dan mengaku padanya kalau aku saudari Mas Bimo. Resepsionis itu langsung menghubungi Mas Bimo dan aku diperboleh pergi ke ruangannya. Aku tenang. Aku harus menceritakan semuanya pada Mas Bimo. Iya, ini sudah waktunya. Pikirku.
Sekretaris Mas Bimo menemani aku menuju ruangan Mas Bimo. Mas Bimo heran padaku.“Kamu siapa?” tanya dengan heran.“Aku Indah, Mas.” jawabku sambil meneteskan air mata.Mas Bimo tampak kaget dan tak percaya melihatnya.“Jangan ngada-ngada kamu,” ucap Mas Bimo tegas padaku.“Aku serius, Mas. Selama ini aku sering bertukar jiwa dengan perempuan lain. Dulu aku sering bertukar jiwa dengan Lastri dan sekarang aku bertukar jiwa dengan perempuan yang aku rasuki ini,” ucapku menjelaskan padanya.Mas Bimo tertawa.“Serahin dompet sama handphone lo,” pinta lelaki yang memiliki bekas luka di pipi itu kepadaku. “Jangan, Bang. Aku perlu uang sama perlu buat komunikasi,” pintaku dengan memohon padanya. “Mau mati apa mau diserahin?” ancamnya padaku. Aku terpaksa menyerahkan dompet dan handphone milik Nayara itu padanya. Tak berapa lama kemudian tubuhku yang dirasuki Nayara datang. Aku terkejut melihat kedatangannya. “Nayara?” panggilku menyebut namanya dengan heran. Tubuhku yang dirasuki Nayara itu tak menggubris panggilanku. Dia malah menyuruh dua lelaki seram itu untuk menunggu di luar. Dua lelaki seram itu pun pergi ke luar. Saat mereka sudah berada di luar, tubuhku itu mendekatiku dengan emosi. “Gue udah bilang, jangan ganggu gue lagi, tapi kenapa elo berani datengin kantor bokap elo sama kantor suami elo itu?” tanya tubuhku dengan emosi. “Kamu nggak ada hak buat ngelarang aku,” ucapku marah. Tubuhku itu tertawa. Jahat sekali terta
Saat aku melangkah dengan gundah meninggalkan rumah Raka. Di hadapanku tiba-tiba tubuhku yang dirasuki Nayara berdiri di ujung sana. Aku terkejut, kenapa dia bisa mendadak ada di hadapanku. “Gue sengaja ngikutin elo! Mau liat elo ngerencanain apa buat gue,” ucapnya sambil tersenyum sinis. Aku diam saja. Malas untuk melayani orang jahat seperti dirinya. Tak lama kemudian tubuhku yang dirasuki Nayara itu menyodorkan handphone dan dompet yang tadi disita oleh orang suruhannya. “Ambil ini,” pintanya padaku. Aku pun mengambilnya dengan lega. “Sekarang elo pulang ke Sukabumi sebelum gue berubah pikiran,” ancamnya padaku. “Oke, aku bakal balik ke sana, tapi tolong jaga baik-baik keluargaku,” pintaku padanya. “Elo tenang aja, gue bakal jadi elo sebagaimana sikap elo sama keluarga elo selama ini, asal elo nurutin semua apa mau gue” ucap tubuhku yang dirasuki Nayara itu. “Emangnya tujuan kamu apa ditubuh aku itu?” tanyaku.
“Kakek bisa tahu itu penangkal gimana ceritanya?” tanyaku penasaran. “Setelah teman lama kakek datang ke sini, tapi sekarang teman lama kakek itu juga sudah meninggal,” jawab kakek. Aku mengela napas mendengarnya. “Apakah ada cara lain, Kek?” tanyaku. “Coba lihat pergelangan tangan kananmu,” pinta kakek. Aku pun menunjukkan pergelangan tangan kananku itu padanya. Aku terkejut saat melihat gelang hitam sudah melingkar di tanganku. Kenapa ada gelang itu di tanganku? Apa memang sudah ada tapi aku tidak menyadarinya? Tanyaku dalam hati. Kakek itu pun terkejut melihat gelang hitam di tanganku itu. “Tak ada cara lagi kalau gelang hitam itu sudah terpasang di tanganmu,” ucap kakek tampak pasrah. Aku heran. “Kenapa, Kek?” “Gelang itu tak bisa dilepaskan. Kecuali dilepaskan oleh orang yang menggunakan Ilmu meraga itu kepadamu, dan kamu sudah bilang kalau dia sudah dibunuh oleh jiwa yang merasuki tubuhmu itu,” jawab kakek
“Kamu mungkin heran, kenapa kalung itu dulunya ada padaku? Sebenarnya kalung itu bukan dari turun temurun, tetapi kalung itu untukku sendiri,” ucap kakek. Aku mengernyitkan keningku. Belum mengerti maksud kakek. Nenek itu pun langsung memegang tangan kakek itu dengan penuh kasih sayang. “Maksud kakek?” tanyaku penasaran. “Dulu aku sama seperti kamu, bertukar jiwa dengan sahabatku sendiri,” ucap kakek.Seperti disambar petir. Aku benar-benar tak habis pikir jika benar apa yang dikatakan kakek itu. “Terus, apa kakek sama sahabat kakek itu bisa bertukar jiwa lagi?” tanyaku penasaran.Kakek itu menggeleng. Aku menganga. “Kenapa kakek tak menggunakan kalung itu untuk dijadikan sebagai penangkal?” tanyaku heran. “Kalung itu sampai padaku, diberikan seseorang yang ingin menyelamatkan ku disaat aku sudah lupa kalau aku bukan jiwa sesungguhnya di tubuhku saat ini. Akhirnya kalung itu kuberikan pada Mahmud, waktu it
Kami tiba di area pemakaman. Aku tahu tempat pemakamannya di sana karena melihat sebuah berita tentang pembunuhannya itu. Sampai di sana aku dan Rangga mencari-cari makamnya. Setelah menemukan nama Isabela, mataku langsung sembab. Aku terduduk di makam yang masih baru itu. Aku berdoa di sana agar arwahnya diterima yang Maha Kuasa. Rangga ikut duduk sambil merangkulku dan menepuk-nepuk bahuku. “Kamu nggak pernah cerita soal dia,” ucap Rangga padaku. Aku diam saja. “Semoga dia tenang di alam sana,” ucap Rangga mendoakannya. Ya, Isabel adalah sahabat terbaikku sejak SMA. Kami berkenalan saat kami tengah melakukan kegiatan OSPEK di sekolah. Waktu itu aku sangat pemalu dan sering menyendiri karena tidak pede berkenalan dengan siswa dan siswi baru yang ada di sana. Isabel mendekatiku dan mengenalkan diri duluan padaku. Sejak itu kami akrab dan melakukan apapun sering berdua. Bahkan kami pun kuliah di universitas yang sama. Dia sudah dianggap
“Nayara orang baik,” bela Rangga. “Dia jahat. Dia udah bunuh Isabe, Lastri dan yang lain, Ga.” Rangga tampak tak percaya. “Ato jangan-jangan kamu yang jahat. Aku nggak percaya kalo Nayara jahat, soalnya dia nggak pernah jahatin aku,” kilah Rangga. “Terserah kamu mau percaya ato nggak sekarang. Nanti jika udah waktunya kamu bakal tau semuanya,” ucapku. “Bawa aku ke sana, aku pengen nemuin dia,” pinta Rangga. “Tapi dia udah ngancem aku,” ucapku kemudian. “Bawa aku ke sana! Aku pengen buktiin dulu kalo kalian beneran bertukar jiwa!” teriak Rangga dengan memaksa. Orang-orang di dekat kami melihat kami dengan heran. Aku tahu suara Rangga terlalu keras. Mereka pasti merasa aneh ketika tadi Rangga menyebut tentang pertukaran jiwa itu. Kami pun tak menghabiskan makanan di hadapan kami. Rangga langsung membayar dan mengajakku pergi ke tempat tubuhku yang dirasuki Nayara itu. Dia tampak tak peduli
“Tolong bantu dia jelasin ke keluarganya kalo kalian lagi bertukar jiwa,” pinta Rangga. “Gue nggak bisa. Kalo dijelasin juga mereka nggak bakal percaya,” ucap tubuhku pada Rangga. “Kalo kamu yang jelasin, mereka pasti percaya,” pinta Rangga pada tubuhku. “Justru itu yang gue nggak mau. Dan satu hal yang elo harus tau. Gue nggak pernah suka sama elo dan gue nggak pernah mau jadi anak bapak dan ibu di Sukabumi. Dan kalo pun jiwa gue masuk lagi ke tubuh asli gue, jangan pernah temuin gue lagi. Sekarang kalian buruan pergi dari sini sebelum gue panggil bodyguard-bodyguard gue buat ngusir kalian paksa dari sini!” ancam tubuhku itu pada kami. Rangga tampak shock melihat sikap Nayara di tubuhku. “Kenapa kamu jadi kayak gini, Nayara?” tanya Rangga heran. “Pergi!” teriak Nayara. Aku pun menarik tangan Rangga untuk memasuki mobil. Tubuhku itu pun membuka gerbang sendiri karena dia punya kunci gerbang. Lalu aku dan Rangga langsung m
Kami pun masuk ke dalam. Rangga duduk di ruang tamu. Aku pun duduk. Bapak dan ibu Nayara itu duduk memandangiku dengan lega. Aku pun menjelaskan semua alasanku kabur. Tentu dengan alasan yang tidak sesungguhnya. Bapak dan ibu Nayara pun meminta Rangga untuk meningap, karena besok katanya kedua orang tua Rangga akan ke rumah. Rangga pun nurut. Bapak menyuruh Rangga istirahat di ruang tamu. Sementara aku pamit pada semua untuk istirahat di kamar Nayara. Saat berada di kamar Nayar itu, buru-buru aku mengunci kamar. Aku ingin tahu semua isi kamar Nayara. Aku ingin belajar semua tentangnya agar bapak dan ibunya tidak curiga dengan pertukaran jiwa ini. Setelah kuperiksa segala isi kamarnya, aku menemukan buku harian Nayara. Aku pun duduk di tepi kasur, membuka buku harian itu halaman demi halaman. Aku sangat terkejut saat membaca isi buku harian itu mengenai penyesalan dan kebencian. Nayara sangat membenci kedua orang tuanya yang sudah membuangnya di panti asuhan. Nayara sudah