Usai mengadzani putranya, melalui sambungan telepon Syarif memberikan kabar bahagia kepada orang - orang yang selama ini menunggu kehadiran buah hatinya. Rona bahagia tak lepas dari wajah tampannya yang terus mengucapkan syukur dan terima kasih kepada istrinya yang sudah berjuang.
" Mas .... Putra kita belum diberi nama " ucap Jasmin sembari memegangi tangan suaminya yang hendak pergi keluar ruangan.
" Mas, serahkan kepada kamu sayang karena kamu yang sudah berjuang " lirih Syarif kembali duduk di sisi Jasmin
" Mas saja, Mas Syarif kan sekarang sudah jadi kepala keluarga " Jasmin tersenyum begitupun dengan Syarif.
" Mas beri nama Hanif Yasser Syathibi, bagaimana apa kamu setuju sayang ?" tanyanya yang dianggukki oleh Jasmin.
" Iya mas, nama yang bagus "jawab Jasmin tersenyum.
Tepat pukul sembilan malam Ayesha, Musa dan Ismail tiba di rumah sakit dimana Jasmin berada, mereka tiba secara bersamaan disaat Syarif sedang melaksanakan shalat
Gelapnya malam yang terasa sunyi, membuat semua insan tertidur pulas. Kehadiran Hanif membawa perubahan bagi Jasmin dan Syarif. Malam ini mereka mengubah posisi tidurnya, mereka saling memeluk Hanif yang kini berada di tengah-tengah mereka. Jasmin sengaja tidak memberikan guling sebagai batasan antara Syarif dan Hanif, karena Jasmin tahu suaminya sangat menyayangi putranya. Tengah malam Syarif merasakan gerakan Hanif, kaki mungilnya terus menendang-nendang tangan Syarif yang tepat berada di bawahnya. Perlahan Syarif mulai membuka matanya, Syarif melihat putranya yang tengah terjaga. Pandangannya beralih ke arah Jasmin yang masih terlelap dan tidak merasakan putranya yang kini bangun, senyuman terlihat di wajah Syarif kala melihat istrinya." Dia pasti sangat lelah " batin Syarif beralih menggendong putranya yang kini sudah berada di tangannya, awalnya Syarif merasa takut saat menggendong buah hatinya yang masih terlihat sangat kecil namun ia menyadari tidak mungkin membangun
Usai makan Rafa bercengkrama sejenak dengan keluarga Jasmin dan Syarif, sedangkan para wanita membereskan piring kotor dan membantu membereskan tempat yang digunakan mereka saat makan. Jasmin berjalan sambil memandangi perut Dokter Nina, merasa seperti ada yang aneh." Apa jangan-jangan dokter Nina hamil ?" batin Jasmin seraya menyerahkan piring kotor kearah Bi Sumi." Dok, kalau boleh tahu... Apakah dokter sedang hamil ?" tanya Jasmin menghampiri Dokter Nina yang kini sedang menata mangkok berisi lauk pauk. Dokter Nina tersenyum dan mengangguk kecil kearah Jasmin." Benarkah alhamdulillah ya Allah .... " seru Jasmin sembari memeluk tubuh Dokter Nina, kedekatan mereka kini sudah melebihi dari persahabatan. Jasmin menganggap Dokter Nina sebagaimana saudara perempuan yang saling berbagi ilmu dan menyayangi." Semoga baby-nya sehat terus ya " lanjut Jasmin, tangannya mulai mengelus perut Dokter Nina yang mulai membuncit. Dokter Nina memegang tangan Jasmin ya
Sepuluh bulan berlalu, hari-hari Jasmin di sibukkan dengan mengurus putranya dengan penuh kasih sayang. Di usianya yang akan menginjak satu tahun, Hanif bertambah aktif dengan segala tingkah lucu dan menggemaskan. Jasmin mengurus Hanif dengan bantuan Bi Sumi yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri, sesekali mereka bertukar tugas rumah untuk menjaga Hanif. Namun yang sering Jasmin lakukan dia lebih senang melakukan tugas rumah, melihat Bi Sumi yang sudah tua rasanya Jasmin tidak tega untuk terus menggunakan tenaganya. Seperti saat ini dari jarak yang tidak terlalu jauh Jasmin yang sedang menyiapkan makan siang untuk Hanif, ia melihat kearah Bi Sumi dan putranya yang sedang duduk. Hanif selalu senang saat bermain dengan Bi Sumi, melihat putranya tertawa terbahak layaknya anak kecil, Jasmin teringat suatu hal di hatinya." Seandainya ibu tahu, Jasmin sudah memiliki putra yang sangat lucu bu " batin Jasmin memang selalu merindukan kehadiran ibunya. Seketika air mata Jasmin su
Jasmin perempuan Sholehah berhijab dan blasteran Indo Arab, ya ... Ibu Jasmin bernama Fatimah berasal dari Arab sedangkan Ismail, Ayahnya berasal dari daerah Bandung. Jasmin memiliki bulu mata lentik, alis tebal, kulit putih serta bibir manis yang mana itu semua adalah kecantikan ibunya yang diturunkan kepada putrinya.Tepat dihari kelahirannya Jasmin dan Rafa berencana ingin bertemu. Mereka berhubungan melalui pesan di ponsel, karena Rafa berada di negeri seberang nan jauh Jasmin pun memaklumi keadaan sahabatnya yang jarang mengirimkan pesan untuknya.Saat bertemu Rafa nanti, Jasmin ingin sekali menanyakan perjanjian yang pernah Rafa ucapkan. Perjanjian dari sebuah lisan yang pernah Rafa ucapkan bahwa saat lulus kuliah nanti Rafa akan meminang Jasmin untuk di jadikan istri. Janji tersebut dikatakan empat tahun yang lalu saat Rafa ingin berangkat ke Luar Negeri.Dua hari sebelum pertemuan dengan Rafa, Jasmin yang sekarang masih di Pondok Pesantren tepatnya di da
Tepat pukul tiga pagi Jasmin terbangun melaksanakan sholat yang tertunda, ia pun terus berdoa agar Sang Kholiq tidak mengambil nyawa ibunya. Cairan bening terus mengalir ketika Jasmin berdoa, ia terus memohon agar doanya terkabulkan.Hari ini adalah tepat di hari kelahirannya, dimana siang nanti Jasmin bertemu dengan Rafa. Laki-laki yang sudah lama membuatnya jatuh hati.Jasmin terus berusaha keras untuk menghafalkan beberapa ayat suci Al-Qur'an yang membuatnya menyandang Hafiz. Jasmin berencana tidak memberi tahukan ibunya kalau dirinya sudah hafal tiga puluh juz, rasa takut kehilangan seorang ibu membuat Jasmin harus berbohong kalau dirinya sudah hafal Al-Qur'an.Hingga Sang Fajar menyapa, Jasmin baru keluar dari dalam kamar. Ia berjalan menuju ruang makan dimana ada ibu dan ayahnya yang sedang menunggu untuk sarapan. Jasmin memeluk ibunya dari belakang." Ib
Banyak sepasang mata yang menyimak kejadian di dalam rumah makan tersebut, Hana mengambil alih kunci mobil untuk mengendarai mobil Jasmin. Jasmin yang terus diam membisu hanya bisa menuruti perintah Hana.Hana membawa Jasmin ke suatu tempat, tempat yang selalu digunakan para umatnya berkeluh kesah. Tidak lama mereka sampai di sebuah Masjid besar yang berada di alun-alun kota Bandung.Ketika mobil berhenti Jasmin menoleh kearah Hana, Hana tersenyum tahu akan sahabatnya yang belum menunaikan sholat Dzuhur." Mengadu lah di Rumah Allah " ucap Hana mengeluarkan mukena dari dalam tasnya dan mengulurkan ke arah Jasmin." Terimakasih Hana " lirih Jasmin seutas senyuman terlihat di wajah Jasmin, Hana pun mengangguk. Jasmin menerima mukena dari tangan Hana dan keluar dari dalam mobil." Bugh ! " suara pintu mobil tertutup" Aku tunggu di Menara Masjid ya " ucap Hana dengan kepala yang menyembul di kaca mobil yang ia turunkan, Jasmin hanya mengangguk
Sesampainya di rumah Jasmin langsung berjalan menuju kamarnya untuk membersihkan diri dan melaksanakan sholat Ashar. Rakaat demi rakaat ia laksanakan dengan khusyuk, hingga diakhir sholatnya Jasmin tidak lupa untuk berdoa. Fatimah yang hendak bicara dengan putrinya, hanya berdiri di depan pintu kamar Jasmin menunggu putrinya yang sedang berdoa." Tok tok tok " Fatimah menyadarkan Jasmin yang sedang merapikan mukenanya." Eh ibu, masuk bu " Fatimah pun masuk ke dalam kamar Jasmin" Hari ini kamu kemana saja nak ?" tanya Fatimah seraya duduk di tepi tempat tidur. Usai menaruh mukena di atas meja, Jasmin duduk berhadapan dengan ibunya dan memegang ke dua tangan ibunya." Maafin Jasmin ya bu, sebenarnya siang tadi Jasmin bertemu dengan laki-laki. Tapi ibu tenang saja, Jasmin di temani Hana bu " Jasmin menatap wajah ibunya" Siapa laki-laki it
Cukup lama Jasmin melantunkan ayat-ayat Allah, hingga ia mengakhiri bacaannya dan mencium Al-Qur'an yang ada di tangannya.Di ruangan kamar dengan cahaya yang temaram, Jasmin termenung dengan badan yang menyandar di tempat tidur. Pandangannya melihat kearah laptopnya yang berada di atas meja." Di usiaku yang sudah dua puluh empat tahun, aku belum bisa membahagiakan orangtua ku " batin Jasmin seraya menghela nafas panjangnya. Ia kembali teringat akan doa ibunya yang tak sengaja ia dengar, seketika Jasmin turun dari tempat tidurnya dan menyalakan lampu belajarnya serta duduk di kursi. Tangan Jasmin mulai membuka laptop miliknya" Bismillah semoga ini keputusan yang tepat " gumam Jasmin, jari lentiknya kini mulai mengetik untuk mengisi CV. Kata demi kata ia rangkai sedemikian sopan. Dengan cermat ia meneliti kembali hasil ketikannya." Alhamdulillah selesai " lirih Jasmin lalu ia print out hasil ketikannya. Satu lembar kertas keluar dari printer, dengan cepat Jasmi