Bab 32B"Sebenarnya, aku..." ucapan Andra nyatanya hanya tertahan di dalam benaknya. Nay menghentikan langkahnya, berpura-pura membenahi pasminanya seraya berkaca di sebuah ruang sepanjang koridor. Tanpa diduga, Andra justru semakin merapatkan diri hingga jarak mereka terkikis. Aroma parfum yang dihafal Nay menyeruak ke indra penciuman membuat Nay menghirupnya dalam lantas memejamkan mata. Sedetik kemudian Nay membuka matanya lebar. Ia sadar tidak ingin tenggelam dalam fatamorgana. "Nay," bisik Andra sangat dekat di telinga kiri Nay dari arah belakang. Tak pelak Nay berjengkit kaget dengan tindakan Andra. "Mas! Ini di kampus." Nay memberi jarak dengan langkah menggeser ke kanan. Jantungnya jelas bertalu-talu, wajahnya pun sudah memerah. Andra spontan terbahak melihat respon Nay yang terkejut oleh ulahnya. "Ini lho, aku cuma mau meniup semut di jilbabmu," ujar Andra dengan wajah gemas. Ingin tertawa khawatir Nay ngambek. "Astaga," saking kagetnya, Nay tidak bisa menopang tubuhnya
Bab 33Detik demi detik tergerus oleh menit hingga menit berganti jam dan hari demi hari pun menjadi minggu. Tepat dua minggu setelah keputusan yang dibuat Aryo untuk Nayla, akhirnya akad nikah mereka berlangsung sederhana di rumah Solo. "....." "Saya terima nikahnya Nayla Zahra binti Rusdi dengan mas kawin tersebut di atas dibayar tunai." Sekali tarikan napas, Aryo telah menjawab dengan lancar ucapan sakral ijab kabul. Resmi sudah ikatan halal diantara Nayla dan Aryo. Mereka menjadi pasangan suami istri yang telah mengikat janji satu sama lain. "Alhamdulillah, Mas lega sekarang, Nay." Tatapan lekat Aryo tak lepas dari gadis anggun yang mengenakan kebaya broklat putih dengan bawahan jarit, dilengkapi pasmina putih dengan hiasan pernak-pernik khas pengantin putri. Nay tak berhenti mengulum senyum. Hatinya membuncah tak terkira, karena saat ini sudah resmi menjadi nyonya Aryo syailendra. Ia harus siap menjadi istri disaat statusnya masih mahasiswi tingkat akhir. Sejatinya tidak
Bab 34 AAcara resepsi siang tadi berjalan lancar beberapa teman-teman Aryo dan Nayla hadir. Mereka berdua sudah berada di kamar dan membersihkan diri bergantian Nayla terlebih dahulu yang masuk kamar mandi. Sementara itu Aryo membuka chat di ponselnya yang berisi ucapan selamat, sesekali senyumnya tersungging sembari membalasnya. Terdengar suara pintu kamar mandi dibuka memperlihatkan Nayla yang sudah segar dan wajahnya masih basah sepertinya karena air wudhu. Mereka akan salat Isya berjamaah. "Udah Mas, buruan gantian mandi sana." "Iya-iya, siap-siap aja dulu," seru Aryo dengan kerlingan mata membuat Nay terbelalak. Mendadak ia jadi kalem karena berada satu kamar dengan dosen yang baru saja berstatus suaminya. "Emang mau ngapain?" celetuk Nay pura-pura. "Lha iya salat Isya sayang, dikira mau apa. Sudah ga sabar, nih?" Aryo mulai gencar menggoda Nay, sementara yang digoda sudah memerah wajahnya. Setelah selesai mandi Aryo keluar hanya menggunakan celana pendek. Reflek Nayla men
Bab 34BAryo mendekatkan wajahnya ke wajah Nayla. Sementara wanita di depannya ini semakin gugup karena napas Aryo sudah terasa menyapu wajah Nay yang menutup mata. Satu detik, dua detik, tiga detik berlalu tidak terjadi apa-apa. Wajah Nay terasa memanas."Apa aku sudah salah sangka. Duh, malunya aku." Keningnya pun mengernyit, Nay membuka mata perlahan. Tanpa diduga, sapuan lembut dan dingin terasa di bibirnya."Ana uhibbuka fillah." Ucapan Aryo menggetarkan hati Nayla, seolah kupu-kupu beterbangan di dalam sana.Sebuah kecupan dari Aryo membuat Nay merinding tak karuan. Meskipun hanya sebuah kecupan singkat sudah membuat Nayla tersipu, karena terlihat belum berpengalaman.Baru mau mengulang lagi acara romantisnya tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk dari luar. Keduanya tersentak, lalu tidak bisa menyembunyikan gelak tawanya."Ishh ngganggu aja, nih." Gerutu Aryo sontak membuat Nayla tak bisa m
Bab 35 Dering ponsel menggema di sebuah kamar memaksa pemilik yang masih terlelap dibalik selimut untuk meraihnya. Terucap salam menyapa pagi dengan suara khas di ujung sana."Halo, siapa?" Suara khas bangun tidur menjawab panggilan itu."Ini Andra, Nay.""Hah, Mas Andra. Apa apa?" Berusaha mengumpulkan nyawa, Nay mengucek matanya beberapa kali. Ia ingin bangkit dari tidurnya. Namun sepasang lengan yang melingar di pinggang justru semakin mengeratkan. Tak hanya itu, serangan bertubi seperti semalam terulang kembali. Terasa hembusan napas di tengkuk Nay membuat tubuhnya meremang."Mas," lirih dengan melenguh."Nay.""Ah, iya. Maaf.""Kamu baru bangun? Sudah Subuh?" Nay merasa malu, wajahnya mendadak terasa panas. Apalagi sebuah kecupan mendarat di pipi kirinya. Ia segera membalik badan, melotot tajam ke arah Aryo. Suaminya itu hanya tertawa menggemaskan membuat Nay jengkel."Iya, sudah tadi.""Aku berangkat pagi ini jam 9 di stasiun. Pastikan jangan terlambat ya. Aku bawakan barangnya
Bab 36Setengah jam akhirnya mobil pajero yang ditumpang Nay dan Aryo terparkir di halaman depan stasiun Bandung. Keduanya masuk mencari keberadaan Andra. Namun, lima menit berlalu mereka tidak menemukannya. Nay mencoba menelpon beberapa saat hanya nada dering terdengar."Halo, Mas Andra di mana? Aku sama Mas Aryo dah sampai stasiun.""Ya, Nay. Tunggu di samping ayam resto!""Oke."Terlihat sosok laki-laki yang melambaikan tangan seraya berjalan mendekat ke arah Nay dan Aryo berdiri. Nay membalas dengan lambaian tangan kanan serta seulas senyum, sedangkan Aryo hanya tersenyum sekilas. Kedua tangannya masuk ke saku celana."Nay, ini milikmu." Andra menyerahkan sebuah paper bag untuk Nay, netranya sambil melirik ke arah Aryo yang fokus menatapnya. Andra merasa suami Nay sekaligus dosennya siap-siap pasang badan seperti pengawas."Apa ini, Mas?" tanya Nay disertai keningnya yang berkerut. Nay mencoba membuka paoer bag dan s
Bab 37Aryo memarkirkan mobilnya di mall ternama di kota Bandung. Ia mengajak Nay menuju kedai es krim. Sudah banyak pengunjung yang memenuhi kedai itu sambil menikmati es krim lezat. Lidah Nay sudah mengucur tatkala netra dimanjakan warna warni dan aneka rasa es krim cone di depannya."Mau rasa Apa, Mas?" Nay memesan untuk dirinya dan juga Aryo."Samain aja, deh." Nay lalu memesan dua cone es krim mix stroberi, vanila, dan coklat. Aryo tak berhenti tersenyum layaknya anak muda yang sedang berpacaran menikmati es krim. Usianya memang menginjak kepala tiga, tapi bersama Nay serasa usianya dua puluhan."Lain kali apa yang kamu suka dan inginkan, tolong katakan saja, biar aku juga tahu kesukaanmu, Nay." Aryo mulai berbincang serius. Ia merasa perlu mempelajari sifat-sifat Nay lebih banyak lagi dibanding Andra."Lha ini, Mas Aryo udah tahu kalau aku suka makan es krim dari mana?" Nay bertanya karena penasaran. Sementara itu Aryo, memutar
Bab 38Tiga bulan kemudian, Nay sudah bersiap untuk berangkat ke Daejeon. Beruntung student exchange untuk Nay dipilihkan di Korea sehingga Aryo tidak kesulitan perjalanan saat mengunjungi istrinya nanti."Ayo, Sayang! Kita pamit ke keluargaku dulu."Ya, keduanya sudah kembali dari Solo. Nay mengajak Aryo menginap seminggu untuk berpamitan pada bapak ibunya. Giliran sekarang, Nay berpamitan pada keluarga Aryo sebelum penerbangan lewat bandara Soekarno-Hatta besok malam.Sampai di kediaman tante Maya, sudah ada suaminya yang baru pulang dari luar kota. Pun Pak Herman dan Bu Sinta serta Oma Icha sudah duduk berkumpul di meja makan. Tante Maya sudah menyiapkan makan siang dari katering handalan yang disiapkan karyawannya. Sejak menikah dengan Aryo, Nay sudah mengurangi aktifitas di katering itu. Ia disibukkan oleh kursus bahasa untuk persiapan ke luar negeri. Nay merasa lega mendapat dukungan dari mertuanya, sampai-sampai papa dan mama Aryo pulang khusus menengok dan mengantar kepergian