Bab 63B"Mereka kan mau menghadiri acara ini, Mas.""Apa?! Sebenarnya ini acara apa sih, Nay?" Aryo bergantian menatap Nay juga keluarganya yang tak ada angin tak ada hujan muncul di rumah istrinya."Hai, Aryo! Oma mau nengok calon buyut tahu, nggak? Kamu tuh malah bengong."Aryo kembali terkesiap. Merasa di prank, Aryo mendekati keluarganya. "Mama, papa, kapan pulangnya? Tante juga katanya nganter oma ke luar kota.""Kamu tuh, Yo. Sama istri mbok ya dijagain yang baik. Untung calon bayinya nggak kenapa-napa. Bisa-bisa kamu tak jewer sini.""Ampun, Oma." "Iya, ini tante sama orang tuamu nganter oma ke luar kota buat mengisi tausiyah, Yo," pungkas tante Maya. Aryo masih terbengong.Semua yang hadir melihat tingkah keluarga Aryo akhirnya tertawa, ada juga yang menahan senyum, seperti Nayla yang saling pandang dengan Andra. Semua itu skenario Andra untuk mengerjai Aryo. Andra tidak mau Nay disakiti oleh suaminya. Saat di Daejeon, dokter mengatakan Nay hampir keguguran karena tindakan
Bab 63C "Terima kasih, Sayang. Sudah bersedia mendampingiku, menjadi ibu dari anak-anakku." Aryo mengecup puncak kepala Nay yang tertutup pasmina hingga membuat hati Nayla mengembang. "Terima kasih juga, Mas." Lima bulan kemudian. Nay mengenakan baju toga untuk menghadiri wisuda sarajananya. Perutnya sudah terlihat membuncit karena HPL tinggal beberapa haru lagi. Suami dan keluarganya mendampingi acara wisudanya. Pun teman-temannya bersiap dengan buket bunga ditangan mereka. "Selamat dan sukses atas wisudanya, Nay," ucap ketiga sahabatnya. Menyusul juga ucapan selamat dari orang tua dan keluarga Aryo. "Selamat ya, Sayang. Maafkan mama! Kamu memang pantas menjadi pendamping Aryo. Jaga putraku ya, Sayang. Sebagai orang tuanya, mama memang kurang memberinya kasih sayang." "Tidak, Ma. Mama selalu menyayangi Mas Aryo meski jauh di negeri orang. Nay dan Mas Aryo selalu merindukan mama dan papa." Nay mencium pipi mertuanya lalu teringat ibunya. Wanita yang sudah mengandung dan melah
Pov RiyantiNamaku Riyanti sering dipanggil Yanti, tetapi bukan artis Kridayanti lho.Siang hari, selepas Zuhur aku bersama Amel pergi ke warung nasi rames yang berjarak sekitar 300m tidak jauh dari kos. Kalau ditanya kenapa kami suka membeli makan di situ, jawabnya karena penjualnya sangat ramah. Pemiliknya suka dipanggil Mbok Nem, beliau asli dari Bandung. Entah nama asli atau bukan, tetapi itulah panggilan akrab para pelanggan terbanyaknya yang tak lain adalah anak-anak kos. Aku dan Amel termasuk pelanggan setianya, karena membeli makan di sini tergolong ramah di kantong.Aku dan Amel kuliah di jurusan matematika di salah satu universitas ternama wilayah Yogyakarta. Kami memang senasib masuk dengan tanpa tes, yakni mengandalkan nilai raport. Alhamdulillah, kami beruntung berasal dari SMA swasta di daerah pelosok, aku dari lereng gunung Sumbing Magelang Jateng dan Amel dari lereng Lawu Jatim. Kami termasuk berprestasi dari sekian gelintir muri
Pov AlfaNamaku Alfa Mahendra asli Bandung. Aku memperkenalkan diri dihadapan mahasiswa sejumlah sekitar 40 orang. Baru dua bulan aku lulus studi doktoral di kampus ternama di Singapura, yaitu NTU. Aku mengambil spesialis Analisis. Hari ini pertama aku masuk kelas untuk menggantikan dosen senior yang sedang bertugas ke luar kota. Aku akan mengampu mata kuliah analisis riil. Ada kata riil artinya nyata, berarti isinya tentang matematika di dunia nyata. Mungkin itu pemikiran para mahasiswa, tetapi setelah mereka melihat-lihat isi buku tebalnya yang bertuliskan real analysis, maka akan terjadi perbedaan arti. Riil yang dimaksud adalah bilangan riil. Jadi, analisis riil mempelajari kaitannya dengan bilangan riil."Setelah ini nanti akan ada lanjutannya yaitu mata kuliah analisis kompleks," ucapku dengan tegas, sontak membuat seisi kelas berteriak horor."Hwaaa, macam mana itu, Pak?" ucap salah satu laki-laki bernama Galang.Ternyata dia
Pov Riyanti"Mulai kapan saya antar pindangnya, Pak?" seruku pada Pak Alfa dosen baruku yang tampan tapi mahal senyum, atau dia hanya ketus padaku saja gara-gara pindang."Besok siang. Ingat ya selama seminggu," jawabnya."Astaghfirullah, seminggu." inginku berteriak, tapi aku hanya menghentakkan dua kakiku yang tertutupi sepatu murah yang kubeli di pasar. Semoga sepatuku tidak jebol keseringan aku hentakkan dengan lantai.Ini pertama kali aku ketemu dosen baru yang mengesalkan. Dia mengerjaiku untuk membelikannya pindang selama seminggu. Apakah dia seorang maniak pindang? Dia nggak tahu dompet ini selalu dijaga untuk tidak tergesa kempes karena masih harus menunggu sebulan untuk dapat HR privat."Kamu kenapa, Ti?""Aku kesal tahu nggak, Mel. Pak Alfa maksa banget sih minta dibelikan pindang selama seminggu.""Hahaha." Amel sudah menertawakanku karena ulahku sendiri."Jangan gitu dong, Mel. Bantu aku s
Pov Riyanti"Kamu nggak apa-apa? Kenalkan saya Hendra, Papanya Niko.""Oh, saya Riyanti, Pak." Aku balas memperkenalkan diri saat Pak Hendra mau menyalamiku, tapi kubalas dengan menangkupkan kedua tanganku."Terima kasih sudah mengajar anak saya, Yanti.""Sama-sama, Pak. Alhamdulillah Niko cepat kok memahami materi yang saya jelaskan.""Syukurlah, besok ke sini lagi bisa?""Insya Allah."Aku mengayuh sepeda membelah jalanan yang sudah mulai ramai karena senja telah tiba. Beginilah aktivitasku selain di kampus, aku mengajar privat hingga senja tiba. Ini menjadikanku menyukai senja yang indah dipandang mata. Sepanjang aku mengayuh sepeda, tak henti-hentinya aku bersyukur karena hari ini mengajar dua anak artinya dapat HR 2x. Selain itu, aku gembira karena telah membawa pindang pesanan Pak Alfa.Tiba-tiba ponsel di sakuku bergetar tertera nama "Dosen Alfa".‘Haah, Pak Alfa pasti mencariku.'
Pov RiyantiBaru saja aku menerima pesan singkat dari ibuku. Beliau butuh uang untuk membayar cicilan mingguan. Di kampung memang sedang gencar pinjaman praktis sekitar 500rb sd 1 juta hanya dengan modal FC KTP. Banyak tetangga yang tergiur tak terkecuali ibuku. Oh tidak, kini ibuku terjebak pinjaman dari orang yang bisa dikatakan lintah darat. Padahal kalau dihitung-hitung ini sangat memberatkan, bunganya pun tergolong tinggi. Alhasil, warga yang pinjam jadi terlilit hutang dan dikejar-kejar angsuran mingguan.‘Oh ibuku, bisakah aku segera menjadi orang kaya saja supaya hidup kita tidak susah?’ ratapku dalam hati.Flashback onSaat aku SMA, ada tamu seorang juragan kaya raya datang menyambangi rumah."Pak Rahmat, kapan kalian akan mengembalikan uangnya? Katanya bulan ini, hah," ucapnya setengah berteriak. Aku menguping pembicaraan di ruang tamu. Sebenarnya bukan sengaja menguping, tapi karena sua
Pov AlfaNetraku tak salah bukan, atau aku yang hanya berhalusinasi saja. Kenapa wajah Riyanti selalu terpampang di pelupuk mataku. Ah, lama-lama aku bisa gila kalau hanya memikirkannya. Segera aku memicingkan mata ke arah bangunan belakang kontrakanku. Aku sedang menjemur pakaian kerjaku karena hari ini tidak ada jadwal mengajar, jadi waktu luang aku pakai untuk mencuci baju. Sebenarnya bisa saja dilondry tapi kalau tidak sibuk, aku lebih suka mencucinya sendiri.Mataku mengerjap beberapa kali dan benar saja, bisa kupastikan itu Riyanti. Ngapain dia ada di sana. Itukan tempat para pekerja menjahit baju orderan. Kontrakanku memang dekat dengan industri tailor. Apa dia juga bekerja di sana? Apa dia benar-benar maniak kerja? Kenapa dia tak sayang dengan badannya. Apa dia sengaja memporsir tenaganya, memangnya sekuat apa dia. Berbagai tanya melintas dibenakku. Kenapa aku jadi peduli padanya, kenapa aku tak suka dia sok kuat. Aku bahkan ingin selalu mengaw