Dengan sikap ramah, Dewi langsung memesan makanan dan minuman kepada pelayan tersebut. "Aku pesan ikan mas bakar dan terong balado, jangan lupa lauk pendampingnya," kata Dewi lirih. "Baik, Bu. Terus minumannya apa, Bu?" jawab pelayan itu balas bertanya. "Es jeruk dan strawberry saja, Mbak!" Pelayan itu mengangguk pelan sambil menulis semua pesanan Dewi. Setelah itu, dia pamit dan langsung berlalu dari hadapan Dewi dan Lintar. "Suasananya sangat nyaman. Jujur saja, aku baru pertama kali ke sini," kata Lintar lirih. Dewi hanya tersenyum sambil memegangi tangan Lintar. Ia sangat senang melihat Lintar sangat menyukai tempat tersebut. Tidak lama kemudian, makanan dan minuman yang dipesan oleh Dewi sudah dihidangkan oleh pelayan restoran tersebut. Semua makanan dan minuman itu diletakkan di atas meja di hadapan Dewi dan Lintar. "Terima kasih banyak, Mbak," ucap Lintar. "Iya, Pak. Selamat menikmati," jawab pelayan itu dengan sikap ramahnya terhadap Lintar dan Dewi. "Ayo, Sayang. Kit
Selepas melaksanakan Salat Ashar, Pak Dendi dan Bu Linda langsung pamit kepada Dewi dan Lintar. Karena pada saat itu, mereka akan langsung berangkat ke Bandung, dalam rangka memenuhi undangan dari rekan bisnis Pak Dendi. "Kami pulang sekarang ya, Nak," kata Pak Dendi lirih. "Lah, kok, pulang sih, Pak? Dewi kira Bapak dan Ibu mau nginap," kata Dewi meluruskan dua bola matanya ke wajah pria paruh baya—mantan mertuanya. "Bapak dan Ibu ke sini hanya sekalian mampir saja, sebenarnya sore ini kami mau langsung ke Bandung," jawab Pak Dendi lirih. "Oh ... iya, Pak," kata Dewi lirih. "Hati-hati di jalan ya, Pak, Bu!" sambung Dewi. "Iya, Nak," jawab Pak Dendi dan Bu Linda secara bersamaan "Ibu harap, suatu saat nanti kalian berdua berkunjung ke rumah." "Insya Allah, kapan-kapan. Kami pasti berkunjung ke sana," jawab Dewi. Kemudian langsung mencium tangan kedua mantan mertuanya itu. Lintar pun, menunjukkan sikap yang sama terhadap Pak Dendi dan Bu Linda. "Hati-hati di jalan ya, Pak, Bu!
Keesokan harinya ....Sekitar pukul tujuh pagi, Lintar sudah berangkat ke kantor bersama Ridwan yang sengaja numpang, karena mobilnya sedang diservis.Setibanya di kantor, Ridwan langsung masuk ke dalam kantor. Sementara Lintar langsung melangkah menghampiri seorang security yang ada di pos keamanan kantor tersebut."Selamat pagi, Pak Lintar," ucap petugas keamanan yang ada di pos tersebut, bangkit dan langsung memberi hormat kepada Lintar."Iya, Pak. Selamat pagi juga," balas Lintar."Karyawan yang lain kok belum pada datang sih, Pak?" tanya Lintar kepada Rusdi—petugas keamanan di kantor tersebut."Sepertinya mereka sebentar lagi datang Pak," jawab Rusdi. "Mending Bapak duduk dulu, kita ngopi santai dulu, pak," sambung Rusdi mengajak Lintar ngopi."Saya sudah ngopi di rumah, suka enek kalau kebanyakan ngopi," jawab Lintar langsung duduk di samping sang petugas keamanan itu."Oh ... kirain belum ngopi," kata Rusdi. "Ngomong-ngomong, itu mobil Pak Lintar baru?" tanya Rusdi melanjutkan.
Rando menarik napas dalam-dalam, ia tampak bingung mendengar perkataan Lintar seperti itu, dua bola matanya menatap tajam wajah Lintar penuh rasa penasaran."Terus, apa alasannya kamu mau mundur dari perusahaan ini?" tanya Rando."Perasaan hati terhadap seseorang, Pak!" tegas Lintar menjawab pertanyaan Rando. Seakan-akan Lintar tidak merasa sungkan mengatakan alasan seperti itu kepada bosnya."Hahaha ...." Rando tertawa lepas mendengar perkataan anak buah andalannya itu. "Lintar ... Lintar! Maksudmu perasaan cintamu terhadap seorang wanita?""Iya, Pak.""Ya Allah! Kenapa kamu harus sangkut pautkan pekerjaan dengan perasaan?" tanya Rando sambil menepuk-nepuk pundak Lintar.Rando sangat paham dengan apa yang sedang dialami oleh Lintar, dan dia juga sepertinya sudah mengetahui bahwa anak buahnya itu sedang jatuh cinta, sehingga dengan begitu mudahnya mengambil keputusan untuk mundur dari perusahaannya.Di antara mereka, memiliki hubungan yang sangat dekat, tidak ada batasan di antara ked
"Aku pasti akan merasa kehilangan kalau Pak Lintar keluar dari kantor ini," jawab Mona menundukkan kepalanya. Kemudian menghela napas dalam-dalam, ia berusaha untuk menyembunyikan perasaan sedihnya di hadapan Lintar. "Aku tidak mau kehilangan Pak Lintar," seloroh Mona."Memangnya kenapa, Mon?""Aku sayang sama Pak Lintar," jawab Mona tanpa sadar sudah mengatakan isi hati yang sebenar di hadapan Lintar.Lintar hanya tersenyum, ia tidak terlalu menanggapi perkataan Mona, meskipun pada dasarnya Lintar sudah tahu bahwa wanita yang ada di hadapannya itu memang menyukainya."Mulai besok aku akan membimbing kamu agar lebih mahir lagi ketika sudah resmi menduduki jabatan yang akan kami emban," kata Lintar."Tuh, kan. Pak Lintar tidak menanggapi perkataan aku yang barusan," hardik Mona mendelik. "Kalau masalah itu aku sudah tahu, bos tadi udah menjelaskan semuanya," lanjutnya.Lintar hanya tersenyum-senyum saja melihat sikap Mona yang tampak marah itu.Mona tampak kesal terhadap Lintar yang be
Lintar memang sangat menarik perhatian kaum hawa, ia berperawakan gagah, tampan, dan mempunyai bentuk tubuh ideal menjadi kebanggaan wanita jika berhasil meraih hatinya.Banyak wanita yang tergila-gila kepada Lintar, terutama yang ada di sekitar tempat tinggalnya atau di kantor tempatnya bekerja, termasuk Firda sendiri yang sedari dulu sangat menyukai Lintar.Keesokan harinya ....Firda mendatangi kediaman Lintar, ia tampak terkejut ketika melihat sebuah mobil mewah terparkir di depan rumah Lintar."Mobil siapa ini?" desis Firda mengamati mobil tersebut.Penuh rasa penasaran, Firda melangkah menuju ke arah pintu kediaman tersebut. Kemudian mengetuk pintu pelan, "Tok! Tok! Tok! Lintar!" panggil Firda lirih.Saat itu, Lintar sedang berbincang santai dengan Dani. "Ada tamu tuh!" kata Dani lirih."Kamu sambut gih! Aku malas bangun," jawab Lintar yang tengah memeriksa berkas-berkas kerjanya. "Sepertinya itu Firda," sambung Lintar.Dani hanya tersenyum , lalu bangkit dan bergegas melangkah
Setelah Dani berlalu, Lintar kembali melanjutkan perbincangannya dengan Firda. Ada banyak hal yang mereka bicarakan pada saat itu, terkait masalah pekerjaan dan juga hal yang lainnya.Berada di dekat Lintar, tentu membuat nyaman jiwa dan perasaan Firda. Hingga bertambahnya rasa suka dalam dirinya terhadap Lintar yang selama ini ia kagumi.Setelah hampir satu jam berada di kediaman Lintar, Firda pun pamit kepada Lintar. Ia hanya meminta nomor ponsel Lintar saja, dan tidak berbicara terkait rencananya yang hendak menyatukan Lintar dengan Alena. Firda merasa bimbang, karena dirinya pun sangat menyukai Lintar.****Malam itu, Alena hanya duduk-duduk santai saja di sopa yang ada di ruang tengah kediamannya. Dia tampak resah dan gelisah, pikirannya terus tertuju kepada Lintar.Saat itu, Alena menunggu kedatangan Firda, ia tampak berharap informasi baik dari kunjungan Firda ke rumah Lintar."Mudah-mudahan, Firda bisa mendapatkan informasi banyak tentang Lintar," desis Alena penuh harap.Alen
Di tempat terpisah .... Lintar masih berbaring di atas tempat tidurnya, ia tampak resah dengan sikap Firda, Vira, dan gadis-gadis lainnya. Mereka secara terang-terangan sudah menyatakan perasaan mereka kepadanya. Padahal, mereka sudah mengetahui jika Lintar akan menikah dalam waktu tidak lama lagi. Tentu, sikap mereka sangat mengganggu. Lintar khawatir, jika mereka akan menjadi duri bagi hubungan asmaranya dengan Dewi. Terlebih lagi jika Dewi mengetahui semuanya, sudah barang tentu dia akan kecewa dan menganggap Lintar masih sama seperti dulu. "Selama ini, aku memang selalu bersikap terbuka dan juga sering memberi harapan bagi mereka. Tapi, itu hanya bagian dari gurauan saja," desis Lintar, "Kenapa mereka serius menanggapi sikapku ini?" sambungnya. Beberapa menit kemudian, ponselnya berdering. "Seperti itu Dewi," kata Lintar bangkit dan langsung meraih ponsel yang tergeletak di sampingnya. Namun, dugaannya salah. Yang meneleponnya itu bukan Dewi, tapi Firda yang selama ini selalu