Elang menggedor-gedor pintu kamar Arya sambil memanggil-manggil saudara kembarnya itu."Apaan, sih?" Wajah kesal Arya muncul dari balik pintu. Sebagian tubuhnya hanya dibalut dengan handuk. Ia baru saja selesai mandi."Ini." Elang menyodorkan ponsel. "Arinda nelpon. Sekarang waktunya lo beraksi."Raut wajah Arya berubah menjadi semringah. Segera ia terima ponsel tersebut. Semalam ia setuju untuk menyamar sebagai Elang di hadapan Arinda saja atas permintaan saudara kembarnya itu. Ia menyanggupinya karena tertarik pada Arinda. Ini pasti bakal menyenangkan, pikirnya.
Sebelum keluar dari kamar, sekali lagi Arinda memperhatikan bayangannya di cermin yang menyatu dengan lemari pakaian. Ia memeriksa kembali penampilannya. Apakah ada yang kurang dan ternyata tidak. Semuanya sudah sempurna. Mulai dari rambut, riasan wajah, pakaian, hingga alas kaki. Sekarang ia siap untuk pergi.Dengan langkah perlahan Arinda menuruni satu per satu anak tangga yang membawanya ke ruang tamu, di mana sang kekasih telah duduk menunggu. Ada rasa gugup, juga rasa malu yang menghinggapi dirinya. Gugup karena untuk pertama kali ia akan bertemu dengan keluarga besar Elang, dan malu akibat kejadian tempo hari. Kejadian cium pipi itu.Sejak saat itu untuk sementara Arinda jadi berhenti menghubungi Elang, bai
Jika saja Arinda tidak menyadari bahwa lelaki yang kemarin mengantarnya ke kampus adalah Arya, bukan Elang, maka malam ini akan menjadi malam indah baginya. Bagaimana tidak, acara makan malam ini begitu menyenangkan dan berkesan. Keluarga besar Elang menerimanya dengan sangat baik dan Elang memperlakukannya sangat manis di depan mereka. Namun sayang, semua itu seakan tak berarti saat tahu bahwa ia telah dibohongi.Kini di atas tempat tidur, Arinda berbaring sambil termenung. Dalam kepalanya berkecamuk pikiran tentang Elang dan Arya. Bertanya-tanya mengapa duo kembar itu tega menipunya. Apa tujuan mereka melakukan itu semua? Ia sungguh tak mengerti. Meski begitu ia berpura-pura tidak mengetahui. Ia bersikap biasa saja tadi, seperti tak terjadi apa-apa hingga Elang mengantarkannya pulang.
Arinda terus berlari sambil sesekali tangannya mengusap air yang gagal ia tahan agar tak keluar dari kedua matanya. Ia tak mempedulikan Arya yang memanggil-manggil sambil mengejarnya, juga tatapan heran dari orang-orang yang berlalu lalang. Kini ia hanya butuh ruang untuk menyendiri."Neng."Tak ada sahutan, hanya isak tertahan yang keluar dari mulut Arinda sementara kedua kakinya tak lelah berlari hingga membawanya ke tempat tujuan : toilet.Suara panggilan Arya tak terdengar lagi saat Arinda masuk ke ruangan yang di dalamnya terdapat beberapa bilik itu. Ia masuk ke salah satu bilik kemudian duduk di atascloset. Di sana ia menangis sepuasnya, sesunggukan. Ia tak peduli orang-orang yang ada di toilet mendengarnya.Bayan
Setelah puas menyanyi dan menari di tempat karaoke lalu dilanjutkan dengan makan mi ramen super pedas di sebuah kedai tak membuat Arinda ingin lekas pulang ke rumah. Ia masih ingin berkelana di luar sekedar untuk menghibur diri. Dan di sinilah ia dan Arya sekarang. Berdiri berdampingan di atas dermaga sambil memandangi birunya air laut dan langit sore yang berwarna jingga."Maaf ..."Suara Arya memecah keheningan di antara mereka. Mungkin inilah saat yang tepat untuk menjelaskan semuanya."Karna udah ngebohongin aku?" ucap Arinda tanpa mengalihkan pandangan dari ombak yang bergulung-gulung menyapu pasir di bibir pantai.Arya menghela nafas berat lalu menatap langit. "Iya," jawabnya pelan.
Pagi ini begitu hangat dan cerah berbanding terbalik dengan hati Arinda. Hatinya masih terasa sakit dan hampa tapi ia bertekad akan bersikap ceria seperti biasa. Ya, ia harus melupakan semua kepahitan serta kepedihan akibat putus cinta dan segeramoveon. Hidupnya tak akan berhenti begitu saja hanya karena putus cinta. Masih banyak hal yang lebih penting yang harus dipikirkan ketimbang terus menerus larut dalam kesedihan akibat berpisah dari lelaki itu. Salah satunya skripsi.Patah hati tak membuat Arinda melupakan skripsi yang sedang ia susun. Jangan hanya karena putus cinta tugas akhir kuliahnya itu jadi terbengkalai. Tidak, Arinda tidak ingin seperti itu. Putus cinta memang menyakitkan dan menyedihkan apalagi ini merupakan pengalaman pertama baginya namun meski begitu kehidupannya harus terus berjalan normal. Dan pagi ini ia sudah berjanji dengan dosen pemb
Tekan,jangan...Tekan,jangan...Tekan!Setelah menyingkirkan rasa ragu-ragu Arinda kini mantap menekan bel yang terpasang di samping kiri pintu rumah keluarga Elang. Ia datang kemari untuk menjenguk Arya yang katanya sedang sakit perut. Hampir saja ia membatalkan niatnya tersebut karena lagi-lagi pikirannya diracuni oleh omongan Erika tentang kemungkinan Arya memiliki rasa padanya. Tentu saja ia jadikepikirandan akhirnya ia merasa canggung pada saudara kembar mantan pacarnya itu. Tapi kemudian ia tersadar, ia tak boleh terlaluge-erdan percaya diri.Ting tong
Hari ini Arya berhasil membuat Arinda seperti penderitastrokedan jantung. Tubuhnya lumpuh tak bisa bergerak dan mulutnya sulit untuk mengucap sementara jantungnya terus berdetak cepat. Bayangkan saja, lelaki itu menyatakan cinta padanya dengan cara berbisik mesra di telinga membuat bulu kuduknya meremang."Arinda, kamu nggak papa?"Arya tak lagi memanggil gadis yang dicintainya itu dengan sebutan 'Neng', kini ia mulai memanggilnya Arinda. Nama yang indah seindah pemiliknya dan mirip seperti namanya, Ariandra.Arya mengucapkan pertanyaan tersebut karena khawatir melihat Arinda yang masih saja diam dengan tatapan mata kosong. Sepertinya Arinda masih dalam keadaanshocked."Arinda ...," panggil Arya sam