Suara ponsel Dewo mengakhiri aksi mereka. Dengan terpaksa, ia meletakkan Ken dengan posisinya nyaman yaitu bersandar di dadanya. Kemudian ia mengangkat panggilan tersebut.
“Dia tidak merepotkan, Papi. Dia sangat baik hari ini.”
“…..”
“Hmm.. baiklah. Papi akan membawa Ken ke sana. Tolong kirimi alamatnya!”
“….”
“Apa Mami juga ikut?”
“….”
“Baiklah. Kami akan segera ke sana.&rdquo
Tok.. tok.. Baru beberapa detik, ia merebahkan tubuh di atas sofa dalam ruangannya, suara ketukan pintu membangunkannya kembali. Dengan nada malas, ia mengizinkan seseorang di balik pintu itu masuk. “Mi..” Kepala Byanca menyembul dengan cengiran di wajahnya. Ia pelan-pelan masuk karena ia mengetahui ibunya sedang tak enak badan, Byanca berinisiatif untuk memijatnya. “Mami rebahanlah, Byanca akan memijat Mami.” *** “Ken memperhatikan siapa, Nak?” Dewo mengikuti arah pandang Ken. Terhitung sudah lebih dari sepuluh menit ia melihat ke depan bahkan es krim di tangannya dibiarkan meleleh. Tak jauh dari mereka atau tepatnya di depan mereka, ada seorang anak perempuan kecil—mungkin seusia Ken—sedang bermain dengan ayahnya. Ia tertawa setiap kali ayahnya menghembuskan gelembung dan ia pun berlari dengan senang. Anak perempuan itu memakai baju gaun berpita merah jambu di pinggangnya terlihat seperti putri raja sementara ayahnya dengan gag
Rina mendengus kesal, ia turun dan segera mencubit pinggang Byanca. Bukannya mengaduh sakit, Byanca justru tertawa. “Cie, ditungguin Papi tuh.”Wajah Rina memerah tanpa harus mengoleskan blush on. Tatapannya dan Dewo saling bertemu. Ada perasaan yang tak tersampaikan lewat obrolan mata itu. Rina segera membuang muka dan dengan malas mengajak Byanca segera masuk.“Hi, Ken. Ayo masuk!” Ia mengambil sebelah tangan Ken dan menggandengnya. Sementara tangan Ken yang lain juga sedang digenggam oleh Dewo. Ken tak berniat melepaskannya dan jadilah ia digandeng oleh Opa dan Oma. Byanca tentu senang melihat itu dari belakang. Ia mengambil ponsel dan mengarahkan kamera ke arah mereka. Suatu saat nanti, ia akan mengandalkan foto ini untuk keuntungan pribadi.“Momem langka yang tak akan pernah kulupa,” ujarnya dengan bersenandung.Makan malam itu diisi dengan kecangggungan. Rina maupun Dewo tampak tak banyak bicara, hanya Ken yang be
Yang membukakan pintu adalah asisten rumah tangga. Ia sudah diberi tahu Byanca lewat ponsel tadi, maka ia membiarkan Dewo masuk dan menuntunnya ke ruang makan. Dewo memperhatikan sekeliling, rumah ini terawat dengan bagus. Terdapat banyak hiasan rumah yang ditaksir ratusan juta. Ternyata Rina belum berubah. Guci yang dipajang serta keramik-keramik lainnya juga persis seperti isi rumah mereka dahulu. Rina yang sedang melahap makanan sambil menonton berita terperangah ketika Dewo berdiri tak jauh darinya. Otaknya memproses untuk marah. Namun, ketika melihat penampilan Dewo entah mengapa jantungnya berdetak kencang. Ia mengingat masa-masa mereka pacaran. Tatapan mereka saling bertemu beberapa detik sebelum suara Byanca mengejutkan mereka. “Papi sudah sarapan?” tanya Byanca menghiraukan tatapan membunuh Rina. Ia menggandeng tangan Dewo dan mempersilakannya duduk di sebelah kanan Rina. Ia pun mulai sibuk dengan menyiapkan piring serta isi makanan ke da
Rina sangat kesal. Ia punya keinginan untuk menjewer telinga Byanca hingga merah. Bagaimana ia bisa melupakan putranya? Meskipun di sini ada Oma dan Opa tetapi sosok orangtua tidak akan bisa terganti, bukan?Rina mengirim pesan pada sekretaris Byanca agar memintanya menjawab telepon Ken, jika tidak maka ia tidak dibiarkan bekerja lagi atau ia secara resmi dipecat.Di ruangannya, Byanca yang telah diberitahu oleh sekretarisnya itu langsung merasa bersalah. Ia telah berjanji pada Ken untuk selalu meluangkan waktu dan baru sehari, ia sudah beringkar.Tak menunggu waktu lama, ia segera menghubungi Ken. “Sayang, maafkan Mami.” Ia gugup dan menekan bibirnya ke dalam.Ken yang melihat wajah bersalah Byanca langsung menangis. Ada rasa ketakutan di hatinya bila Mami juga akan meninggalkannya seperti Daddy. Jika itu terjadi, maka ia akan tinggal dengan siapa? Dan terlebih ia tak siap memiliki anggota keluarga baru.Rina berinisiatif untuk pindah
Jakarta.“Apakah kau sudah puas menjelekkan ku?” Darrel melipat tangannya di dada. Wanita ini—Clara—sangat lancang mengatainya di depan Byanca.Clara melototinya. “Memangnya kenapa? Lagipula memang itu yang aku rasakan.”Ia sudah berulang kali menolak untuk menangani kasus Darrel, tetapi pria ini terus saja memujuk bahkan menerornya dengan datang hampir setiap hari ke kantornya. Itu sangat menyebalkan dan ia juga sangat malu. Akan seperti apa orang berpikiran jika ia mengabaikan tamu. Gelar sebagai pengacara ternama di negeri ini akan tercoret dari dirinya.“Clara, aku tahu kau membenci ku karena aku sahabatnya Bian, kan?” Menurut Darrel sudah saatnya Clara mengerti posisinya. “Memangnya kenapa jika aku sahabatnya? Aku tidak ikut andil dalam membuat keputusan perceraian mereka. Ini sangat tidak adil, jika kau membenci ku hanya karena aku sahabat Bian.”Mata Clara memerah karena marah
Benar seperti yang dikatakan bahwa semakin malam, pengunjung pantai Gwangalli semakin ramai. Mentari sudah terbenam dan suara manusia terdengar begitu lantang. Ombak pantai menggelitik kaki telanjang. Hembusan angin menghadirkan rasa ketenangan seketika permasalahan yang bersemayam ikut terbang. Byanca dan Ken masih memiliki energi untuk berlari-lari di sekitaran pantai, sementara Rina dan Dewo duduk berselonjor pada kursi yang tersedia.“Semoga mereka akan selalu bahagia seperti itu di masa depan,” ucap Dewo dengan mata tak pernah lepas menyaksikan canda tawa Ken dan Byanca.“Aamiin. Aku juga berharap demikian.” Rina tak mungkin mengabaikan perkataan Dewo, apalagi berhubungan dengan putrinya.“Aku menyesal karena dengan mudah menerima Bian di kehidupan Byanca.”Rina juga berdehem. Keduanya turut andil dalam pernikahan Bian dan Byanca. Rina yang tahu bahwa Bian memiliki rasa pada putrinya, tentu senang dan ia sela
Wanita ini mengungkap alasan perceraian antara Bian dan Byanca!Terhembus kabar terbaru tentang Byanca Tanjung, mantan istri Abian.Lama tak terdengar kabarnya, sahabat ungkap isi hati Byanca.Baru-baru seorang pemuda yang tinggal di Busan mengunggah foto yang diduga Byanca beserta anaknya. Terlihat bahwa ia sudah melanjutkan hidup dengan baik. Akankah ia sudah melupakan sosok Abian?Pagi ini berita tentang Bian dan Byanca kembali menjadi buah bibir. Pencarian nama mereka berada di posisi teratas. Seolah sudah lama tidak mendapatkan perhatian dari masyarakat, kini beritanya menjadi konsumsi di seluruh negeri.Clara menangkup wajahnya, gusar. Sejak bangun tidur ponselnya tak berhenti bordering. Ia tahu telah menyalakan api dan ini adalah konsekuensinya. Ia ceroboh. Ia telah membuka aib Byanca. Clara sungguh merasa bersalah. Jika bisa ia ingin menenggelamkan diri.Tok..tok..Suara ketukan pintu diiringi sapaan dari luar mengembalikan ke
Pergerakan di atas tempat tidur cukup menganggu Byanca. Matanya masih berat untuk terbuka. Tadi malam, ia bergadang untuk mengecek laporan perusahaan. Banyak data yang butuh peninjauan lebih. Ia mengetahui bahwa ia masih baru di perusahaan ritel Mami, tetapi kemampuannya dalam berbisnis tidak perlu diragukan lagi khususnya peningkatan dalam penjualan. Oleh sebab itu, Byanca lebih memokuskan diri dalam marketing.Ken melihat Mami tak terganggu sama sekali. Ia semakin melompat tinggi. Ini sudah pagi bahkan ia sudah rapi menggunakan pakaian sekolah. Ken menduga bahwa ibunya lelah setelah pergi ke pantai semalam. Ia menyerah dan terduduk memperhatikan wajah pulas ibunya. Dagunya ditopang dengan kedua tangan. Ia menghitung waktu hingga ke berapa ibunya akan terjaga.Merasa seperti diawasi, kelopak mata Byanca terbuka secara perlahan. Senyum manis Ken menyambutnya. Byanca terkejut dan langsung duduk. “Kenny, kamu sudah rapi?” Byanca merasa malu, di saat ia baru b