KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMUSaat Ayra ingin kembali memasukkan makanan dan minuman tadi ke dalam mulutnya dan ia kembali fokus pada ponselnya. Namun, tiba-tiba sebuah suara mengejutkan dirinya dan membuat Ayra membelalakkan mata. "Pergi dari kehidupan Ibra atau kalau kau menolak maka kau akan tahu akibatnya. Dan aku akan membuatmu menyesal seumur hidupmu!"Ayra membelalak mendengar ucapan dari seseorang itu. Ia pun melihat ke arah orang tersebut dan Ayra lekas memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. Ayra juga menghentikan tangan yang hendak menyuapkan jamur krispi ke dalam mulutnya. Ayra tersenyum sinis sembari memandang sinis juga pada perempuan yang ada di depannya. Karena Ayra sangat tahu orang itu adalah Mayang. "Lagi apa Tante di sini?" tanya Ayra tanpa sedikit pun merasa takut dengan ancaman Mayang barusan. "Bukan urusanmu! Yang jelas lakukan saja apa yan aku katakan barusan! Tinggalkan Ibra dan aku akan memberimu sejumlah uang yang kau mau. Sebutkan saja berapa ma
"Apa kamu bilang?! Siapa yang sombong? Yang jelas aku dan kamu itu berbeda kasta! Levelmu jauh di bawahku. Kamu hanya orang miskin yang halunya kebangetan." "Oh ya? Siapa yang nanya? Aku gak peduli tuh Tante mau kaya atau miskin sekalipun aku tidak peduli! Kenapa? Mahal ya harga diriku? Gak bisa ya kamu menebusnya? Oh jelas dong! Harga diri Ayra itu memang mahal! Bukan sembarang orang yang bisa menebusnya. Bahkan, misalkan Mas Ibra tidak mampu menebusnya sekalipun aku tidak masalah karena apa? Karena ada cinta di sini untuknya." Ayra menunjuk ke arah dadanya di mana hati itu berada. Wajah Mahang yang sudah memerah karena kesal nyatanya Ayra sangat susah sekali untuk dijatuhkan mentalnya. Entah terbuat dari apa mental perempuan itu sehingga ancaman demi ancaman tidak mempan untuknya. Sebaiknya Tante pulang gih daripada mempermalukan diri sendiri di sini. Lagian angin malam itu gak baik buat wanita seusia Tante …." Ayra sengaja menjeda ucapannya dan ia mendekatkan bibirnya ke telinga
"Hai Sayang, lama nunggunya?" sapa Ibra pada Ayra yang masih setia duduk dan menunggu di depan stand makanan dan minuman yang dipesannya tadi. "Ck! Lima menit lagi lumutan aku di sini, Mas!" sahut Ayra kesal. Sedangkan Ibra tergelak karena melihat wajah Ayra yang terlihat sangat menggemaskan. Ia pun mencubit kedua pipi wanita itu. "Ih Mas apaan sih. Ntar pipiku jadi gede-gede tau." "Biarin, biar enak kalau digigit berasa makan bakpao." "Yeee enak aja. Kalau digigit terus bolong ntar yang ada kamu nyari yang lain. Dih ogah! Enak di Mas gak enak di aku lah.""Hahahahah ada-ada saja kesayangannya Mas yang satu ini." Ibra mengelus dan mengacak sedikit pucuk rambut Ayra. Ia pun mengambil minuman yang masih Ayra pegang yang berwarna merah itu. Lantas Ibra menyeruputnya sedikit. Akan tetapi, sedetik kemudian Ibra seperti bergidik karena rasa minuman itu memang manis. "Astaga itu minuman apa? Kok manis banget?""Ini namanya boba. Memang tidak diperuntukkan untuk usianya Mas. Kan aku man
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMU"Tapi aku gak yakin dia kapok, Mas.""Ya Sudah biarkan saja kalau Mayang macam-macam kamu tinggal hubungi Mas saja. Karena Mas akan selalu siap sedia selama 24 jam hanya untuk Ayyara Kartika tercinta.""Uluh-uluh, maca cih. Jadi terhura deh aku," jawab Ayra yang disambut gelak tawa oleh Ibra. Membuat orang-orang yang ada di sana menoleh ke arah mereka sembari mengernyitkan dahi. Mungkin saja mereka heran dengan Ibra yang sudah sedikit beruban di bagian rambutnya tapi masih jalan dengan Ayra yang masih sangat muda. Atay mereka malah mengira Aura dan Ibea itu adalah anak dan ayah. Entahlah, hanya mereka yang tahu dengan pemikiran mereka sendiri. Saat keduanya tertawa tiba-tiba Ibra terdiam. Ia terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu pada Ayra tapi seperti ragu juga. "Mas, ada apa? Kok kayak yang lagi mikirin sesuatu? Kalau ada apa-apa kasih tau aja aku siapa tahu kan aku bisa bantu." Ayra bertanya dengan lembut sembari mengelus jemari Ibra yang ber
"Fiona! Kamu harus dengarkan aku dulu. Aku punya penawaran yang sangat menarik untukmu dan tentunya menguntungkanmu. Dan bukankah pria yang sedang bersamamu ini adalah mantan suami dari calon istri Papimu itu?!" Kedua sejoli itu pun menoleh ke arah suara. Lantas, wajah Fiona terlihat memberengut. Tiba-tiba saja moodnya kembali rusak karena kedatangan wanita tua yang mengaku sebagai ibu kandungnya itu. Fahri yang mengerti dengan arti sorot wajah istrinya itu pun lantas menggenggam tangan Fiona dan mengelusnya lembut. "Maaf, Ibu ini ada urusan apa sama kita? Terus kenapa bisa tiba-tiba ada di sini?" tanya Fahri pada Reni. "Oh kalau itu tenang saja. Aku gak ngikutin kalian kok. Ak tu jiatnya ya cuma mau makan malam sambil kongkow saja eh malah ketemu kalian di sini. Yaudah sekalian saja kan aku gabung yah anggap saja perkenalanku sama kalian," jawab Reni dengan santainya tanpa memikirkan Fiona yang setuju atau tidak dengan kehadirannya. "Cepat katakan apa maksud ucapanmu tadi." Taja
Baru saja keduanya asik bercengkrama dan saling memperkenalkan diri tiba-tiba keduanya dikejutkan suara keras dari seberang jalan rumah Ayra yang kebetulan adalah rumah kosong. Duar!! "Suara apa itu, Sif?" "Tenang, Mbak, tenang, jangan panik. Biar aku yang cek. Ada Sifa di sini." Sifa pun berjalan mendekati arah suara itu. Jika kebanyakan orang takut sama manusia karena bisa saja membunuh tapi tidak dengan Ayra. Justru dia takut jika dimakan setan. "Hati-hati, Sif, kamu ntar ketemu setwn malah dimakan." "Sekate-kate si Mbak Ayra ini. Yang ada setannya yang aku telen terus aku lepeh dan aku bejek-bejek. Mana ada sejarahnya Sifa takut sama setan." Mau terhelak tapi Ayra gak bisa. Dia khawatir kalau tiba-tiba ada mas poci atau mbak kunti nongol di depan Sifa. Sudah barang tentu Ayra akan terbirit-birit. Ini saja Ayra sudah melepas sepatu heels nya berjaga-jaga kalau ada sesuatu yang nongol nantinya dia bisa langsung tancap gas. "Woi siapa tu! Sini keluar kalau berani! Hadapi Sifa!"
Pagi ini rencananya Ayra mau pergi ke butiknya Mayang. Untuk apa lagi kalau bukan untuk kembali mencoba baju yang sudah dibuat oleh Mayang untuk hari pernikahan Ayra dengan Ibra. Sayangnya kali ini Ibra tidak bisa menemani Ayra pergi ke sana karena Ibra ada pekerjaan yang sangat mendesak dan harus dikerjakan saat itu juga. Ayra pun tidak masalah karena dia bisa pergi sendiri. Akan tetapi, tentu saja Ibra tidak mengizinkannya karena ia sangat ingat dengan ucapan Reni yang mengancam Ayra. Alhasil Mau tidak mau Ayra menyetujui untuk ditemani oleh Sifa. "Sifa ayo udah siang ini! Lama banegt sih?!" pangil Ayra pada Sifa karena gadis itu belum juga keluar dari kamarnya. Tidak berselang lama Sifa pun keluar dari kamar dan menghampiri Ayra. "Kamu habis ngapain sih kok lama bener?" tanya Ayra. "Biasa habis semedi dulu. Alias mengisi kekuatan kalau enggak yang ada ntar lemes." "Memangnya ngapain? Ngecas? Dah kayak ponsel aja pale dicas." "Yah bisa diibaratkan begitu tapi gak gitu juga sih
"Lha terus kok kamu takut sama kecoa?!" Ayra bertanya sembari mengulum senyumannya. "Kalau itu pengecualian. Dah ah gak usah bahas itu merinding yang ada. Yuk kita pergi!" Ayra dan Sifa pun masuk ke dalam mobil tersebut dan Sifa mulai menghidupkan mesinnya dan mereka pergi meninggalkan rumah Ayra menuju butik milik Mayang. ***"Tante, hari ini jadwal si Ayra ke butik Tante kan?" tanya Fiona yang baru saja mendatangi butik sang tante itu. "Hemmm begitulah, bajunya sudah jadi. Ya dia kan harus ngepasin lagi apa ada yang kurang atau sudah cukup. Ada apa? Mau ngajak ngerjain dia lagi?" tanya Mayang kembali setelah dia meletakkan pensilnya yang biasa dia gunskan untuk menggambar desain. "Hemm rencananya iya.""Apa itu? Kalau ngisengin kayak ngasih bedak gatal atau sejenisnya Tante gak mau ah. Seringnya bukannya berhasil malah jadi senjata makan tuan nanti." "Ck! Bukan itu. Ini jauh lebih canggih dan Fiona yakin bakal berhasil." "Oh ya? Apa itu? Tante jadi kepo.""Tante lihat laki-lak