Share

KETIKA ISTRI SUDAH TIDAK BUTUH UANG GAJIAN SUAMI
KETIKA ISTRI SUDAH TIDAK BUTUH UANG GAJIAN SUAMI
Penulis: Gyuu_Rrn

Mertua Pelit

[Bu, uang gajiannya sudah aku transfer, tolong beri Nita setengahnya.]

Begitulah kira-kira isi pesan yang baru saja Titi terima dari anak laki-laki keduanya yang saat ini tengah bekerja di luar kota.

Semenjak Fahmi--anak kedua Titi pergi merantau ke luar kota, semua gaji dan pengelolaan keuangannya dia berikan pada Titi.

"Bu, ngapain senyum-senyum sendiri?" tegur Martin--anak pertama Titi yang tidak bekerja sama sekali, padahal dia punya tanggungan yaitu anak dan istrinya.

"Ini, adik kamu baru transfer uang," balas Titi dengan begitu kegirangan.

"Wah, bagus tuh, Bu!" 

Martin langsung merebut ponsel ibunya, kemudian mengecek uang yang baru saja masuk ke rekening Ibunya. Benar saja, uang senilai lima belas juta telah masuk, Martin membulatkan mata.

"Wah, makan enak, nih, Bu!" ucapnya tidak kalah kegirangan.

Mendengar hal tersebut, Titi langsung merebut ponselnya, memasukannya ke dalam saku celana.

"Tidak! Uangnya akan Ibu pakai untuk membayar motor."

Sontak, Martin langsung memutar bola matanya ketika mendengar ucapan ibunya.

"Lagian buat apa Ibu beli motor, Ibu 'kan sudah tua, tidak butuh motor."

"Terserah, Ibu!" Titi tidak mau kalah dengan anaknya.

Tidak lama kemudian, Martin mendekat ke arah Ibunya, berkata dengan nada pelan.

"Terus si Nita mau di kasih gak, Bu?"

"Tidak usah! Lagian uang bulan kemarin juga pasti masih ada," ketus Titi. Dia paling tidak suka, kalau Fahmi sudah memintanya untuk membagi uang hasil gajiannya dengan Nita.

Maka dengan itu, selama Fahmi di luar kota, Titi selalu membujuk anaknya agar mau mengirimkan uang ke rekening miliknya saja, bukan ke rekening istrinya.

Dengan polosnya, anaknya itu menurut, hingga Titi bisa menikmati semua gaji Fahmi, meskipun dengan berat hati beberapa kali dia memberikannya pada Nita, meskipun hanya ratusan ribu saja untuk sebulan.

***

"Assalamualaikum."

Titi yang sedang bermain ponsel, langsung berdecak kala mendengar ketika suara menentu dan cucunya itu.

Awalnya Titi tidak ingin membuka pintu dan berpura-pura tuli saja, karena dia yakin menantu dan cucunya itu pasti mau meminta uang padanya.

"Waalaikumsalam."

Ketika Titi hendak berlari ke kamarnya, semuanya terasa begitu sia-sia, kala istri Martin tiba-tiba membuka pintu, menyambut kedatangan Nita dan anaknya.

Titi kembali berdecak, kemudian menghampiri kedua menantu dan cucunya.

"Mau apa kemari?" tanya Titi dengan angkuh.

"Mau minta uang gajian Mas Fahmi, Bu. Katanya dia udah transfer ke sini," balas Nita sambil memegang tangan Andika--anak semata wayangnya.

"Tidak ada, belum dia ambil," sungut Titi sambil menyimpangkan tangan di dada.

"Transfer saja ke rekeningku, Bu, soalnya aku butuh buat bayaran sekolah Andika."

"Kamu tuh boros banget jadi orang, bukannya Ibu sudah kasih bulan kemarin lima ratus ribu, memangnya kamu pakai apa saja uang itu?!"

Nita sedikit membulatkan matanya ketika mendengar omelan Ibu mertuanya yang bisa di bilang tidak masuk akal.

Nita ingat betul, Ibunya memang memberinya uang lima ratus ribu, itupun sudah hampir lima Minggu yang lalu, pantas saja dirinya kembali dan meminta uang bulanan dari suaminya.

"Tapi, Bu--"

"Sudah, pergi saja kamu! Makanya jadi perempuan itu harus mandiri, bisa usaha sendiri bukannya hanya mengandalkan uang suami saja," teriak Titi sambil menutup pintu dengan keras, membuat Nita dan Andika terlonjak kaget.

Nita menghela napas, kemudian meraih ponsel dari saku celana, menatap sebuah nomor telepon yang sudah lama tidak dia hubungi.

Nita berpikir, jika ini memang saatnya untuk dia kembali. Semoga saja, mereka masih mau menerima Nita, seperti dulu lagi.

"Halo, Om. Apa kabar?"

"Nita!" pekik seseorang melalui sambungan telepon. "Ada apa, Nita?"

"Aku minta bantuanmu, Om."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status