"Kau akan terus diam atau memberikan penjelasan kepadaku?" tanya Nadila saat sang suami pulang. Sanjaya terdiam, ia menatap istrinya dengan tajam. Nadila adalah wanita yang baik, mereka bertemu di Yogya karena Nadila tinggal di sana. Karena sering bertemu, timbul benih cinta hingga akhirnya mereka menikah.
Sanjaya tau jika Nadila adalah anak manja dan juga sangat suka belanja, selain memasak dia tidak pandai mengurusi pekerjaan rumah tangga lainnya.
"Penjelasan apa?" tanya Sanjaya datar. Nadila mencebikkan bibirnya, "Mas, kau belum menjelaskan bagaimana kau dan Arnold adalah kakak beradik."
Sanjaya terdiam, ia merasa bingung bagaimana menjelaskannya.
"Aku sendiri tidak tau bagaimana kami kakak beradik, Dila!"
"Lalu, kenapa kau bisa mengatakan dia adalah kakakmu?"
"Karena ibu menikah siri dengan ayahnya! Empat tahun lalu, sebelum ibu stroke dan tidak bisa bicara,
"Ibu ikut denganku ke Jakarta, ya. Aku akan merawat Ibu di sana."Sanjaya membungkuk di hadapan Kadita. Wanita yang sudah melahirkannya itu menatap kosong. Kadita sudah tidak ingin hidup lebih lama lagi sebenarnya. Namun, dia masih berharap sesuatu yang entah kapan akan tercapai."Uuh ... aaa iuaa," kata Kadita lirih sambil menggerakkan tangan kanannya. Setelah terapi sekian lama hanya tangan Kadita yang bisa digerakkan."Saya ikut juga, Pak?" tanya Ayu. Gadis berusia 28 tahun itu menatap ragu kepada Sanjaya."Loh, kalau kau tidak ikut, siapa yang mau jaga ibu?" tanya Sanjaya. Ayu menganggukkan kepalanya."Siapa tau, kan di Jakarta Bapak sudah membayar perawat yang lain," ujar Ayu. Gadis itu merasa sudah sangat dekat dengan Kadita. Ia merasa khawatir jika Kadita dirawat oleh orang lain. Usia Kadita sudah lanjut, terkadang sikapnya seperti anak kecil."Kapan kita akan berangkat, Pak? Saya harus member
Malam itu, Liliana dan David sengaja pergi berduaan saja. David ingin mengajak Liliana kencan. Ia membawa istrinya itu ke sebuah restoran Eropa. Ia tau jika dulu Liliana pernah makan di sana bersama beberapa teman di kantor. Itu pun menunggu gajian. Ya, David memang menyelidiki setiap kegiatan Liliana sejak masih menjadi sekretarisnya."Mas, serius kita makan di sini?" tanyanya. David mengangguk, "Aku tau, dulu setiap kali kau gajian kau selalu makan di sini. Tapi, hanya sebulan sekali, iya kan?""Mas memata-matai aku?" tanya Liliana sambil membelalakkan matanya. David terkekeh, "Ya, sejak dulu aku memang menyukaimu. Tapi, mana berani aku menggodamu.""Gombal," gerutu Liliana."Eh, aku serius sayang. Biasanya wanita-wanita yang selalu menebar pesona dan senyuman kepadaku. Tapi, kau dulu menyebalkan. Sok formal, sedikit-sedikit panggiln pak," omel David. Kali ini Liliana
Waktu setempat menunjukkan pukul setengah dua siang saat David dan Liliana tiba di bandara Charles De Gaulle, Paris. Mereka berangkat pukul 00.40 dini hari dari bandara internasional SOETA.Tampak wajah Liliana begitu yang lelah tetapi bahagia. Ia menggandeng tangan David dengan mesra hingga mereka keluar dan seorang pemuda menghampiri mereka kemudian mengajak David berbicara dalam bahasa Inggris."Mr. David Romano dari Indonesia? Saya Dimitri yang akan memandu Anda selama di Paris. Apa Anda mau langsung ke hotel tempat Anda menginap atau mau makan dulu?" tanyanya dengan ramah sambil memperlihatkan identitas."Kita makan saja dulu, setelah itu ke hotel. Mungkin hari ini kami berdua tidak akan ke mana- mana dulu karena Mrs Romano masih lelah dan sedang hamil.""Ah, baik kalau begitu saya akan membawa Anda ke sebuah distro yang menyajikan masakan Indonesia. Atau Anda mau menu lain?""Tidak apa, aku justru me
Hal yang pertama David lakukan adalah mengajak Liliana ke menara Eifel keesokan harinya. Pagi sehabis sarapan Dimitri sudah menjemput mereka. Lalu membawa mereka ke menara Eifel. David dengan senang hati mengambil potret Liliana yang tersenyum bahagia di depan menara yang terkenal di Paris itu. Tak lupa David membawa Liliana kePont des Arts Bridge, Paris, Prancis."Sayang sekali sekarang sudah tidak bisa lagi mengaitkan gembok cinta di sini," kata Liliana lirih."Memang kau mau mengaitkan gembok di sini?" tanya David sambil memandang sang istri. Liliana begitu memelas."Aku dulu sering melihat di televisi jika banyak pasangan yang mengaitkan gembok di jembatan dan membuang kuncinya. Sayang sekali ketika aku bisa ke sini sudah tidak ada lagi," keluh Liliana. David menatap Dimitri, "Mengapa dibongkar semua gembok cinta yang ada di sini?" tanyanya."P
Nadila merasa panik, ia tau jika Arnold dan Kinasih pasti sudah berangkat ke Itali sementara David dan Liliana ke Paris. Ia yakin jika Nadine pasti tidak akan ada di rumah. Ia sudah berusaha menelepon Nadine, tetapi ponsel sang putri tidak aktif. Sementara itu, ia tidak tau di mana apartemen Dirga. Ia takut jika Sanjaya akan marah jika tau Nadine dan David sudah bercerai. Ia tidak tau apa yang akan David lalukan jika ia tau anaknya itu sudah berpisah dari David. Nadine sendiri tengah menikmati harinya yang penuh cinta dengan Dirga. Tidak perlu ke luar negeri untuk menciptakan surga dunia. Mereka cukup berlibur ke puncak dan mematikan ponsel supaya tidak ada yang mengganggu.Tapi, Nadine tidak sadar jika ia sedang menciptakan neraka baginya dan juga Lilana. Sementara itu Nadila yang tidak tau lagi bagaimana cara mencegah Sanjaya untuk datang ke rumah David hanya bisa pasrah."Ke
Nadila tersentak mendengar pengakuan Sanjaya, ia tidak menyangka jika suaminya memiliki rencana yang jahat."Apa kau tidak memikirkan nasib orang banyak, Jay?" tanya Nadila sinis. "Apa kau lupa siapa yang sudah membantu kita dulu? Jika waktu itu kau bangkrut akan banyak sekali karyawan yang kehilangan mata pencaharian. Kau dulu memikirkan mereka sampai kau gadaikan putrimu. "Jika bukan Arnold yang membeli perusahaanmu kita sudah menjadi gembel. Dan sekarang kau ingin dia bangkrut? Di mana nuranimu?""Dia memang pantas membayar untuk semua penderitaanku selama ini!""Kalau ada yang harus bertanggung jawab, itu bukan Arnold. Dia bukan orang yang menyebabkan ibumu menderita. Ayahmu yang harus bertanggung jawab, dia orangnya. Jangan kau balaskan dendammu kepada orang yang tidak bersalah," kata Nadila."Kau tidak tau bagaimana rasanya dipanggil anak haram, anak yang tidak punya bapak. Sejak lahir aku tidak p
Arini sedang sibuk menakar bahan untuk membuat kue lapis saat bel di pintu berbunyi. Ia pun bergegas ke depan untuk membuka pintu. Dan saat melihat siapa yang datang, keningnya berkerut."Maaf, Bapak mencari siapa?" tanyanya ramah. Arini merasa pernah melihat lelaki yang berdiri ini sebelumnya, tetapi dia lupa."Siapa, Bu?" Keduanya menoleh saat mendengar suara Lingga. Pria yang selalu tampak berwibawa itu mengerutkan dahi, "Jika tidak salah ingat, Anda adalah mertua David? Orangtua dari istri pertama David. Apa saya benar?" Orang itu- yang tak lain adalah Sanjaya menganggukkan kepalanya."Betul, apa saya boleh masuk?" tanya Sanjaya. Lingga dan Arini saling tatap, tetapi Arini dengan segera menguasai diri lalu mempersilakan Sanjaya masuk. Ia sendiri bergegas membuatkan minuman baru duduk bergabung dengan suami dan tamunya."Bapak dari Jakarta?" tanya Arini."
"Kau dari mana saja? Mama berusaha menghubungimu beberapa hari ini, tapi ponselmu mati. Mama mengerti jika kau sedang senang karena kau bisa bersama kembali dengan Dirga. Tapi, kau juga harus tau jika kalian belum resmi menikah."Apa kau tidak memikirkan dampaknya? Sekarang ini Pak Lingga ayah Liliana sedang di rumah sakit. Itu gara-gara papimu. Dia marah karena kau bercerai dengan David." Nadine terbelalak, ia baru saja pulang setelah menghabiskan beberapa hari bersama dengan Dirga di Puncak."Apa yang papi lakukan, Mami?" tanya Nadine."Papimu itu tanggung, mau jahat tapi melihat yang mau dijahati pingsan dia kabur. Lalu sekarang bingung sendiri. Mami tidak tau lagi bagaimana menghadapi papimu yang seperti anak kecil itu," keluh Nadila."Ya mau bagaimana lagi, Mami. Aku juga bingung ... jujur aku juga merasa takut.""Kalau kau takut jangan buat gara-gara!" hardik Nadila.&nbs