Bab 43
Aku mencabut laporanku pada Mas Iqbal. Kubiarkan Mas Iqbal pergi setelah aku mendengar kabar duka dari keluarganya. Ditemani oleh Hendra, aku segera pergi ke rumah Mas Iqbal untuk melayat.Bagaimanapun juga, aku cukup mengenal Indri dan dia pernah menjadi keluargaku. Akan kumaafkan Mas Iqbal untuk yang terakhir kalinya. Aku tak tega membiarkan Mas Iqbal meringkuk di balik jeruji besi tanpa bisa mengantarkan kepergian adiknya."Dia adik ipar kamu?" tanya Hendra membuat lamunanku buyar.Saat ini aku sudah sampai di rumah Mas Iqbal. Sudah banyak pelayat yang berkumpul di rumah mantan ibu mertuaku."Iya, Mas.""Kasihan ya dia. Katanya dia meninggal gara-gara aborsi," ucap seorang warga yang melayat. Aku tak sengaja mendengar pembicaraan para tetangga Bu Dahlia. Dari mereka, aku tahu penyebab kematian Indri yang cukup mendadak ini."Pasti dia malu hamil tanpa suami.""Udah jelas malu, Bu. Hamilnya sama kakek-Bab 44Aku kembali melanjutkan hidupku seperti biasa. Pelan-pelan, orang-orang mulai lupa dengan gosip heboh yang pernah beredar tentang Mas Iqbal. Kabar perceraianku juga mulai tersebar ke mana-mana. Ketua RT di tempat tinggalku sudah tahu kalau aku telah bercerai dengan Mas Iqbal. Semua tetanggaku sudah tahu kalau aku mulai menjalani hidup dengan status baru."Selamat pagi, Bu," sapaku pada para tetangga yang berpapasan denganku di jalan."Eh, mau ke mana, Mba? Mau berangkat kerja, ya?" "Iya, Bu. Mari, Bu." Aku melempar senyum pada semua orang yang bertemu denganku.Begitu sampai di kafe, aku juga menyapa satu persatu pegawaiku dengan wajah cerah. Setelah aku mengambil akta cerai, jujur hatiku kembali rapuh. Untuk menutupi hatiku yang hancur dari dalam, aku berusaha sekuat tenaga memperlihatkan wajah bahagiaku pada semua orang, meskipun senyumanku hanyalah bentuk kepura-puraan. Ya, setelah aku berpisah dari Mas Iqba
Bab 45Aku terdiam cukup lama. Rasanya canggung untuk menerima ajakan dari Hendra, tapi aku juga sungkan untuk menolak. Lagipula, Hendra hanya ingin menemaniku jalan-jalan. Tidak masalah 'kan kalau aku pergi mencari angin bersama dengan Hendra?"Gimana, Mel?"Setelah berpikir cukup lama, akhirnya aku pun memutuskan untuk menerima tawaran Hendra. "Tapi aku belum tahu mau ke mana, Mas.""Kita bisa pikirin itu nanti. Ayo naik mobilku." ajak Hendra."Kayaknya aku mau naik angkot aja, Mas."Entah kenapa tiba-tiba aku ingin naik angkutan umum. Sudah lama aku tidak naik kendaraan itu yang kini lambat-laun mulai ditinggalkan oleh para penumpang karena kebanyakan orang telah beralih ke kendaraan roda dua."Mau naik angkot? Ya udah, ayo aku temani."Hendra mengikutiku menuju ke halte, lalu kami menaiki salah satu angkot yang kebetulan melintas. Angkutan yang kami tumpangi hanya ada dua orang penumpang. Aku dan Hendra meng
Bab 46Aku tidak sempat menjawab pertanyaan dari Mba Mira karena tiba-tiba ponselku mati kehabisan daya."Untung aja ponselku mati." Sebenarnya, aku sendiri juga tidak tahu harus menjawab apa. Pertanyaan dari Mba Mira membuatku mulai berpikir yang tidak-tidak. Kenapa Mba Mira menanyakan hal seperti itu padaku? Memangnya apa pentingnya pendapatku mengenai Hendra?Selama beberapa bulan terakhir ini, aku memang cukup sering bertemu dengan Hendra. Aku juga merasa hubunganku dan Hendra semakin dekat. Tapi aku hanya menganggap Hendra sebagai teman. Aku tak pernah punya pikiran macam-macam terhadapnya."Kayaknya nggak mungkin Mba Mira punya maksud tertentu." Aku segera menepis semua pemikiran tentang ucapan Mba Mira tadi.Pagi harinya, aku bangun agak siang karena aku tidak perlu datang ke kafe untuk bekerja. Rencananya hari ini aku akan pergi ke tempat wisata. Meskipun aku hanya pergi berlibur sendirian, tapi aku yakin ada banyak kegi
Bab 47Perempuan bernama Ayu itu menatap Hendra tak berkedip. Jika dilihat-lihat, wajah itu tampak familiar sekali. Apa mungkin aku pernah bertemu dengan perempuan itu sebelumnya? Tapi di mana?"Apa kabar, Mas?" tanya Ayu pada Hendra.Aku diabaikan sepenuhnya oleh Ayu. Perempuan itu hanya tersenyum dan menatap lurus ke arah Hendra. "Alhamdulillah baik," jawab Hendra singkat."Aku nggak nyangka kamu akan datang ke acara ini."Hendra tak menjawab. Sepertinya Hendra tidak mau meladeni perempuan itu."Kalau begitu, selamat menikmati acaranya, Mas," ucap Ayu, kemudian dia pergi meninggalkan kami.Tak lama kemudian, Mba Mira dan Pak Rayhan muncul bersama seorang laki-laki berjas mewah. Saat melihatku dan Hendra, Mba Mira dan Pak Rayhan langsung menghampiri kami."Perkenalkan, ini sepupu saya, Hendra," ucap Pak Rayhan. "Hendra, ini Pak Willy Salim, pemilik perusahaan furniture yang bekerja sama deng
Bab 48Tanpa mempedulikan permintaan Ayu, Hendra langsung membawaku keluar dari hotel. Aku tak sempat melihat bagaimana ekspresi wajah Ayu, karena Hendra begitu cepat menarik tanganku."Tadi kamu udah makan 'kan sama Mba Mira? Mau makan lagi nggak?" tawar Hendra."Udah malam, Mas. Kita langsung pulang aja," jawabku.Hendra mengendarai mobil dengan santai. Di sepanjang perjalanan, aku dan Hendra saling diam. Aku tak membuka suara, begitu pula dengan Hendra. Wajah Hendra yang terlihat kusut membuatku takut untuk membuka obrolan."Makasih udah nganterin aku pulang, Mas," ucapku pada Hendra sebelum kami berpisah."Aku langsung pulang ya, Mel?""Iya, Mas. Hati-hati di jalan."Aku masuk ke rumah, kemudian merebahkan diri di tempat tidur. Akhirnya aku bisa beristirahat setelah berjam-jam berkumpul bersama para pengusaha elit.Di acara tadi, Pak Rayhan mengenalkanku pada beberapa pengusaha. Aku bisa mencari rel
Bab 49Kulihat Ayu terus melirik ke arahku dan Hendra. Aku sudah berusaha menjauh dari Hendra, tapi dia terus menahanku. "Maaf, Mas. Aku harus ke belakang. Masih ada kerjaan," pamitku."Sebentar, Mel. Jangan pergi dulu. Aku bawa berita bagus untuk kamu. Soal rencana kamu yang mau cari EO buat snack box, aku udah bikin janji temu antara kamu sama temanku," ucap Hendra.Aku merasa Hendra seperti sedang mencari-cari alasan agar bisa berbicara denganku. Tapi jika ini menyangkut pekerjaan, mungkin aku bisa meluangkan waktu sebentar meskipun aku harus menerima tatapan sinis dari Ayu."Mas Hendra, bisa nggak kita ngobrol sebentar?" Beberapa kali Ayu berusaha memanggil Hendra, tapi Hendra terkesan cuek dan tak mau meladeni.Meski aku tidak mau ikut campur, tapi sepertinya Hendra dan Ayu mempunyai hubungan yang kurang baik. Walaupun begitu, hari-hari berikutnya Ayu sering muncul di kafe untuk menemui Hendra.Bahkan saat Hendra t
Bab 50Kubiarkan Ayu pergi setelah dia selesai bicara. Aku tidak terlalu menanggapi ocehan perempuan tidak jelas itu. Kubiarkan saja dia bertingkah dengan segala kesombongannya. Hubungan Ayu dan Mas Hendra bukanlah urusanku, karena aku memang tidak punya hubungan spesial dengan Hendra."Fokus kerja aja, Mel! Nggak perlu memusingkan orang-orang yang nggak penting!" gumamku berusaha menyemangati diri sendiri.Selama ini aku tidak pernah mengganggu siapapun, aku juga tidak ingin mencari musuh. Kalau memang keakrabanku dengan Hendra bisa memancing musuh, maka lebih baik aku tidak berurusan lagi dengan Hendra."Mel!" Hendra melambaikan tangan seraya melempar senyum tipis padaku. Begitu laki-laki dengan tubuh tinggi tegap dan rambut cepak itu masuk ke kafe, aku mulai merasa was-was. Aku benar-benar malas melihat wajah Ayu dan aku tidak ingin perempuan aneh itu kembali berkunjung ke kafeku ini."Kamu belum menukar voucher ke restoran teman aku,
Bab 51"Mba Mira ngomong apa sih? Kenapa Mba tiba-tiba nanya kayak gitu?" tanyaku agak panik. Pertanyaan Mba Mira membuatku salah tingkah."Jawab aja sesuai kata hati kamu, Mel. Mba juga mau tahu, apa kamu udah ada rencana buat nikah lagi? Kamu 'kan udah cerai dari Iqbal. Kamu juga masih muda, nggak mungkin kamu akan menjanda sampai tua."Aku terdiam. Setelah berpisah dari Mas Iqbal, aku sama sekali belum berpikir ke arah sana. Bagi sebagian perempuan yang pernah gagal dalam rumah tangga, menikah bukan prioritas lagi.Lagi pula, aku masih trauma. Aku takut pernikahanku akan gagal lagi. Ada banyak ketakutan dan kegelisahan dalam diriku tentang pernikahan. "Kenapa, Mel? Kamu belum ada pikiran untuk menikah lagi?"Aku mengangguk. Memang inilah yang ada di pikiranku saat ini. Aku takut untuk menikah lagi. Aku juga takut akan bertemu dengan laki-laki yang tidak tepat sama seperti sebelumnya."Sebagai perempuan, aku juga meng