"Bu, bangun ... Mila sama Mbak Sinta mau berangkat nih, minta uang jajan dong Bu yang banyak. Soalnya di meja makan belum ada sarapan apa-apa. Entar Mila kelaparan lagi di sekolah," rengek Mila sembari mengguncang tubuh ibunya yang masih bergelung pulas di atas tempat tidur, sementara Sinta berdiri di belakangnya menunggu ibunya bangun tetapi tubuh ibunya sama sekali tidak bergerak.
Diulangi sekali lagi oleh gadis berusia enam belas tahun itu merengek sembari mengguncang lebih keras tubuh ibunya. Syukur akhirnya sosok sang ibu menggeliat juga, meski bukannya bangun tapi malah mengomeli si bungsu.
"Duh, kok malah gangguin ibu tidur sih? Kemarin kan udah ibu kasih seratusan ribu buat dua hari, kok masih minta lagi? Tanya dong sama Mbak Sri-mu, sarapan paginya mana, jangan tanya sama ibu. Ibu masih ngantuk!" sahut Bu Rina tanpa membuka mata dan malah memperbaiki posisi tidur yang enak.
Tadi malam Bu Rina memang tak bisa tidur. Benaknya kalut memikirkan kondisi keua
Dulu tidak ada yang berani membantah ucapannya. Mia selalu menuruti perintahnya, apa pun yang ia suruh selalu dikerjakan tanpa berani membantah, beda dengan Sri yang sikapnya seratus delapan puluh derajat berbeda. Itu membuat Bu Rina mulai merasakan penyesalan kenapa dulu sampai hati mengusir menantunya itu.Apalagi pasca Mia pergi, Azmi belum juga menemukan jodohnya lagi. Mizka tak terdengar lagi bagaimana kabarnya sekarang. Setiap kali ditanya Azmi enggan menjawab, apalagi sejak tinggal di kosan, putranya itu hanya sekali sekali saja melihatnya ke sini.Entahlah, sepertinya sekarang anak -anaknya bersikap menjauh dan memusuhinya. Padahal keadaannya saat ini sedang sulit. Mila dan Sinta butuh biaya besar untuk pendidikannya sementara jatah per bulan yang biasanya diberikan oleh anak-anak lelakinya juga Dina dan Sri mengalami kemacetan.Mereka bahkan seolah tak peduli lagi padanya. Membuat Bu Rina merasa heran sendiri, bagaimana bisa anak-anak yang selama
"Mi, dipanggil Bu Indah tuh," beritahu Rika saat hendak berangkat ke kantor.Barusan gadis itu memang dari depan. Seperti biasanya mencari sarapan pagi. Mungkin kebetulan saat melintasi rumah ibu kos ia bertemu Bu Indah yang menitipkan pesan itu agar disampaikan kepadanya."Oh ya? Ada perlu apa ya Bu Indah sama aku?" Meski sudah bisa menduga ini mungkin ada kaitannya dengan tawaran Bu Indah kemarin soal bisnis online shop yang ditawarkan padanya melalui Rika, tetapi Mia tak menduga jika akan secepat ini Bu Indah merespon ketertarikannya tersebut. Namun tak urung ia merasa sangat gembira. Ia berharap kalau jadi, nantinya Allah akan memberinya pintu rezeki yang baru lewat jalan ini."Mau ngomongin bisnis olshop kemarin mungkin, Mi. Buruan sana, tadi kulihat Yusuf juga belum berangkat. Mungkin nungguin kamu datang kali," ucap Rika sambil memoleskan bedak di wajahnya dan fokus ke kaca."Nungguin aku? Ngapain? Kan yang nawarin ibunya, kenapa harus berhub
"Aamiin ... semoga kamu juga diberikan kebaikan sama Allah supaya bisa melahirkan dan membesarkan anak kamu dengan baik meskipun ayahnya mungkin nggak bisa mendampingi ya, Mia. Ya, sudah nanti ibu lanjutkan ke wa saja ya. Oh ya, Suf, kamu ada yang mau diomongin ke Mia nggak?" tanya Bu Indah sembari berpaling pada sosok Yusuf yang sedari tadi hanya diam karena pembicaraan sudah diwakilkan pada ibunya."Sepertinya nggak ada sih, Bu. Nanti kalau ada pertanyaan biar via ibu juga nggak papa," sahut Yusuf sembari fokus ke ponselnya saat benda di atas meja tersebut berdering. Sepertinya ada yang menelpon lelaki itu sehingga laki-laki itu undur diri untuk menerima telepon."Ok, baiklah kalau gitu. Oh ya Mi, kamu udah sarapan belum? Kalau belum temani ibu sarapan yuk, kebetulan tadi Mbak Tinah masak makanan kesukaan kamu tuh, urap, perkedel jagung sama tempe goreng. Yuk ...!"*****Siang itu usai ribut dengan menantunya, Sri, Bu Rina membawa kedua putrinya keluar
"Ibu nyuruh aku bawa Mia ke sini lagi? Nggak salah?" Azmi bengong mendengar ibunya memintanya untuk menjemput kembali mantan istrinya, Mia dan membawa perempuan itu kembali ke rumah mereka, tepatnya kontrakan baru mereka ini.Bukannya dulu ibunya yang ngotot supaya mengusir istrinya itu dari rumah mereka? Kok mendadak bisa berbalik seratus delapan puluh derajat seperti ini? Apa tidak salah? Pikirnya bingung."Iya Az, ternyata nggak ada istrimu repot juga, semua harus ibu kerjakan sendiri. Mau cari pembantu, uang nggak ada. Jadi jalan satu-satunya ya cuma jemput istri kamu lagi ke sini," ujar Bu Rina kembali sembari menghembuskan nafas panjang."Iya, Mas. Mbak Mia kan cinta banget sama Mas Azmi. Diapain aja mau. Pasti senang kalau dijemput lagi sama Mas," imbuh Sinta pula yang sedari tadi hanya mendengarkan pembicaraan antara kakak dan ibunya itu sembari asyik bermain ponsel."Bener itu, Mas. Dia kan bucin sama Mas. Pasti mau deh balikan lagi sama mas lagi
Rumah orang tuanya di kampung sendiri tergolong kurang layak, rumah papan yang atapnya sudah sering bocor saat hujan lebat, itu sebabnya ia ingin membeli rumah baru dan memboyong mereka ke sini untuk mewujudkan kebahagiaan orang tuanya yang selama ini belum mampu ia lakukan.Kasihan kedua orang tuanya. Dari ia kecil hingga dewasa belum bisa membahagiakan mereka. Jadi sekaranglah saatnya untuk mewujudkan semua itu, pikir Mia lagi.Selama ini dengan menjadi istri Azmi, kedua orang tuanya berharap walaupun belum bisa meningkatkan perekonomian keluarga, tetapi setidaknya hidupnya sendiri tidak kesulitan.Sayang, selama jadi istri Azmi dan menantu Bu Rina, bukan kebahagiaan yang ia dapatkan melainkan kesengsaraan yang bertubi-tubi. Dan Mia berjanji, demi apapun ia tak akan mengulangi kembali kebodohannya itu.Mia tersenyum gembira saat berhasil mengecek saldo tabungannya melalui aplikasi mobile banking. Di sana tertera jumlah keseluruhan uang yang berhasil ia
"Rik, hari ini kamu libur kerja 'kan? Temani aku yuk, rencana pengen lihat-lihat rumah nih," ujar Mia sembari menatap Rika yang sedang melahap sarapan paginya di meja makan. Sementara ia sudah duluan makan karena sudah lapar dari tadi. Kodrat ibu hamil memang mudah sekali lapar, seperti Mia.Hari ini hari Sabtu. Rika libur kerja, jadi Mia bermaksud meminta bantuan sahabatnya itu untuk menemani dan mengantarnya melihat lihat kompleks perumahan cluster baru yang sudah masuk daftar list-nya kemarin."Rumah? Kamu mau beli rumah?" Alih-alih menjawab pertanyaannya, Rika justru berseru kaget dengan ekspresi tidak percaya.Sungguh, ia tak pernah menyangka. Sang sahabat yang kemarin masih kebingungan karena mendadak diusir dari rumah mertua, sementara ia tak punya tempat tinggal, sekarang malah mau beli rumah baru. Wah, cepat sekali kemajuannya, pikir Rika kagum."Alhamdulillah, Rik. Bukan aku nggak betah di sini ya, tapi rasanya nggak mungkin aku mau ngerep
Mendengar pertanyaan sahabatnya, Mia menggelengkan kepala dengan ekspresi kaget seolah tiba-tiba baru menyadari hal itu. "Iya ya, Rik? Mestinya sih sudah selesai diurus, soalnya mas Azmi kan mau nikah lagi sama selingkuhannya itu, tapi nggak tahu kenapa, sampai sekarang kok belum juga ada kabarnya ya? Gimana ini, Rik?"tanya Mia dengan nada sedikit cemas.Ya, tiba-tiba saja ia jadi kepikiran soal surat cerai yang belum juga ada informasinya."Kamu nggak usaha hubungin dia? Tanyakan sampai sejauh mana sudah proses perceraian kalian? Jangan berlarut-larut. Takutnya nanti dia berbalik pikiran. Ya siapa tahu aja sih, soalnya lelaki pelit dan mertua materialistis begitu pasti nggak bisa lihat menantu banyak duit kayak kamu, bisa-bisa mereka nanti maksa kamu balikan lagi. Siapa tahu lho ...." ujar Rika kembali, mencoba memberikan analisa dan peringatan pada Mia supaya tak lengah dan segera mengantisipasi keadaan agar tidak dirugikan oleh statusnya yang masih menggantung terse
Mia tersenyum haru penuh kerinduan saat sepasang netranya menangkap sosok ibu, bapak, juga adiknya, Sindy baru saja turun dari bus antar kota antar propinsi yang baru saja tiba di terminal.Tadinya ia hendak menyusul mereka dengan menggunakan mobil carteran yang bisa disewa dari sini, tetapi kedua orang tuanya mencegah dan mengusulkan agar mereka saja yang menyusul ke kota ini menggunakan bus AKAP supaya lebih hemat pengeluaran. Dan Mia pun akhirnya setuju saja.Ia dan Rika buru-buru mendekat sembari memberi kode dengan panggilan hingga akhirnya ketiga sosok yang baru saja turun dari bus itu pun melihat keduanya dan berjalan mendekat.Orang tua dan anak pun saling berangkulan penuh haru saat tak ada lagi jarak yang memisahkan di antara mereka."Alhamdulillah, Nduk. Akhirnya ketemu juga sama kamu. Ibu pikir kamu kenapa kok nggak pulang-pulang. Ibu mau ke sini juga takut merepotkan suami sama mertua kamu, akhirnya ndak jadi ke sini. Oh ya kandungan kamu sud