Pria mana yang tidak panas dan sakit hatinya ketika melihat perempuan yang dicintai dekat dengan pria lain.Sekuat mungkin aku menahan diri dari emosi. Kalau tidak bisa aku buat babak belur pria yang berani-beraninya mendekati perempuan yang masih menjadi istri orang itu.Kalau saja bukan karena kebodohan ku yang sudah keceplosan mengucapkan kata talak pada Mira. Mungkin jalan hidupku tidak akan mengantarkan aku sampai di tempat ini. Tempat yang tidak pernah terlintas di mimpiku untuk aku singgahi."Mas, kamu kenapa sedari pulang dari persidangan kamu murung terus. Kamu nggak seperti biasanya yang semangat. " Yuni menghampiri aku dengan rambutnya yang masih basah dan digelung dengan handuk. Iya, kami baru saja selesai melakukannya."Aku cuma kepikiran apa gugatan ku ini dikabulkan apa tidak." Aku mengeles dengan mencari alasan yang tepat agar tidak menyinggung perasaan Yuni.Yuni mengambil posisi tepat di sampingku. Seperti biasanya ia akan minta untuk di manja-manja."Mas, aku besok
"Nak, Yuni apa kabar?" sapa seorang perempuan yang usianya sama seperti usia ibuku. Aku baru saja pindah tempat kerja di tempat yang baru usai berpisah dengan mantan suamiku. Aku yang saat itu sedang mengantarkan ibuku pergi menjenguk tetangga kami yang sakit."Iya, ibu kenal saya?" Bukannya sombong tapi memang banyak orang yang mengenalku. Siapa sih yang tidak kenal aku anak dari orang terpandang dan berpendidikan di kampungku."Ini ibu Tuti, temannya ibu kamu. Ibu ini adalah ibunya Hadi." Perempuan cerewet yang sok kenal dan sok dekat itu mulai memperkenalkan dirinya."Hadi? Hadi siapa ya, Bu?" tanyaku karena masih bingung."Hadi teman kamu waktu di SD dan SMP. Hadi perdana." "Oh, iya Yuni ingat kalau Hadi perdana." Aku baru ingat, siapa yang tidak kenal dengan sosok Hadi perdana salah satu siswa dengan muka yang mendukung satu angkatan sekolah dulu. Aku tidak tahu bagaimana kabarnya pria itu. Pria yang dulu pernah aku menaruh hati padanya."Hadi ada di rumah kalau mau main hari Mi
Hari ini adalah hari sudah ke tiga sekaligus pembacaan keputusan oleh hakim atas pengajuan gugatan yang dilayangkan oleh Mira."Mir, buruan!" seru Desi yang sengaja m nunggu dan berniat untuk menemani Mira menghadiri persidangan terakhirnya."Iya, Des bentar lagi," sahut Mira dari dalam kamarnya. Mira masih sibuk merapikan hijab yang ia kenakan. Khusus hari tersebut Mira sengaja mengenakan celana jeans warna denim yang dipadukan dengan atasan tunik berwarna lavender dan hijab pasmina yang berwarna senada dengan baju yang ia kenakan."Calon janda cantik banget hari ini," puji Desi yang terperangah melihat penampilan dari sahabatnya itu."Apaan sih kamu, itu, Des. Biasa juga kali." Wajah Mira bersemu merah mendengar pujian yang dilontarkan oleh Desi."Beneran, Mir. Kamu beda dari biasanya. Pasti calon suami kamu pangling lihat kamu. Calon ibu mertua juga sudah tidak sabar ketemu sama menantu," kelakar Desi."Ngawur kamu, Des. Yang ada calon mantan suami sama calon mantan ibu mertua," te
Flashback...Tuti Muda adalah teman dekat sekaligus musuh besar Marlina. Tuti yang menyimpan rasa iri pada Marlina karena temannya tersebut mendapatkan semua seperti apa yang ia harapkan. Marlina yang m mang berasal dari keluarga berada sementara dirinya berasal dari keluarga yang sangat sederhana begitupun pria idaman nya tersebut sama halnya seperti Marlina yang berasal dari keluarga terpandang. Rasa iri Tuti semakin bertambah tatkala melihat sang sahabat dijodohkan dengan pria yang menjadi incarannya. Tidak mau patah arang. Tuti mencari berbagai cara untuk bisa mendapatkan apa yang ia inginkan. Tuti tidak ingin kebahagiaan selalu menyertai Marlina. Oleh karena itu, Tuti berencana untuk menciptakan duka serta nestapa untuk sahabatnya itu.Di saat Marlina sibuk dengan pekerjaan yang ia geluti sebagai seorang pengusaha yakni pemilik sebuah butik dan juga rumah makan. Tuti diam-diam mencuri kesempatan untuk bisa dekat dengan Ridwan.Hingga sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Tuti
"Ayo cepetan kita pulang!" seri Bu Tuti pada anak-anaknya. Ruangan sidang sudah mulai sepi hanya tertinggal keluarganya lah yang masih betah berdiam di ruangan tersebut."Hadi kamu kenapa diam saja!" sentak Bu Tuti pada putranya. Hadi tidak bisa mengalihkan pandanganya dari sang mantan istri. Bu Tuti yang keheranan dengan sikap putranya tersebut otomatis langsung mengikuti arah kemana tatapan anaknya itu di tujukan. "Ngapain kamu lihatin si Mira seperti itu?" Bu Tuti gemas karena melihat tingkah Hadi. "Perempuan seperti itu tidak pantas kamu harapkan atau sesali. Sudah ada Yuni yang jauh lebih baik dari pada di Amira. Jangan bikin ibu tambah kesal dengan tingkah ini, Hadi." Bu Tuti segera menggeret tangan putranya. Mereka semua berjalan bersama menuju tempat parkir kendaraan."Kenapa hidup Marlina jauh lebih baik dari pada aku? Kenapa dia masih baik-baik saja. Seharusnya perempuan itu depresi dan stress karena ditinggal suaminya pergi," cicit Bu Tuti ketika tatapannya mengarah pada r
"Mira selamat atas status barunya," canda Siti pada teman sekaligus atasannya di tempat kerja. "Mbak Siti ada-ada saja. Masa iya status janda harus dikasih ucapan selamat," ucap Mira sambil menahan tawa."Iya, harus khusus kamu. Karena akhirnya saudariku ini terbebas dari benalu yang sifatnya suka merusak inangnya.""Mau bagaimana lagi, Mbak. Niatku itu tulus sama mereka, tapi ternyata tidak untuk mereka yang tidak pernah mau menghargai niat baikku. Aku juga sudah berencana mau sewa mobil untuk mengambil semua barang ku yang ada di sana. Rasanya masih belum bisa ikhlas saja. Masih ada rasa sakit hati." Amira mengungkapkan isi hatinya pada Siti."Wajar itu, Mir namanya juga manusia biasa. Aku kalau jadi kamu pasti juga akan melakukan hal yang sama sepertimu."***"Bu, ibu yakin mau tinggal di rumah ini? Yuni masih belum jawab Hadi soal dia mengizinkan atau tidak." Bu Tuti tiba-tiba datang ke rumah Hadi dan Yuni dengan diantarkan oleh tukang ojek langganannya. Bu Tuti membawa serta dua
Tidak terasa waktu berlalu begitu saja. Sudah hampir satu bulan sejak proses persidangan cerai antara Mira dan Hadi disahkan oleh pengadilan agama. Tidak ada lagi kontak yang terjadi diantara keduanya. Mira lebih memilih untuk mengubur masa lalunya termasuk ia yang membatasi hubungannya dengan mantan dan juga keluarganya. Mira sengaja telah mengganti nomer ponsel miliknya."Mir, kamu jadi pindahan minggu-minggu ini, kan?" Desi menyambangi teman baiknya itu di tempat kosan Mira. Sore itu Desi sudah berniat untuk mengunjungi Mira sekaligus mengantar makanan untuk Mira karena di rumahnya baru saja selesai diadakan acara pengajian rutin di lingkungan rumah orang tuanya."Iya, Des. Rencananya Minggu besok. Sabtunya aku juga mau izin nggak masuk. Mau beres-beres sekalian." Mira mengambil alih rantang berisi makanan yang dibawa oleh Desi dan memindahkannya pada wadah miliknya."Oke, aku siap bantu. Kebetulan aku masih di rumah karena Minggu depannya aku lagi ada urusan lagi di kota selama be
Saat mereka sedang asyik berbincang tiba-tiba sebuah mobil datang dan parkir di halaman rumah Amira."Assalamualaikum, maaf, sepertinya kami telat ...." Dua orang yang sudah tidak asing itu mengucapkan salam di depan pintu rumah Amira. Mereka yang ada di dalam sontak langsung menoleh ke arah tamu yang baru saja datang itu."Waalaikumsalam," jawab mereka serempak.Mira bergegas bangun dari posisinya dan juga disusul oleh Desi. Keduanya berjalan ke arah pintu dan mempersilahkan tamunya itu untuk masuk."Sudah dari tadi Amira menunggu sampai gelisah takut nggak datang yang dinanti," celetuk Desi yang tentu saja itu hanya akal-akalan nya.Amira lantas mendaratkan telapak tangannya pada lengan Desi. "Jangan suka ngarang cerita kamu, Des." Gelak tawa langsung memenuhi ruang tamu rumah tersebut. Sementara Fahmi seketika mukanya memerah, berubah menjadi salah tingkah karena ucapkan sepupunya itu.***"Hadi ibu lebih baik pulang saja," rengek Bu Tuti pada putra sulungnya. Wanita itu sudah tida