Tangis haru tampak pecah di depan ruang operasi ketika kedua orang tua Aljabar dan Nando mengetahui hal yang sebenarnya mengenai Atama.Tahu bahwa Atama sang menantu masih hidup, terlebih dengan keberadaan cucu mereka yaitu Althair yang memang sangat mirip dengan Aljabar, membuat harapan mereka akan kembalinya sosok Aljabar yang dulu seketika muncul ke permukaan."Selama ini, meski sudah hidup bersama Kinan, tapi Mama tak pernah melihat Aljabar bisa tertawa bahagia, lepas seperti dulu saat Aljabar masih berpacaran dengan kamu, Ata. Mama tau, Aljabar sudah salah dengan menyia-nyiakan kamu setelah kalian menikah, tapi percayalah, Aljabar waktu itu hanya belum bisa menerima keadaan. Aljabar masih sangat labil untuk bisa mengerti apa itu arti tanggung jawab." Ucap Widya dalam tangis.Meski hal ini sulit untuk dipercaya, Widya dan Aryan benar-benar bersyukur jika kenyataannya, Atama memang masih hidup. Terlebih sosok Atama dengan wajahnya yang baru terlihat sangat cantik saat ini."Percaya
Tatapan Atama tak lepas memandang tubuh laki-laki yang dia cintai, tergolek lemah di dalam ruang ICU dengan berbagai peralatan medis yang menempel di tubuhnya.Atama terus mengusap air mata yang mengalir deras di pipi, seolah tak mau berhenti, meski waktu sudah berlalu beberapa jam namun tangisan Atama tak kunjung reda.Rasa bersalah itu kian menggerogoti hati dan jiwanya. Menikam sanubarinya. Meruntuhkan asanya.Atama merasa bersalah karena tak juga berbicara jujur pada Aljabar akan siapa dirinya. Hingga Aljabar yang terlalu putus asa mengalami kecelakaan seperti ini. Mungkin, jika saja Atama bisa sedikit menurunkan egonya saat melihat Aljabar yang sudah hampir mati akibat terlalu tenggelam dalam penyesalan dan keputusasaan, kejadiannya tidak akan seperti ini.Aljabar tidak harus berakhir di dalam ruang ICU ini.Sungguh, Atama benar-benar menyesali perbuatannya!"Mama yakin dia akan segera sadar Ata, ayo kita duduk. Istirahat dulu," ajak Widya menghampiri sang menantu, kasihan meliha
"Sa-saya, tidak mengingat apa pun Dok!" ucap Aljabar sedikit bingung, tatapannya masih terus mengerjap dengan kepala yang menunduk.Suasana dalam ruangan pun seketika hening, dokter terdiam sejenak lalu mengerutkan keningnya. Tarikan napas sang dokter sepertinya mengisyaratkan bahwa ada hal yang tidak beres tengah terjadi pada Aljabar.Atama menutup mulut dengan tangannya, tak menyangka jika Aljabar akan kehilangan ingatannya. Kakinya terasa lemas seperti tidak ada tulang di dalamnya. Namun dia tak mau menyerah, berusaha untuk tetap membantu mengingatkan Aljabar."Al, aku Rassi, aku Atama. Kami orang yang sama. Tidak mungkin kamu tidak mengingat apapun tentang kami? Coba ingat-ingat lagi Aljabar!" pinta Atama sedikit memaksa agar Aljabar mengingat dirinya, suaranya parau menahan tangis.Atama merasa syok dan kecewa, kenyataan Aljabar tak mengenal dirinya, baik sebagai Atama atau Rassi. Padahal dia ingin meminta maaf atas ketidakjujuran dirinya.Aljabar hanya menatap wajah Atama dingin
"Awalnya, saya berpikir, benturan keras di kepala Pak Aljabar saat dia mengalami kecelakaan akan mempengaruhi fungsi otaknya sehingga menyebabkan memorinya terganggu dan kami biasa menyebut istilah ini dengan amnesia retrograde. Tapi sejauh ini, pasien yang mengalami Amnesia Retrograde biasanya akan lupa dengan semua peristiwa yang dia alami di masa lalu. Dan setelah mendengar cerita Nona tadi, bahwa Aljabar tak sepenuhnya lupa dengan apa yang dia alami sebelum kecelakaan itu terjadi, itu artinya, apa yang dialami Pak Aljabar berbeda kasus dengan pasien-pasien amnesia yang sebelumnya sudah pernah saya tangani. Nanti, saya akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan jika sudah mengetahui hasilnya, saya akan kabari Nona Atama secepatnya." jelas seorang Dokter muda bernama Diki yang kini menangani perawatan Aljabar di rumah sakit.Hari itu juga, setelah pertanyaan demi pertanyaan yang Aljabar lontarkan pada Atama dan Nando di ruang rawat tadi, sementara Atama dan Nando tak tahu harus men
"Tinggalin aku sendiri! Kalau nanti aku butuh sesuatu, aku bisa panggil suster!"Kalimat berupa bentakan pelan dengan nada dingin itu terus menggema dalam benak Atama bahkan saat dirinya kini sudah berlari cukup jauh dari ruang rawat Aljabar.Atama benar-benar tidak percaya jika kini Aljabar justru malah berbalik membencinya.Menangis terisak di sebuah bangku taman tak jauh dari tempat parkir rumah sakit, Atama berusaha menenangkan diri sejenak.Dihapusnya jejak air mata yang membasahi pipinya meski tetesan air mata itu sendiri belum sepenuhnya terhenti. Kelopak matanya masih terus mengeluarkan cairan bening itu, sulit dihentikan.Kenapa di saat Atama justru merasa yakin untuk berkata jujur pada Aljabar tentang siapa dirinya sebenarnya, kini Tuhan justru menghadapkan dia pada keadaan seperti saat ini?Keadaan yang membuatnya merasa bersalah atas apa yang terjadi dengan Aljabar saat ini.Sebuah keadaan yang membuat Atama terhakimi atas semua rencana jahatnya terhadap Aljabar selama ini
Hari itu, Althair sangat senang setelah diberitahu bahwa Aljabar adalah ayahnya.Bahkan hingga menjelang sore hari, saat Kakek dan Neneknya mengajak dia pulang, Althair tetap tak mau diajak pulang.Bocah itu bilang, dia ingin menginap di rumah sakit menemani ayahnya.Alhasil, Lyra dan Rama mengalah dan membiarkan Althair memiliki waktu lebih banyak bersama sang Papa."Coba, dari dulu Althair tau kalo Om Al Papanya Althair, Althair nggak akan paksa Om Abraham buat jadi Papanya Al." celetuk Althair saat dirinya sedang bermain game dari ponsel milik Aljabar. Kepala anak itu bersandar nyaman di bahu Aljabar, mereka tidur di satu ranjang yang sama.Atama yang saat itu sedang membenahi bekas makanan para penjenguk hari ini, sempat menunda aktifitasnya sejenak mendengar celoteh polos sang anak. Diam-diam, dia memanjangkan telinga, menguping pembicaraan sepasang Ayah dan Anak itu."Om Abraham? Siapa itu?" Tanya Aljabar refleks. Seperti menemukan sasaran tepat untuk memulai aksi stalkingnya, A
Semua berubah sejak hari itu.Hari di mana Aljabar mengatakan pada seluruh keluarga bahwa ingatannya sudah kembali.Dua keluarga besar yang tadinya terpecah belah itu kini kembali berkumpul, bersatu dan berdamai.Dalam ruangan rawat Aljabar mereka berkumpul untuk membicarakan kelanjutan hubungan Aljabar dengan Atama nanti."Kita harus buat pernikahan kedua Atama dan Aljabar semegah mungkin, kalau bisa Papa akan undang semua penduduk Indonesia untuk datang ke acara mereka nanti," celoteh Rama yang disambut gelak tawa keluarga lain."Papa, Aljabar juga masih sakit, udah ngomongin pernikahan," elak Atama yang langsung tersipu. Dia memukul bahu sang Papa dan beranjak dari sofa."Dih, mukanya merah," goda Arlan dengan jahilnya. "Nggak apa-apa Ta, anggap aja ini perayaan atas kebangkitan lo dari kubur,""Husss, Arlan!" Lyra menjitak kepala Arlan yang memang jika bicara sering kelewatan, padahal usia sudah dewasa tapi sikap Arlan masih saja seperti remaja.Setelah berembuk membicarakan soal
Waktu berlalu begitu cepat, meninggalkan kenangan pahit dan juga manis di belakang.Setelah melewati tahun-tahun sulit selepas kematian Atama, Aljabar selalu berpikir bahwa jalan kematian adalah hal yang paling pantas untuk dia lakukan demi menebus semua dosa-dosanya terhadap Atama.Namun, saat tiba-tiba keajaiban itu datang menghampirinya, dengan sosok Atama yang kembali hadir menghiasi hari-harinya, Aljabar tak mau mati secepat apa yang dia dulu selalu pikirkan.Dia ingin hidup selamanya.Bersama Atama.Juga, Althair, sang buah hati tercintanya.Dua minggu berlalu begitu saja, terasa sangat cepat tatkala Aljabar melaluinya bersama Atama juga Althair.Atama yang tak pernah meninggalkannya di rumah sakit, sementara celoteh polos Althair sukses membuat Aljabar tak henti tertawa.Rencana pernikahan sudah rampung sepenuhnya dan kepulihan kesehatan Aljabar menjadi hal yang ditunggu-tunggu oleh Atama dan sekeluarga.Hingga akhirnya, hari yang mereka tunggu-tunggu pun tiba.Hari di mana Alj