Share

Bab 6 Rahasia Kota Lotus Api

Angling menangkis dengan seruling emasnya, lalu menendang kedua pedang tersebut sambil salto ke belakang. Begitu ada kesempatan, ia langsung menerobos dinding rumah yang terbuat dari bambu di belakang dengan gerakan lompat harimau, dan berhasil keluar.

Sosok ninja berbaju hitam tersebut tidak membiarkan Aggling kabur, dia juga menerobos kobaran api yang sudah membesar. 

Rumah itu ambruk setelah diterobos oleh sosok ninja tersebut, hingga kobaran apinya hampir mengenai Angling. 

“Aku harus memancingnya ke dalam hutan. Aku butuh kedua pedang itu,” gumam Angling terus berlari ke dalam bagian luar hutan terlarang guna memancing sosok ninja tersebut untuk mengejarnya. 

Namun tetap saja sosok ninja tersebut lebih cepat gerakannya. Hanya dalam satu hembusan nafas, dia sudah berada di depan Angling dan melepaskan tebasan beruntun.

“Mati kau! Ajian Candra Kembar!” serunya dengan tatapan nyalang.

Angling kembali menangkis dengan seruling emas. Ketiga senjata itu berbenturan, dan keduanya terpundur, yakni kedua kaki mereka mundur bergesekan dengan permukaan tanah.

Angling meniup serulingnya untuk melepaskan puluhan benang roh, dan puluhan benang roh berwarna nila tersebut melesat ke arah sosok ninja tersebut.

Sosok ninja itu melesat ke arah Angling guna menyerang balik pemuda berambut hitam tersebut. Dia tidak dapat melihat lesatan puluhan benang roh. Akibatnya sosok ninja yang setara dengan tingkatan Angling Madangkara itu tubuhnya terjerat puluhan benang roh.

“Aaakh!” pekik sosok ninja dengan tubuh tergeletak lemas, dan detik itu juga ruhnya sudah keluar dari jasadnya.

Dengan sisa-sisa tenaga, Angling mengambil kedua pedang tersebut, dan cincin ruang milik sosok ninja tersebut dari jari manis kirinya. Lalu meniup serulingnya untuk memanggil Karbara Abiyasa yang berada bersama Empu Satria di bagian dalam hutan terlarang.

Serigala hitam besar tersebut keluar dari bayangan Angling, “Abiyasa, silahkan nikmati daging dari pendekar di fase kayu bintang satu.”

“Grr …” Abiyasa menggeram sambil menampakan gigi-giginya yang tersusun rapi nan runcing. Lalu memakan sosok ninja berpakain hitam tersebut yang ternyata seorang perempuan cantik.

“Aaargh!” Angling meraung keras, hingga suaranya terdengar dalam radius 100 meter, dan tubuhnya diselimuti aura emas. Karena berhasil naik fase lagi ke fase kayu bintang dua.

Percepatan kenaikan ini dipengaruhi oleh seruling emas yang berada di sisi Angling, dan setiap Karbara Abiyasa memakan mayat, Angling Madangkara juga mendapatkan energi metafisika ke dalam wadah induknya. Ditambah lagi, Angling sudah menguasai ajian Dasendria sampai tingkat Ungu, dan itu mempermudah dirinya meniru gerakan ajian apapun hanya dalam sekali lihat, juga mempercepat kenaikan tingkatan pendekarnya.

Angling naik di punggung Abiyasa, karena sudah kelelahan setelah bertarung dengan sosok ninja hitam yang mampu menyedot energi metafisikanya dengan sangat cepat, cukup hanya dengan bertukar serangan.

“Abiyasa, ayo jalan!”

“Grr … Grrr!”

Abiyasa menggeram sambil mengangguk, lalu berlari cepat ke dalam bagian dalam hutan terlarang. Dalam perjalanannya ke dalam bagian dalam hutan terlarang, Angling terus merenung memikirkan para warga yang rumahnya sudah dibakar oleh partai Iblis Darah.

“Bagaimana menghidupi mereka semua? Kalau aku membawa mereka ke benua Nusantara rasanya tidak mungkin. Perjalanan dari benua Sangakama menuju benua Nusantara cukup jauh, dan harus keluar dari kubah Nawadewanata yang menyelubungi Kerajaan Awan Merah,” gumam Angling sambil mengelus dagunya.

"Auuu! Grrr!" 

Abiyasa menghentikan langkah kakinya sambil melolong, karena mereka sudah sampai di gua yang berada di dalam hutan terlarang.

Angling turun dari punggung Abiyasa, dan mengelus lembut kepalanya, "Kamu kembalilah ke dalam tubuhku. Kalau aku membutuhkanmu, aku akan memanggilmu!"

"Grrr …!"

Abiyasa mengangguk, lalu masuk ke dalam bayangan Angling dengan perasaan sumringah. Karena hari ini Abiyasa sudah makan dengan kenyang, dan itu cukup untuk 7 hari ke depan.

Angling masuk ke dalam goa, dan langsung disambut pelukan oleh Empu Satria.

"Syukurlah, kamu selamat. Lalu apakah kita bisa kembali ke desa?" tanya Empu Satria, dan langsung dijawab oleh Angling dengan gelengan kepala.

Angling tertunduk sedih, dan berkata, "Maafkan aku tidak bisa menyelamatkan rumah kalian. Mereka telah membakar semua rumah kalian."

Para warga yang berjumlah 100 orang tersebut langsung menangis sejadi-jadinya. Mereka bingung mau kemana lagi untuk melangkah di saat kondisi mereka lemah, dan untuk mencari makanan pun susah.

"Tenanglah, aku masih punya uang 1000 koin emas," celetuk Candra, dan melanjutkan sambil bangkit berdiri, "Aku mengusulkan dua pilihan. Pertama, kita  bangun pemukiman disini. Kedua kita ke kota Lotus Api —"

"Nona, apa kau tidak gila? Kota Lotus Api sedang dilanda wabah Kalaseta. Membawa mereka semua saja bunuh diri," potong Empu Satria.

"Guru, aku setuju dengan usulan Nona ini. Disini pun kita susah mencari makanan, karena hutan terlarang dipenuhi rawa-rawa. Terlebih lagi kota Lotus Api jaraknya lebih dekat dari sini," sergah Angling.

Semua warga saling menatap satu sama lain, dan berdiskusi cukup lama. Mereka akhirnya setuju, karena daripada hidup di dalam hutan terlarang yang minim akan makanan, dan juga kalau malam tumbuhannya mengeluarkan gas beracun. Maka dari itu mereka memutuskan pergi ke kota Lotus Api yang lebih banyak makanan, walaupun ada wabah Kalaseta.

Mereka berduyun-duyun keluar dari dalam gua, dan dipimpin oleh Candra yang mengetahui jalan menuju kota Lotus Api dengan jalur terdekat. Bagaimanapun juga Candra adalah lulusan padepokan Iksha Kumala yang berada di dalam kota Lotus Api. Namun padepokan tersebut lenyap setelah muncul wabah Kalaseta.

Para warga begitu bersemangat, walaupun kondisi mereka letih, lapar, dan juga sakit, karena mendapatkan banyak luka di tubuhnya. Mereka hanya ingin segera sampai di kota Lotus Api yang menjadi kota pengharapan bagi warga Desa Pasir Merak.

Setelah berjalan tanpa henti selama 4 jam, mereka akhirnya tiba di depan sebuah gapura bertuliskan kota Lotus Api.

Suasana kotanya sangat hening, hanya ada beberapa orang yang berkeliaran di dalam kota Lotus Api.

Angling menyetujui para warga pindah ke kota Lotus Api, sebenarnya ia mengetahui penawar wabah Kalaseta, yakni ada sebuah pusaka berbentuk panah tingkat langit bersemayam di bawah bekas istana Adipati kota Lotus Api bernama Panah Pasopati. 

Energi dari Pasopati ini membuat semua warga di kota Lotus Api terkena wabah Kalaseta, yakni sebuah penyakit yang membuat tubuh manusia mengalami dingin yang sangat ekstrim di pagi hari, dan panas yang ekstrim di malam hari. Lalu tiga hari kedepan tubuh yang sudah terjangkiti akan meledak.

Partai Iblis Darah di kehidupan sebelumnya tiga hari lagi akan datang ke kota ini untuk meneliti wabah Kalaseta, dan berhasil menemukan penyebabnya. 

Sehingga pusaka Pasopati jatuh ke tangan mereka, dan pada perang perebutan Kerajaan Awan Merah partai Kelabang Iblis yang merupakan bawahan partai Iblis Darah berhasil menguasai Kerajaan Awan Merah berkat salah satu dari mereka berhasil menggunakan pusaka panah Pasopati.

“Ayo kita masuk!” ajak Candra sambil melambaikan tangan.

Mereka memasuki gapura kota Lotus Api dengan berduyun-duyun. Dari dalam bangunan-bangunan kuno kota Lotus Api beberapa pasang mata memperhatikan kawanan warga Desa Pasir Merak.

Mereka adalah suku asli penghuni kota Lotus Api, yakni suku Dwaya, dan suku Agnia. Mereka agak sinis kalau ada pendatang masuk ke wilayah kota Lotus Api, karena menganggap pasti akan menjadi mayat cepat atau lambat, dan itu hanya merepotkan mereka saja.

Seorang suku Dwaya keluar dari salah satu bangunan yang dulunya dijadikan istana Adipati. 

"Tuan, apakah kalian mau membeli istana ini?" tawar suku Dwaya yang memiliki tubuh kerdil dengan telinga runcing.

"Ya, aku akan membelinya. Berapa harganya?" jawab Candra.

"100 koin emas saja. Namun kami ada syarat, kalau Nona bisa membebaskan dari wabah ini, maka kami akan menyerahkan kota ini secara gratis pada —"

"Aku setuju!" potong Angling dengan mantap.

Empu Satria memukul kepala Angling dengan tongkat pemukul kucing, "Murid bodoh!"

Candra juga ikut menimpali dengan memukul kepala Angling juga hingga benjol, dan membentak "Kau ini tidak punya pikiran ya!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status