“Mama, tadi Emily bantu gambar ini, lho.” Kai memperlihatkan gambar yang dibawanya.“Mana coba lihat.” Milea mengambil buku gambar dari tangan Kai.Milea sudah ambil cuti melahirkan karena usia kandungannya memasuki sembilan bulan. Dia fokus dengan kesehatan kehamilan dan Kai yang sekarang sudah duduk di bangku sekolah dasar.“Yang mewarnai siapa?” tanya Milea sambil memperhatikan gambar itu.“Kai dong. Kai pintar ‘kan?” Kai menjawab dengan bangga.“Iya, pintar,” balas Milea.Kai sangat bangga dapat pujian dari sang mama, hingga melihat Milea yang meringis.“Mama kenapa?” tanya Kai sambil menggenggam telapak tangan Milea.“Tidak kenapa-napa,” ucap Milea sambil tersenyum meski perutnya mendadak kencang.“Mama yakin?” tanya Kai yang cemas.Belum juga Milea menjawab, dia merasa kalau perutnya semakin sakit seperti mengalami kontraksi, tentu saja hal itu membuat Kai cemas.“Bibi! Mama sakit!” teriak Kai karena di rumah itu hanya ada dirinya, kedua orang tuanya, dan pembantu.Milea dan Han
Aruna dan yang lain buru-buru pergi ke rumah sakit setelah mendapat kabar jika Winnie mau melahirkan, tapi siapa sangka saat masuk ruangan malah melihat Hanzel juga, membuat semua orang bingung.“Hanz, kenapa kamu di sini?” tanya Aruna bingung.“Milea melahirkan,” jawab Hanzel.“Lah, bukannya ini kamar Winnie?” tanya Aruna bingung.“Ya, mereka berdua di sini. tuh!” Hanzel menunjuk ke dalam.Ternyata Bumi dan Hanzel setuju jika istri mereka satu kamar agar bisa saling bantu menjaga.Aruna, Ansel, dan kedua orang tuanya terkejut mendengar ucapan Hanzel. Mereka buru-buru masuk untuk melihat apakah yang dikatakan Hanzel benar.“Kalian benar-benar janjian. Hamil dan melahirkan bisa barengan,” cerocos Aruna sangat tak menyangka.“Kebetulan saja, aku masuk duluan baru Winnie,” balas Milea.Semua orang yang ada di sana terlihat sangat bahagia, belum lagi setelah itu datang keluarga Hanzel dan Milea karena ingin menyambut cucu mereka.“Anak kalian seperti kembar.” Aruna dan yang lain memandang
“Kondisi Mommy sudah seperti ini. Dia selalu sakit saat memikirkanmu, apa kamu masih tetap kekeh tinggal di luar negeri? Apa kamu tidak kasihan ke Daddy yang harus mengurus perusahaan sendirian?” Aruna Eldar Abimand menarik napas panjang lantas mengembuskan kasar setelah mengingat cecaran kalimat yang dilontarkan sang kakak saat dia baru saja menginjakkan kaki lagi di negara itu.Wanita berumur 26 tahun itu memiliki rambut panjang sebahu dengan tubuh semampai hingga membuatnya terlihat anggun dan memesona. Sorot matanya yang teduh, dengan binar penuh kasih sayang yang membalut kecemasan dalam tiap tatapan, membuat siapa pun akan jatuh hati ke wanita itu.Aruna baru saja kembali dari luar negeri setelah mendapat kabar jika penyakit ibunya kambuh sampai masuk rumah sakit karena memikirkannya hingga membuatnya merasa bersalah. “Kamu di mana, Runa?” Suara sang kakak terdengar dari seberang panggilan saat Aruna menjawab panggilan.“Aku ke mall sebentar, Kak. Aku ingin membelikan sesuatu
“Papi!” Emily berlari lantas melompat ke gendongan sang ayah yang menghampirinya.Ansel Emery Abimanyu, pria berumur 29 tahun dengan tubuh tegap dan memiliki rahang yang tegas itu langsung menangkap tubuh putrinya yang melompat ke dalam gendongan.“Ya Tuhan, Emi. Kenapa kamu pergi tidak bilang papi?” Ansel sangat cemas karena sempat berpikir kehilangan putrinya itu. Dia menggendong sambil memeluk erat karena cemas dan takut tadi kehilangan putrinya itu.“Aku bosan, jadi jalan-jalan. Tapi pas nyari Papi, aku malah kehilangan Papi. Untung ada Kakak Cantik tadi yang nemenin aku nyari Papi,” celoteh Emily.“Kakak Cantik? Mana?” tanya Ansel karena putrinya sendirian. Dia menoleh ke kanan dan kiri tapi tak melihat siapa pun selain pengunjung yang sedang berlalu lalang.Emily menoleh ke arah Aruna tadi pergi, lantas menunjuk ke seorang wanita yang buru-buru turun menggunakan lift.“Itu, Papi. Itu Kakak Cantik yang tadi nemenin nyari Papi,” jawab Emily sambil terus menunjuk ke wanita yang tad
“Papi, boleh tidak minta mami seperti Kakak Cantik? Dia baik, lembut, bahkan perhatian. Kalau bisa, minta Kakak Cantik jadi mamiku, ya. Ya, Papi.” Emily membujuk sambil mengedip-ngedipkan kelopak mata.Ansel langsung tersedak ludah mendengar ucapan Emily. Bagaimana bisa putrinya menginginkan wanita asing menjadi ibu.“Kok Papi diam? Papi tidak mau ya kasih mami buat aku?” tanya Emily sambil memasang wajah sedih.Ansel terkejut mendengar ucapan Emily. Dia pun berusaha untuk menjelaskan.“Emi, ingin punya mami bukan berarti bisa tinggal pilih seperti beli balon atau es krim. Papi tidak bisa menjadikan wanita sembarangan sebagai mamimu,” ujar Ansel menjelaskan.“Kenapa?” tanya Emily penasaran.“Ya, pokoknya tidak bisa,” jawab Ansel bingung cara menjawab pertanyaan Emily.“Iya, kenapa ga bisa, Papi? Temen-temenku punya mami semua, kenapa aku tidak punya? Aku selalu diejek ga punya mami, katanya aku lahir dari batu. Ada yang bilang aku bukan anak Papi makanya ga punya mami,” cerocos Emily
“Runa, kamu sudah siap?” Aruna menoleh ke pintu saat mendengar suara sang kakak. Dia dan keluarganya malam itu hendak pergi ke restoran untuk merayakan ulang tahunnya.“Iya.” Aruna mengangguk, lantas berjalan keluar dari kamar.Aruna dan keluarganya pun berangkat bersama, mereka pergi ke restoran yang sudah dipesan sebelumnya.“Mommy seharusnya tak usah merayakan ulang tahunku. Aku sudah besar, Mom.” Aruna merengek karena Bintang memesan kue dengan inisial namanya ke pelayan yang baru saja keluar dari ruangan itu.“Tidak apa, sekali-kali. Mommy juga tidak tahu kapan bisa merayakan ulang tahunmu lagi, mumpung kamu tidak kabur lagi, ya sudah rayakan saja,” kekeh Bintang tak mau menerima penolakan.Aruna menoleh ayah, kakak, dan kakak iparnya, mereka hanya mengedikkan bahu tak mau membantah perintah Bintang.“Mom, aku ke kamar kecil sebentar,” kata Aruna karena tiba-tiba ingin buang air kecil.Bintang mengangguk mendengar perkataan Aruna. Aruna juga pamit ke kakaknya, lantas pergi menuj
Aruna panik melihat mantan kekasihnya itu dari dekat, jantungnya mendadak berdegup dengan cepat karena tak menyangka akan bertemu pria itu di sana. Dia sampai memalingkan wajah karena tak sudi melihat pria itu.Ansel pun sama dengan Aruna. Dia terkejut juga terlihat gelagapan saat melihat wanita yang dicampakkannya dan menghilang enam tahun lalu, kini berada di hadapannya.“Kenapa kalian diam? Tidak kenalan? Papi bilang mau ketemu Kakak Cantik, ini orangnya. Kok malah diam saja?” tanya Emily bingung sambil menatap Ansel dan Aruna bergantian.Aruna langsung memalingkan wajah saat melihat pria yang sangat tak ingin dilihatnya ketika kembali ke negara itu. Namun, di sana ada Emily, tak mungkin dia bersikap kasar di depan anak kecil.Ansel ingin menyapa Aruna, tapi niatnya diurungkan saat melihat wanita itu memalingkan wajah darinya.“Emily, kakak harus pergi. Takutnya keluarga kakak nyariin. Kita ngobrol kalau ketemu lagi, ya.” Aruna bicara dengan lembut ke Emily, kemudian buru-buru perg
Aruna mengembuskan napas kasar setelah berhasil menyelesaikan semua pekerjaannya sebelum resign. Dia juga sudah melakukan video call dengan managernya untuk meyakinkan jika memang akan berhenti bekerja.Aruna meregangkan kedua tangan ke atas, mencoba melenturkan otot yang kaku karena fokus di depan laptop hampir 18 jam dalam satu hari selama seminggu terakhir.“Akhirnya.”Aruna begitu lega sudah menyelesaikan tanggung jawabnya. Menyibukkan diri selama seminggu ini ternyata ada manfaat baginya agar bisa sedikit melupakan pertemuannya dengan Ansel yang membuat Aruna sempat tak tenang.Aruna keluar dari kamar, hingga melihat Bintang yang sedang menemani Archie main seperti biasa.“Pekerjaanmu sudah selesai?” tanya Bintang saat melihat Aruna baru saja sampai di ruang keluarga.“Iya. Aku juga sudah pamit ke managerku, jadi sekarang sudah tak ada tanggung jawab lagi,” jawab Aruna, “aku juga sudah meminta temanku untuk mengemas barang-barang yang penting dan mengirimkan ke sini,” ucap Aruna