Kediaman Aurora dan Zack kini kembali sepi. Kakek Viscout, Mami dan Alzard sudah pulang ke negara masing-masing. Vigor tergelak mendengar cerita dari Kakek Viscout tentang kekhawatiran Zack pada Aurora."Ajaib memang Zack itu. Aku tidak menyangka setelah menikah, sikapnya berubah seratus delapan puluh derajat." Vigor menggeleng-geleng."Iya. Memang lucu. Bayangkan. Zack menghadiahi Aurora sebuah mobil sport karena hamil, tetapi hingga sekarang Aurora belum diperbolehkan menyetir."Vigor kembali tergelak. "Aku tau cerita itu, Kek. Aurora mengadu padaku. Padahal ia sudah sangat senang mendapat hadiah itu.""Percuma kan dikasi hadiah tapi tidak boleh digunakan."Mereka berdua tersenyum membayangkan bagaimana wajah Aurora memberengut. Lalu, Vigor kembali mendatarkan wajah dan kembali serius menatap berkas di meja kerjanya."Siang ini jadi ke parlemen?"Vigor mengangguk. "Kakek mau ikut atau menitip pesan pada teman-teman Kakek di sana.""Kakek ada kunjungan sosial setelah itu rapat. Tolon
“Sesuai janjimu, hari ini aku yang menyetir mobil.” Aurora berkata tegas pada suaminya saat sarapan bersama sebelum mereka ke kantor.“Lho, kamu bukannya ada rapat online dengan parlemen kebangsawanan? Lebih nyaman rapat dari rumah saja, kan? Kalau lelah kamu bisa langsung tidur.”Tentu saja itu akal-akalan yang dibuat Zack. Ia memang sangat khawatir jika istrinya menyetir mobil sendiri. Takut ada sesuatu di jalan dan membahayakan Aurora beserta bayi mereka.“Itu alasan kamu, kan? Tidak. Aku bisa rapat di ruanganku dulu di kantormu.”“Eh, tapi, ruangan kamu ada sterilisasi hari ini.”Aurora mengembuskan napas panjang. Ia melakukan itu dengan kentara sekali agar Zack tau ia sedang berusaha mengendalikan emosi.Namun, Zack mengabaikannya. Lelaki itu tau, istrinya wanita yang penurut dan pengertian. Aurora pasti paham kenapa ia sangat khawatir jika istrinya menyetir mobil sendiri.“Kenapa susunya tidak diminum, Sayang?” Zack menaikkan alisnya sedikit saat Aurora menolak susu yang diberik
Bola mata Zack berotasi ke sekeliling ruangan. Kamar tamu itu sudah lengkap dengan barang-barang pribadinya. Kini, matanya mendelik sewot pada Jeff.Tangan Jeff terangkat untuk meminta waktu berbicara sebelum Zack menyemprotnya dengan kata-kata makian.“Nyonya Aurora yang memerintahkan Anda untuk tidur di kamar ini, Tuan.”Mendengar pernyataan pelayan setianya, Zack bergegas kembali ke kamar utama. Menggedor pintu besar di depannya hingga tangannya memerah.Akhirnya, Zack sadar. Sekeras apa pun ia mengetuk pintu, Aurora tidak akan mendengar. Pintu itu dilapisi peredam tebal.Hanya orang di dalam kamar yang memiliki akses untuk membuka pintu secara otomatis. Zack sendiri yang merancang sistem keamanan itu dan kini ia menyesalinya.“Sudah, Tuan. Sekarang, istirahat saja dulu di kamar tamu.” Jeff menyarankan Tuannya.“Apa istriku sudah makan?”Jeff mengangguk. Ia juga mengatakan sudah membawakan susu, vitamin dan air mineral. Zack menatap pintu dengan hembusan napas berat sebelum ia ke k
Setelah menemani Aurora menyetir berputar-putar kota, akhirnya sekarang mereka berbaring di ranjang.“Akhirnya berbaring di ranjang sendiri.” Zack menggumam sambil bernapas lega.“Aku yakin kalau kamu tidak aku pindahkan ke kamar lain, sampai aku melahirkan kamu tidak akan pecaya aku bisa menyetir mobil dengan baik.”Zack berbaring menyamping dan menatap istrinya. “Bukannya tidak percaya, Sayang. Tetapi, aku khawatir terjadi sesuatu denganmu karena sedang hamil.”“Selalu itu saja alasanmu. Memangnya wanita hamil tidak bisa melakukan banyak hal termasuk menyetir?” Wajah Aurora kembali memberengut.Tangan Zack menyusup masuk ke balik tubuh Aurora dan memeluknya. Ia tidak ingin mendapat ambekan dari wanita hamil yang dicintainya ini.Demi membuat mood bahagia, Zack berjanji akan menuruti keinginan Aurora. Walaupun ia sangat cemas pada permintaan istrinya yang kadang aneh, terutama saat hamil.“Apa benar kamu sedang mengidam?”“Mungkin.”“Biasanya wanita mengidam menginginkan makanan, buk
"Kakekk." Aurora berjalan cepat menghampiri sang Kakek.Semua wajah langsung terlihat khawatir. Bagaimana tidak? Wanita yang sedang hamil itu masih menggunakan heels dan berjalan cepat.Aurora langsung meminta pulang ke kastil saat Dokter Edwin mengatakan kandungannya sudah aman untuk bepergian dengan pesawat."Jangan buru-buru, Sayang!" Zack langsung mengingatkan istrinya.Namun terlambat, Aurora sudah lebih dulu bergegas mendatangi Kakek Viscout dan memeluknya."Hati-hati, Aurora. Jangan sampai terpeleset, ya." Kakek Viscout dengan bijaksana berkata sambil mengelus rambut panjang Aurora.Lalu, tangan Kakek Viscout mengelus perut cucunya. Tatapannya menjadi terharu. Ia tersenyum bahagia."Cicit Kakek semakin besar, ya."Aurora mengangguk. Kakek Viscout lalu menyalami Zack dan mencium cucu mantunya. Kemudian mereka berkumpul di ruang keluarga."Vigor mana, Kek?""Masih di rumah orang tuanya. Katanya agak siang baru ke sini.""Biar aku saja yang mengabari Vigor kalau kami sudah di kast
Zack mengembuskan napas lega saat mereka tiba di parlemen. Ingin protes pada Kakek Viscout karena mengizinkan istrinya menyetir, namun urung ia lakukan. Kakek pasti membela Aurora.“Tenang saja. Biarkan wanita hamil itu bahagia.” Kakek Viscout berbisik seolah tau apa yang ia pikirkan.“Hanya khawatir, Kek. Menyetir itu bisa membuat pengemudi stress. Bayangkan jika Aurora stress dan bisa berpengaruh pada kehamilan.” Zack membalas dengan berbisik pula.“Tapi dia bukan stress malah terlihat bahagia. Mungkin, janinnya laki-laki jadi Aurora senang menyetir dibanding hanya duduk seperti seorang putri.”Bisikan Kakek Viscout sebelum ia menapaki tangga menuju pintu parlemen membuat Zack tersenyum. Para istri sahabatnya juga menduga bayi di dalam kandungan Aurora berjenis kelamin laki-laki.Mereka berpisah di persimpangan. Aurora akan menemani Kakek Viscout menghadiri beberapa pertemuan. Zack berpesan agar istrinya tidak terlalu lelah.Dengan satu tangan masuk ke saku celana panjangnya, Zack b
Zack mondar-mandir di kamar. Matanya sibuk melirik ponsel di tangan berkali-kali. Menunggu memang hal yang mengesalkan."Zack, aku mau dipeluk." Aurora merajuk karena ditinggal tidur sendirian."Oh iya. Aku segera datang." Setengah berlari, Zack mendekat dan langsung naik ke ranjang.Cup. Kecupan singkat diberikan Zack di pipi sang istri. Meski sedang memeluk Aurora, matanya tetap mengamati layar ponsel."Aku yakin Vigor tidak akan meneleponmu malam ini." Aurora berkata dalam dekapan Zack."Dia pasti menelepon.""Kenapa kamu begitu yakin?"Sambil menyeringai, Zack menjawab," Karena kubilang sepupunya yang hamil penasaran dan dia harus menuruti permintaan wanita hamil!""Ya, ampun!" Aurora menggeleng mendengar Zack menggunakan dirinya sebagai alasan.Sudah lewat jam sepuluh malam. Masih belum ada kabar dari Vigor. Aurora mulai memejamkan mata dan bernapas teratur di dalam dekapan Zack.Tangan kiri Zack mengelus perut buncit istrinya, sementara tangan kanan bermain ponsel. Ia tetap bert
Zack dan Aurora menatap pasangan di depan mereka. Vigor berpakaian rapi dengan stelan jas dan Marshella yang mengenakan gaun panjang bertali spaghetti.“Terima kasih atas kedatangannya. Sebenarnya ini acara makan malam dalam rangka ucapan terima kasih pada Uncle Vigor yang telah membantu selama melakukan studi banding di parlemen.” Marshella dengan santun berkata pada Zack dan Aurora.“Karena kalian tidak bisa berduaan, jadi kami diajak?” Aurora tersenyum penuh pengertian saat Marshella mengangguk malu.Sementara Zack harus menahan gelak tawanya karena Marshella memanggil Vigor dengan sebutan ‘Uncle’.“Jadi, tugasmu di parlemen sudah selesai?” Zack akhirnya bertanya.Marshella mengangguk pelan. “Iya. Besok aku akan kembali ke negaramu.”Sepanjang makan malam, Aurora banyak berkomunikasi dengan Marshella. Aurora mengundang Marshella ke kastil, dengan juga sebaliknya.Bahkan, keduanya bertukar cerita tentang keluarga masing-masing. Baik Vigor maupun Zack hanya tersenyum dan sesekali men