Beno datang bersama Ardan menandatangani perjanjian kerja sama dengan perusahaan Arnold, Rosalia sebenarnya ingin jika Tian ikut serta bersama suaminya namun ia tak bisa memaksa sebab jadwal kuliah Tian yang padat.
"Senang bekerja sama dengan tuan Arnold," seru Ardan seraya berjabat tangan dengan Arnold.
"Tentu, saya harap ini akan menjadi pembuka jalan untuk bisnis kita yang lainnya."
Semua orang saling bersulang merayakan keberhasilan kerja sama ini, nampak begitu banyak wajah bahagia serta tawa menghiasi siang ini.
"Andai Tian ada disini pasti dia akan bahagia sama seperti mereka," batinnya.
Beno mendekati Ardan, ia menepuk bahu Ardan hingga membuatnya terkejut. "Nanti juga pulang ketemu, kangennya di tahan dulu." godanya.
Benar, Ardan begitu merindukan istri kecilnya itu sangat-sangat merindukannya. Arnold dapat melihat itu dengan jelas di wajah Ardan, membuat hatinya menghangat dengan fakta itu.
Di tengah perjamuan it
Ardan yang penasaran mendatangi tempat yang ada di foto kiriman Wira, sesampainya di sana ia di sambut Wira yang kebetulan akan keluar dari tempat latihan."Ar, kok loe kesini sih?" tanyanya."Emang kenapa, kan tunangan gue ada disini juga.""Aduh mampus gue," batinnya ketika melihat Ardan masuk meninggalkannya.Ardan berjalan masuk dan mulai mencari keberbagai sudut ruangan, matanya terus mengedar mencari sosok yang di kenalnya."Ar balik aja yuk, kita kumpul sama anak-anak." ajak Wira yang tak enak hati dengan temannya."Di mana Tian, kasih tahu gue di mana tempatnya."Rasanya sudah tak bisa lagi melindungi Tian, Wira dengan terpaksa menunjukkan di mana Tian berlatih dengan pelatihnya.Dan benar saja, dengan matany sendiri kini Ardan menyaksikan istrinya tengah bergelut dengan senapan berbahaya di tangannya. Mark yang saat itu hanya berdiri di belakang terkejut dengan kehadiran Ardan, ia segera memberi salam dengan nada
Pertengkaran di rumah itu membuat Lecy begitu sakit hati dengan oma nya, semua kata-kata kasar bahkan hinaan Larasati lontarkan hanya untuk meluapkan amarahnya pada Lecy yang juga cucu kandungnya.Cara Larasati membeda-bedakannya dengan Ardan sudah sangat menyakitinya, kini harus kembali di tambah dengan kenyataan jika sebenarnya Larasati tak pernah mengakui Lecy sebagai cucunya."Ibu benar-benar keterlaluan, bisa-bisanya berfikiran begitu. Lecy anak kandung Wirma, dia juga cucu Ibu.""Tidak bisa, aku hanya mengakui cucu yang berbakat seperti Ardan bukannya pecundang seperti Lecy itu."Cukup ibu hina anak saya," tangis Dewi pecah mendengar hinaan demi hinaan Larasati lontarkan pada putrinya."Bahkan saya juga tidak pernah berfikir untuk mengakui anda sebagai keluarga saya, saya masih punya sopan santun masa berkenalan dengan orang tanpa etika." seru Lecy."Lihatlah mulut pedas putrimu itu, begitu menjijikkan sama seperti anak teman kalian ya
Siang hari Tian terbangun dari tidurnya, ia merasa begitu lemah dengan sekujur tubuh terasa sakit semua. Mencoba bersandar di kepala ranjang Tian kembali menatap sisi kosong di sebelahnya."Kak Ardan," lirih tangisnya.Tian benar-benar merindukan suaminya, baru semalam mereka berpisah namun rasa rindu Tian sudah tak mampu di bendungnya. Ia terus menangis menatap kosong sisi ranjang tempat Ardan biasa tertidur.Dering ponsel membuat Tian menghentikan tangisannya, ia sangat berharap jika itu adalah panggilan dari suami yang tengah di rindukannya."Huft, ternyata bukan." lirihnya penuh rasa kecewa.Mark menghubungi Tian, ini seharusnya menjadi jadwal Tian kembali melakukan pelatihan menembaknya namun sudah satu jam Mark menunggu nona mudanya itu tak kunjung datang."Baiklah nona, semoga anda segera pulih." serunya sebelum memutus sambungannya.Mark segera membereskan semua peralatan Tian, memasukkannya kembali ke dalam tas yang sudah ter
Wira terlihat begitu antusias memperlihatkan desain baju yang akan digunakannya saat wisuda, Bayu juga Nico tak kalah antusias hingga ikut menyombongkan baju desain terbaik keduanya.Ambar hanya bisa tertawa melihat ketiga temannya yang tengah meributkan siapa yang keren di antara ketinganya, namun pandangan matanya kini menatap Ardan yang hanya diam dengan lamunannya."Loe kenapa Ar? Ada masalah?" tanya Ambar yang mendekat.Ardan menggelengkan kepalanya, ia kembali menenggak kopi di tangannya. Entah mengapa bayangan Tian sedang menangis membuat hatinya merasa tak tenang. Bayangan itu terasa begitu nyata hingga suara tangis itu jelas di telinganya."Loe lagi ada masalah ya, cerita lah sama kita siapa tahu bisa bantu." sahut Nico yang ikut bergabung dengan semuanya.Ardan menegakkan tubuhnya, ia menatap satu persatu temannya yang kini tengah menatapnya. Ia kembali menggelengkan kepala dan menenggak habis minumannya."Gue balik duluan ya, kali
Darah Ardan mendidih melihat kondisi istrinya saat ini, penuh darah di bawah kungkungan laki-laki lain membuat jiwa monster dalam dirinya bangkit saat itu juga.Nick begitu terkejut dengan kedatangan beberapa orang, ia yang masih terdiam di atas tubuh Tian di dorong dengan kasar hingga tubuhnya terlempar."Nona bangun nona, " panik Beno melihat keadaan nona mudanya.Lecy begitu syok ketika melihat kondisi Tian saat ini, baju penuh darah dengan robekan di beberapa bagian begitu jelas terlihat di matanya.Tian yang melihat kedatangan suaminya merasa lega hingga ia menutup matanya, Arga masih mematung menatap istrinya yang sudah tak sadarkan diri. Namun kini kilatan mata itu menatap tajam Nick yang berada tak jauh dari tempat istrinya."Laki-laki brengsek!"Ardan melangkah dan menghajar Nick dengan membabi buta, Nick tak mampu mengimbangi kekuatan Ardan hingga ia harus pasrah dengan bogeman demi bogeman di terimanya. Wajahnya sudah tak la
Sudah satu minggu Tian di rawat di rumah sakit, acara wisuda Ardan juga sudah semakin dekat dengan waktunya. Hubungan yang semula renggang kini perlahan kembali erat kembali, Ardan semakin protektif pada Tian setelah kejadian kemarin."Makan dulu ini.""Nggak mau, nggak enak Kak.""Katanya mau pulang, kenapa susah banget makannya."Tiba-tiba Tian bangkit dari tidurnya, membuat Ardan terkejut hingga hampir menjatuhkan mangkuknya. "Astaga sayang, bisa tidak hati-hati.""Kak, bukannya minggu depan kakak wisuda ya?""Hm.""Kalau gitu aku mau keluar hari ini juga."Ini adalah kesekian kalinya Tian membahas hal yang sama setelah keduanya berbaikan, rasanya lelah Ardan terus mengulang kata-katanya. Kali ini Ardan hanya diam dengan sesekali menggerakkan tangan maupun kepalanya.Lecy sudah kembali tiga hari yang lalu, Ardan yang sudah mengetahui masalah adik juga oma nya berjanji akan segera membereskannya. Hal itu me
Ambar begitu terkejut saat baru saja melangkah masuk ke dalam ruang rawat Tian, ia yang tak siap pun akhrinya mengeluarkan lengkingan suaranya.Mendengar teriakan membuat Ardan mau tak mau menyudahi permainannya, ia juga dengan sigap membantu Tian kembali merapikan pakaiannya."Kakak sih, malu kan kak Ambar lihat tadi.""Nggak lihat kok, paling cuma lihat punggung aku aja."Dan tak lama ke empat orang masuk dengan wajah penuh kebingungannya, berbeda dengan ketiga temannya wajah Ambar nampak memerah ketika bertatapan dengan Tian didepannya."Uhuk, duduk aja gpp." seru Ardan mengurangi kecanggungannya.Ke empatnya duduk tak jauh dari tempat tidur Tian, Ardan yang semula berada di dekat sang istri kini berpindah ke sebelah teman-temannya."Aku duduk dekat Tian aja ya."Dengan wajah malu Tian menatap dan tersenyum pada Ambar yang kini ada di sebalahnya, dan keduanya pun saling melempar senyuman untuk mengusir semu
Dan hari yang di tunggupun kini tiba, Ardan nampak begitu gagah dalam balutan baju batiknya. Bukan jas layaknya teman-teman lainnya yang menjadi pilihannya, hanya batik yang sederhana namun serasi dengan pakaian istrinya."Suami aku ganteng banget sih," puji Tian ketika merapikan tatanan rambut Ardan."Itu karena istri tercantikku yang pintar merawat suaminya."Tangan Ardan tak hanya berdiam diri di pinggang istrinya, menyusuri setiap inci tubuh Tian hingga harus menerima sebuah cubitan."Aw, sakit dong sayang."Sirr,Lagi-lagi rasanya seperti ada angin yang menerobos jatungnya, Ardan selalu saja membuat Tian merasakan hal-hal yang sulit di jelaskan dengan kata-kata."Kita turun ke bawah, Ayah sama Bunda udah tunggu kita.""Sebentar aja," pinta Ardan merengek."Nggak, ayo turun dari pada Bunda naik."Dan benar saja apa yang di ucapkan Tian, baru ia menutup bibirnya Dewi sudah muncul di balik pintu kamarnya.