Bandara nampak begitu sepi dengan beberapa pejalan kaki, langkah nya terasa begitu berat serasa ada batu yang sedang menghadangnya.
"Nona? "
"Berat sekali Om, sakit." menutup wajah dengan kedua tangannya.
Tian kembali berurai air mata, wanita itu nampak begitu rapuh dan hancur dalam waktu bersamaan.
Beno menghela nafasnya, ia tahu betul bagaimana perasaan nona mudanya. Namun membiarkan dia masih tetap tinggal sama saja membahayakan mereka.
"Secepatnya saya akan mengurus kepulangan anda nona. "
Tian masih dia, ia tak bergeming sama sekali dengan ucapan Beno barusan.
"Maaf, tapi kita harus masuk sekarang nona."
Tian mengangkat kepalanya, ia mengerutkan dahi melihat Mark tengah berdiri di hadapan nya.
"Mark? "
"Iya nona, Mark akan ikut de
Ardan mengamuk, ia marah pada semua orang yang telah membiarkan istrinya pergi. Pergi meninggalkannya seorang diri.Ia sakit, bukan hanya fisik namun juga seluruh dan seisi tubuhnya. Satu-satunya tujuan hidupnya kini pergi entah kemana, dan bersama dengan siapa."Sudah lah Ardan, Oma lakukan ini juga demi kebaikan kamu juga. "Prangg... !!Suara pecahan vas itu begitu menggema, semua terdiam hingga Lecy terisak dalam pelukan Bundanya."Terbaik kata Oma? Terbaik yang bagaimana dulu yang sedang Oma bicarakan ini? ""Ardan—" Kebaikan dengan memisahkan Ardan dengan istri Ardan sendiri? Itu kah kebaikan versi Oma? ""Tenanglah kamu sekarang sedang emosi saja, nanti juga terbiasa. Yuk istirahat dulu. "Ardan semakin meradang, bagaimana bisa amarahnya dipandang sebelah mata
Beno memijat pelipisnya, ia tak menyangka jika wanita yang mengaku calon istrinya adalah Ambar. Tak ingin membuat banyak kekacauan di perusahaan, Beno membawa Ambar pergi ke rooftop. Di sana keduanya hanya duduk berhadapan, sibuk dengan fikiran masing-masing. "Maaf, " lirih Ambar. "Kenapa sampai ngaku calon istri, bikin kaget aja kamu nih. " "Ya mau gimana lagi, susah banget ketemu Om kalau belum bikin janji. " "Kan ada ponsel, kamu juga punya nomor saya. Kan bisa hubungin saya. Lebih gampang loh.. " Ambar menepuk keningnya, bisa-bisanya lupa kalau ia sudah menyimpang nomor ponsel Beno. "Namanya juga lupa Om, ya nggak inget. " "Yasudahlah, terus ada urusan apa ini? Tumben nyari saya. " Kemudian Ambar mengutarakan niat kedatangannya. Ia memberitshu Beno tentang permintaan Tian untuk menjaga suaminya dari Niken. Tian yakin jika kini suaminya sudah tak memiliki perasaan apapun pada mantan kekasihnya itu, namun ia justru yakin jika mantannya itu sekarang menginginkan suamin
2 Tahun kemudian,Ardan berdiri di depan meja kerjanya, dengan wajah garangnya ia menatap tumpukan berkas di hadapannya.Tak bisa ia tinggalkan, berkas itu sudah harus selesai sekarang juga."Kenapa semakin lama semakin menyebalkan menatap mereka ini, " keluh nya memijat pelipisnya.Ia kembali duduk di singgah sana nya, jemari nya mulai bergerak seirama dengan kegiatannya.Ardan kini menjadi sosok yang tak tersentuh, dingin dan terlihat sangat angkuh.Kepergian Tian benar-benar mengubah semua hal dalam hidupnya. Ardan yang semula selalu menjaga penampilan kini berubah menjadi orang yang tak perduli akan penampilan.Namun penampilan Ardan saat ini tak begitu buruk, bahkan lebih mempesona di mata banyak wanita.Wajah tampannya kini di biarkan berjambang, namun terlihat san
Terlihat wanita cantik tengah memimpin sebuah rapat dengan beberapa rekan kerjanya, penuh wibawa serta kebijaksanaan diusia mudanya. "Saya harap setelah ini akan ada kemajuan lagi dalam usaha kita, bukan hanya untuk kita tapi juga keluarga kita. " Dan rapat itu diakhiri dengan riuh tepuk tangan dari semua rekan kerjanya. Banyak dari mereka yang mengaguminya. Ratian, ia tumbuh bersama luka hatinya. Tumbuh dengan rasa sakit serta rindu yang tak mampu terobati. Namun selama ini ia berusaha kuat dan tegar demi orang-orang di sekitar nya, juga demi buah hati yang selalu dicintainya. Banyak rekan kerjanya yang selama ini menaruh hati padanya, tak jarang mereka dengan terang-terangan mengungkapkan rasa kagumnya. Namun hingga detik ini dalam setiap nafasnya hanya akan ada satu nama, Ardan Sidarta. Sang pemilik hati juga seluruh jiwa nya. Setelah memimpin rapat, Tian meminta sekretarisnya untuk menghandle semua pekerjaan nya. Dalam perjalanan pulang ia tak lupa membawakan seikat
Beno menatap kesal pada Lecy yang yang tengah menunduk di depannya. Bagaimana bisa ia membicarakan Beno dengan sesama karyawannya yang lain. "Kamu nggak suka magang di sini? ""Bukan gitu om, eh pak maksudnya. "Lecy segera membungkam mulutnya saat lagi-lagi ia kelepasan memanggil Beno dengan sebutan Om. "Maaf, nggak sengaja. " sesalnya. "Lain kali, jangan pernah mengerjakan pekerjaan yang bukan menjadi tugas kamu. ""Apa anda tahu apa yang bisa karyawan anda lakukan jika saya menolaknya? "Beno menautkan alisnya, ia tak mengerti dengan apa dikatakan Lecy saat ini. "Mereka bisa membully ku habis-habisan, dan anda tau apa artinya itu? ""Apa? " tanya Beno penuh rasa ingin tahu. "Artinya aku mati hari itu juga.. " dengan penuh frustasi. Lecy nampak benar-benar frustasi dan itu membuat Beno benar-benar di buat penasaran. . . . Semua orang keluar dengan wajah frustasinya, entah apa yang terjadi di dalam namun itu semua membuat mereka berwajah sama. Dalam ruang meeting nampak he
Mendengar kabar tentang Dewi yang sedang di rawat membuat Tian merasa sesak di dada. Hari itu juga ia memutuskan untuk terbang ke Jakarta untuk menjenguk nya. "Semua akan baik-baik saja, please tenang Tian. Loe pasti bisa. " gumamnya saat memasuki area bandara. Dadanya terasa bergemuruh, jantungnya berdetak begitu tak karuan saat ini. Bahkan duduk di pesawat membuatnya semakin di bakar gelisah. Perjalanan menuju Jakarta memakan waktu cukup lama, Tian yang merasa kelelahan pada akhirnya terlelap di sepanjang perjalanan nya. . . . Ardan tiba di rumah, ia datang hanya ingin mengambil beberapa baju milik Bundanya. Semenjak Tian pergi, Ardan memutuskan untuk tinggal di apartemen apalagi Larasati serta Niken ikut tinggal disana. "Ardan, kamu pulang? Kenapa nggak bilang-bilang?""Ini rumah kakakku, terserah dia mau pulang kapan aja. Siapa loe ngatur-ngatur kakak gue? " ketus Lecy yang baru saja tiba di dalam rumah. Ardan menatap adiknya, ia mendekat dan memeluk sekilas adik kecilnya
Di rumah sakit nampak Dewi tengah terbaring lemah dengan selang infus di tangannya. Wajah pucat menjadi make up sehari-hatinya saat ini."Ayo Bun, makan dulu. Nanti lemes terus ini. ""Mana bisa makan, aku merindukan cucuku disana. Aku mau ke Amerika saja ya? ""Nanti kita kesana, tapi Bunda harus sembuh dulu. "Dewi masih enggan menatap makanan di tangan suaminya, ia hanya ingin bertemu cucunya saja saat ini."Sebaiknya anda makan nyonya, " seru Beno yang masuk kedalam kamar dengan bingkisan buahnya.Wirma terkejut dengan kedatangan Beno, ia segera meletakkan makanan yang sedang di bawanya lalu menyambut tamu nya."Masuklah Nak, dari mana kamu? ""Dari apartemen tuan, saya sengaja mau kesini. "Wirma menautkan alisnya, tak biasanya Beno seperti ini.
Mark berhasil membuat istrinya terlelap, ia sangat panik kala melihat Sarah kembali histeris seperti dua tahun lalu. Istri yang selalu bersamanya ternyata masih menyimpan lukanya, luka yang hadir kala mereka kehilangan buah hatinya."Gimana Sarah? ""Ibu, " Mark memeluk Rosalia dengan begitu erat, ia hanya ingin dipeluk untuk menenangkan diri."Semua akan baik-baik saja, Sarah anak yang kuat. Dia pasti bisa sama seperti dua tahun lalu. ""Aku takut Bu, aku takut dia kembali seperti Sarah yang dulu. Terlalu terluka hingga melupakan dirinya. ""Ada kamu, ada kita yang akan selalu bersama dengannya. "Rosalia terus memberikan semangat pada putra nya, ia tak ingin Mark juga tumbang karena fikiran nya."Gimana baby Axel? ""Dia sudah tidur kok, nggak usah cemas. "Mereka berdua menata