Share

Bab 6. Tetangga Toxic

[Dek, coba cek, barusan sudah ku kirim lagi uang sebesar lima juta rupiah ke rekeningmu. Sudah sana cepat siap-siap ke dealer. Pilih mobil sesuka hatimu, Dek. Tapi nanti usah telpon, kirim chat aja, aku mau meeting.]

Sebuah chat dari Mas Bambang kembali masuk, dan memang beberapa detik yang lalu ada notifikasi uang masuk ke rekeningku.

[Terima kasih banyak ya Mas.]

Sebenarnya aku masih sedikit tak percaya, jika suamiku yang baik itu ternyata tega bermain api dibelakangku. Berarti tidak selalu kan laki-laki yang royal dan sok perhatian itu, setia pada pasangannya, bisa jadi itu hanya caranya untuk menutupi kelakuan buruknya saja, seperti kasus suamiku ini. Tapi biarlah dia teruz merasa bahwa kebohongannya itu tertutup rapat, hingga aku mendapatkan dulu apa yang aku inginkan.

Tinn tinn tinn

Bunyi bel khas tukang sayur itu datang. Gegas aku pun keluar sebentar untuk sekedar membeli cabe atau jajanan pasar untuk pengganjal perut. Tampak sudah banyak ibu-ibu mengerubungi Paijo.

"Jo, aku mau cabe lima ribu saja deh," ucapku sambil mencari keberadan jajanan.

"Eh Vin, bener nggak sih apa yang di katakan Ria tadi?" celetuk Dewi, tetangga sebelah kanan rumahku.

"Apaan sih Wi, nggak jelas juga kok, masih dipertanyakan," jawabku asal.

"Soalnya dari rumahku , tadi memang kelihatan ada mobil warna merah, berarti kan memang benar apa yang  di katakan Ria," tambah Dewi.

Dewi ini beda tipis dengan Ria, sebelas dua belas denganya. Dari arah kiri, datang si Sari, tetangga yang rumahnya mepet dengan Ria. Wah cocok nih, untung saja ratu gosipnya nggak ada.

"Kan sudah kujelasin, memang ada gadis yang datang, dan tanya alamat rumah seseorang. Nggak jelas rumah siapa yang ditanyakan, mbulet gitu dia, mangkanya tadi sempat bersitegang dan kuusir dia. Kayaknya agak kurang waras gitu," kilahku.

"Hemmm, alasanmu itu loh nggak masuk logika, Vi. Masak ada pagi-pagi nanyain alamat orang!" timpal si Sari yang baru datang.

"Yang benar itu ya ucapan Ria. Karena memangkan Vivin ini nggak bisa merawat diri, nggak salah dong kalau akhirnya suaminya itu selingkuh dengan wanita lain yang lebih syantik dan kinclong," ucap Dewi.

"Iya bener juga tuh. Secara ya Pak Bambang itu kontraktor ternama, uangnya bejibun, masak istrinya kayak begini sih?" ucap Sari.

"Apaan sih kalian ini, nggak bisa ya pagi-pagi nggak bikin gosip? Kasihan tuh si Vivin. Kayak nggak tahu mulut si Ria saja, dia itu berita belum tentu benar disebarluaskan, akhirnya jadi fitnah. Senang kalian kalau nambah dosa ya? Ampun deh!" Bu Hasan menengahi kami.

"Iya Mbak Vin, jangan ambil hati, ucapan anak buah Mbak Ria ini. Mau beli apa lagi?" kata Paijo.

"Udah itu aja Jo, sama ini ketan sambalnya satu bungkus saja!" kataku.

"Tumbenan nggak masak Mbak? Semuanya delapan ribu saja," kata Paijo.

"Lagi males mau makan di luar dan mau shoping Jo, mau ke salon juga biar terlihat Syantik seperti kata mereka! Nih nggak usah kembalian!" Kuberikan pada Paijo selembar uang sepuluh ribuan, kemudian masuk dan ku kunci gerbangku.

Seharusnya aku tak boleh sebal sama para tetanggaku itu, meskipun mereka bertiga itu toxic, tapi apa yang baru saja mereka katakan memang ada benarnya, dan kali ini pun apa yang di gosipkan Ria juga benar adanya.

Memang kalau dipikir lagi, mungkin penyebab selingkuhnya Mas Bambang itu, karena aku yang akhir-akhir ini tak pernah lagi merawat diri, bahkan abai, karena menurutku tak suamiku itu orang yang setia, jadi pasti menerima bagaimanapun keadaanku. 

"Dek, nggak usahlah kamu kayak perempuan lain gitu. Pakai bedak tebalnya sampai lima senti, pakai gincu sampai kayak habis makan ular.  Aku lebih suka kamu yang natural, karena meski bagaimanapun, kamu itu sudah cantik luar dalam dan apa adanya." Begitu ucapan Mas Bambang setiap aku ingin bersolek.

"Tapi, apa kamu nanti nggak kepincut, jika lihat perempuan yang cantik diluar?" 

"Nggak bakallah, Dek. Aku itu, uda bersyukur banget punya kamu. Nggak bakal ngelirik yang lain," ucap Mas Bambang serius.

Sungguh bodohnya aku, padahal saat ini banyak diluaran sana, gadis-gadis muda yang siap memberikan apa saja  yang dimilikinya demi mendapatkan uang, bahkan jika harus menjadi perebut suami orang pun tak akan jadi masalah untuk mereka.

Namun tak semua lelaki begitu, buktinya Bapakku tak pernah berbuat macam-macam, meski selama ini penampilan ibuku sederhana saja. Tergantung seberapa kuat iman lelaki itu juga sih. Ah sudahlah nasi kini telah menjadi bubur, kenapa aku sibuk mengurai benang merahnya, toh bagiku, selingkuh itu adalah suatu kesalahan yang paling fatal dalam rumah tangga, dan tak bisa lagi untuk di maafkan.

Aku bukan perempuan lemah yang akan menangis dan menderita karena di selingkuhi, itu terlalu bodoh bagiku. Lelaki yang sekali selingkuh, biasanya akan sangat sulit kembali menjadi setia. Lagian ya aku kan tak tahu berapa kali suamiku itu menghianatiku, bisa jadi dia sudah sering bergonta-ganti perempuan, salah satunya ya si gadis tengil itu. Ih amit-amit deh punya suami penjahat kelamin kayak gitu, mending buang jauh-jauh deh.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status